©loeyhunJ4d

An alter universe

third chapt. —

Rama menghela napasnya, lalu menengokan arah pandangannya keseorang anak laki-laki berkaos hitam dengan celana pendek abu-abunya, “Mas Rama, mas Daven dan mas Kayvan cuman mau nitip itu aja yo sama kamu. Disini kan kamu tuh yang paling tua diantara Edhan, Aydhan, Affan sama si kembar jadinya ya apa-apa pasti kita itu ke kamu, mungkin emang kesannya berat tapi kan kamu juga ga sendiri kan,” ucap Rama yang masih menatap adik laki lakinya itu, Basudeo atau yang lebih akrab disapa Deo.

Deo menganggukkan kepalanya, dengan masih berada diposisinya yang menundukkan kepalanya itu, “Iya mas, Deo paham kok gimana,” ucapnya dengan suara sedikit pelan, ia pun merasakan pundaknya ditepuk dan punggungnya diusap oleh lelaki jangkung yang sudah berdiri didepannya,

“Yaudah ayo, makan malam,” ucap Rama seraya menepuk pundak Deo sekali lagi,

Aidan menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya, membuat Avanesh dan Domicia yang mendengarnya hanya bisa menahan tawanya, “Alesh bukain dong, ini mas Ayi udah beliin kokumii buat Alesh,” ucap Aidan seraya masih setia mengetuk pintu coklat didepannya,

“Iya lesh, kasian ini si mas Ayi udah sedih banget mukanya,” tambah Anesh mendukung Aidan agar saudara kembarnya ini mau memaafkannya.

Beberapa saat kemudian suara kenop pintu terdengar, dan sosok yang ditunggupun akhirnya keluar, “Makanya mas Ayi tuh kalo apa-apa tanya dulu kek, jangan ngasal, kitakan punya grup, buat apa kalo gak digunain,” ucap Ailesh dengan suara serak khas orang yang baru selesai menangis,

Aidan menengok kearah Domicia yang mengeluarkan kata-kata senang tanpa bersuara, karena Aidan lagi-lagi berhasil diomeli oleh adiknya yang paling kecil ini, “Iyaiya maafin mas Ayi ya, janji deh gak lagi,”

Aileshpun menganggukan kepalanya, “Yaudah terus mana kokumii sama soursallynya?” ucapan Ailesh langsung dibalas tarikan tangan dan dorongan kecil dari arah belakang pundaknya,

“Dibawah, sekalian makan malam,” ucap Aidan yang langsung dibalas anggukan kepala lagi oleh Ailesh,

Merekapun sampai keruang makan keluarga yang sudah dipenuhi oleh saudara mereka yang lain,

Rama melihat mata adik paling kecilnya itu sedikit sembab, lalu langsung menatap tajam ke arah Aidan, “Hehe gak sengaja mas, tapi udah damai kok, ya kan lesh?” Aidan langsung menengok kearah Ailesh yang hendak meminun minumannya itu, dan langsung menganggukkan kepalanya,

“Jangan suka kebiasaan makanya Ay iseng-iseng gitu,” ucap Davendra yang berjalan dari arah ruang keluarga bersama Kayvan.

“Kok ak-”

“Iy-”

Aydhan dan Aidanpun saling melempar pandangan dan mendenguskan napasnya, “Mas Daven kalo manggil tuh yang bener dong, Ayi atau Aydhan,”

“Ya kalo lo kan jarang banget ngisengin si kembar, malah bucin banget sama mereka,” Affandra bersuara menimpali ucapan Aydhan kepada Davendra itu,

Rama hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan para adik-adiknya ini, “Udah udah ayo makan, eh tapi si Arvel belum pulang?”

“YOHOOO PRINCE ARVEL PULANG,” suara laki laki dengan kaos putih dan kemeja coklat diluarnya itupun berhasil membuat seluruh pasang mata yang ada diruang makan keluarga Kentara mengarah kepadanya,

“Nih soursally,” Arvel langsung memberikan kantongan kertas itu kepada Aidan dan langsung berlalu,

Aidan pun langsung mengopernya kepada Ailesh yang langsung menyambarnya, “Thankyou,” ucap Ailesh kepadanya.

“Nih mas Deo,” ucap Ailesh seraya memberikan kantongan kertas dari Aidan kepada Deo, “Terimakasih sudah berjuang,”

“ASAAA!!! THANK YOU THANK YOU,” ucap Deo dengan suara gembira seraya menggoyangkan kantongan tersebut,

“Kata eyangki sama eyang putri sih berbagi itu indah, ye gak ay?” ucap Edhan seraya menyenggol pundak dari kembarannya yang berada disampingnya,

“Betul betul, lagian ya itu 500ml kalo lu makan semua, otak lu makin beku pasti,”

“Iya ntar jadi makin gak bisa mikir,” Affandra menimpali ucapan Aydhan, dan langsung dihadiahi pukulan kecil dikepalanya oleh Domicia,

“Kalo ngomong sembarangan aja,”

Dan mereka semuapun menghabiskan makan malam mereka seraya bercerita tentang kegiatan mereka masing masing, terkecuali para anak tertua yang menyimpan cerita mereka dengan diri sendiri.

second chapt.- —

Dayana memasukkan handphone yang sedari tadi ia genggam kedalam sakunya, setelah memantapkan dirinya, ia bergegas berjalan kearah yang sedari tadi ia terus pastikan kalau pilihannya ini benar,

Dayana berdehem sebentar, mengakibatkan seseorang didepannya mengalihkan pandangannya, “Sorry Nesh, kalau gue jadi sok deket gini, tapi gue boleh minta tolong gak?”

Avanesh langsung menaikkan satu alisnya menandakan meminta penjelasan lebih dari lawan bicara didepannya ini,

Dayana menghela napasnya menimbangnya lagi, pasalnya memang orang didepannya ini terkenal dengan keketusan dan kedinginannya apabila dengan orang yang tidak terlalu dekat dengannya, “Gini Nesh, jadi didepan gerbang itu ada beberapa orang yang gue lagi hindarin, dan tadi gue harusnya pulang sama Kay sebenernya, tapi gue mikir gak mungkin banget gitu loh, karena gue takut orang ini ngikutin gitu, kan gue cewek juga kan berdua, jadi-”

“Intinya lo mau minta tolong apa? Gausah kebanyakan prolog, mau gue anterin sampe ke rumah lo? Atau cuman sampe menghindar sama orang-orang itu?” Avanesh memotong ucapan Dayana yang menurutnya terlalu panjang dengan nada ketus,

“Tolong ant-” ucapan Dayana terputus dengan kedatangan seseorang yang sedikit mirip dengan orang didepannya, dengan napas tersenggalnya dan dahinya yang sedikit berkeringat,

“Hah hah akhirnya anjir, ketemu nih kalung, Nesh.” Ailesh mengucapkannya seraya mengangkat kalung yang ia genggam, “Loh Day? Belum pulang?” ucapnya lagi ketika melihat sosok perempuan yang berada disamping kembarannya itu,

Dayana langsung menggelengkan kepalanya kala tersadar dari lamunannya karena melihat kalung yang dibawa oleh Ailesh, “Eh itu tadi... jadi tuh,” ucapannya terpotong kembali dengan Avanesh yang berdiri dari bangkunya, dan berlalu melewati Dayana dan Ailesh,

“Buruan kalau mau bareng, supir gue sama Ailesh udah nungguin,”

“Loh? Bareng? Kenapa?” Ailesh bertanya kepada Dayana dengan muka sedikit terkejutnya dan napasnya yang masih tersenggal,

“Ceritanya dimobil aja Lesh, gue laper,”

Ailesh yang medengar itu langsung menggelengkan kepalanya melihat respon dari kembarannya itu, “Sorry ya Day, emang agak sinting dia mah, ayo deh buru, keburu makin kaya singa dia tuh,”

Dayana dan Aileshpun langsung menyusul Avanesh yang sudah lebih dulu berada didepan mereka beberapa langkah.

first chapt.- —

Dayana terus berusaha mengalihkan pandangannya kearah lain yang bertolak belakang dari seorang pria dengan topi hitam dan jaket kulit hitamnya yang sesekali mencuri pandang kepadanya, “Woy! Aernya ngucur mulu itu, lo kenapa sih? Kaya gak nyaman gitu?” ucap Gio saat ia menghampiri Dayana yang sedang membersihkan gelas pribadinya untuk minum selama di Cafe,

Dayana menengokkan kepalanya ke arah yang sedari tadi ia hindari, “Gue gak nyaman sumpah mas, dari tadi itu orang ngeliatin gue mulu,” Dayana mengucapkannya dengan sedikit lesu,

The one with black cap and wearing the black leather jacket kan? Dari pas mesen dimeja kasir dia juga ngeliatin lo terus. Yaudah santai, gausah diladenin, ada gue ini,” ujar Gio dengan nadanya yang sengaja dibuat sombong dengan sambil membusungkan dadanya, yang langsung dipukul pelan oleh Dayana, “Sakit anjir Day, bener-bener lu ye,” ucap Gio lagi seraya berlalu kearah tempatnya tadi,

Dayanapun segera melanjutkan pekerjaannya, seraya mencoba menghilangkan pikiran jeleknya tentang pria yang sedari tadi memperhatikannya.


“ALESH PULANGG!!” teriak Ailesh ketika kakinya sudah menginjak pelataran ruang tamu rumah besar keluarganya ini, “Loh kok mas Affan udah pulang? Sendiri? Mas Deonya mana?” tanya Ailesh ketika melihat Affandra sedang duduk dimeja makan dengan buku novel “Dunia Sophie” yang baru ia temukan ditumpukkan buku novel milik mendiang Eyang Putri mereka,

Affandra tidak memalingkan matanya dari buku novelnya, hanya menunjukkan bagian lantai atas rumah mereka dengan telunjukknya,

“Beneran disidang dia mas sama mas Rama?” suara Avanesh yang kini bertanya kepada Affandra seraya membuka dasi sekolahnya, Affandra hanya mengedikkan bahunya

“Aww!!” Ailesh mengaduh seraya mengusap tangan kanannya yang hendak mengambil pisang goreng yang berada didepan Affandra, “Cuci tangan dulu, lagian kebiasaan deh, yang ada tuh bersih-bersih dulu baru ke meja makan, bisa kan?” ucap Affandra dengan tatapan tajamnya kearah Ailesh, yang sukses membuat Ailesh mencebikkan bibirnya tanda tak sukanya,

“Ada apa sih ribut mulu?” suara bariton laki-laki dari arah pintu masuk sukses membuat ketiganya mengalihkan pandangannya,

“LAH?! Mas Byan? Beneran balik lu?” tanya Affandra dengan wajah terkejutnya

“Alesh kira bercanda,” Alesh mengucapkannya seraya mengambil tasnya yang berada disofa ruang keluarga,

“Sama kirain Anesh juga bercanda mas,” ucap Anesh sebelum berlalu menaiki tangga kearah kamarnya,

Byantara menggelengkan kepalanya, seraya mengusap puncak kepala Ailesh lalu melakukan hal yang sama kepada Affandra dan menaruh 3 tas kain berwarna coklat diatas meja makan, “Tolong kasih ini kebawah ya Fan,” ucap Byantara seraya memberikan satu kain berwarna coklat, yang langsung dibalas anggukan oleh Affandra,

“Buruan bersih-bersih keburu greentea latte Alesh diambil sama yang lain,” ucapan Byantara sukses membuat Ailesh langsung bergerak kearah kamarnya,

“Yuhuu!! Ayii pulang~ lah mas Byan udah sampe aja?” ucap Aidan seraya mendudukan dirinya diatas sofa ruang keluarga itu,

“WIDIIII STARBUCKK!!! Cakep bener dah mas yang satu ini,” Arvel langsung menghampiri Byantara yang sedang memakan red velvetnya diatas meja makan,

“Arvel bersih bersih dulu, kebiasaan banget sih lu,” suara dari kembarannya yang sudah berada dilantai atas sukses membuat Arvel menghentikan gerakannya,

“Iye iye ini jalan nih kekamar,” Arvel langsung menggeretkan kakinya dengan berat hati, “CARAMELL MACHIATO DUA PUNYA ARVEL SAMA CIA YA!!”

Suara teriakan Arvel sukses membuat Rama yang baru keluar dari ruang kerjanya bersama Deo mengglengkan kepalanya, “Jangan diulangi. Inget. Gak ada mobil buat 2 minggu ini, sebelum jam 6 sudah harus dirumah,” ucapan tegas Rama hanya dibalas anggukan oleh Deo,

“Loh Dav? Kok lo pulang??” tanya Rama dengan heran,

Daven menatap tajam kearah Rama, “Gue ga pulang salah, gue pulang salah, aneh ini keluarga,” ucapnya sambil menyeruput Americanonya,

“Tuh pesenan lo semua ada disitu,” ucap Daven menunjuk beberapa papper bag dengan logo brand ternama berada diatasnya,

“ASIK!! Sepatu gue yuhuu,” ucap Deo kembali riang setelah tadi mukanya sempat muram karena sehabis diberi wejangan oleh Rama,

Rama yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya, ia mengambil minumannya yang memang ia pesan kepada Byantara tadi,

“Lah mas Daven kok pulang,”

Dan ucapan Daven tadi yang ia tujukan kepada Rama kembali ia ucapkan lagi kepada kedua adik kembarnya yang sedang menuruni tangga dengan piyama satin mereka.

yang penting kamu.

Dovian Yudhatara atau yang biasa disapa dengan Doy ini masuk kedalam apartementnya dengan tergesa setelah mendapatkan pesan singkat dari kekasihnya yang menyatakan kekasihnya itu sedang mimisan,

“Ay? Danaya?” seru Doy seraya mencari dibeberapa tempat yang biasanya kekasihnya singgahi diapartementnya,

“Ay?” Doy menyebut nama kekasihnya lagi seraya menyembulkan juga kepalanya kedalam kamarnya seraya memalingkan wajahnya mencari kekasihnya itu,

Danaya Artira atau lebih akrab dipanggil Aya ini, keluar dari kamar mandi yang berada didalam kamar itu seraya membawa tempat tisu ditangan kanannya, “Doyiee,” ucap Aya dengan wajah memelasnya ketika melihat kekasihnya berdiri diambang pintu,

Doy menghampiri gadisnya itu, lalu mengusap puncak kepalanya dengan lembut, “Pusing gak?” ucapnya seraya menatap wajah kekasihnya itu yang masih sibuk memegang tisu yang ada dihidungnya,

Aya hanya bisa menganggukan kepalanya, “Tapi gak terlalu pusing banget kok, bisa minum obat dulu,”

Doy menghela nafasnya, setelah 3 tahun menjalin hubungan dengan kekasihnya ini, ia sudah sangat hapal dengan tabiat kekasihnya, “Iya ngerti, tapi kamu belum makan kan?” Doy segera menarik pelan kekasihnya itu agar dapat duduk dipinggiran tempat tidur king sizenya, “Makan dulu ya? Baru ketemu Mami,”

“Tap-” ucapan Aya segera dipotong oleh gelengan kepala oleh Doy, menandakan kalimat lelakinya itu tidak bisa ia bantah,

“Sedikit aja Ay, seenggaknya bisa minum obat dulu, kalau Mami tau kamu abis mimisan terus gak aku suruh buru-buru makan, yang kena gorok Mami juga aku Ay, ya?” ucapnya seraya menatap mata kekasihnya itu dengan lembut, dengan tangan yang masih setia mengusap surai kecoklatan milik kekasihnya,

Aya hanya bisa mengangguk jika Doy sudah seperti ini, kekasihnya ini memang jika sudah mengatakan a ya harus a tidak b ataupun c.

Doy tersenyum lalu mengacak gemas surai kecoklatan Aya yang dipucuk kepalanya, lalu mencium kening Aya dengan singkat, “Aku siapin dulu yaa makanannya,”

“Ih aku aja,”

“Ay...” Doy mengucapkannya dengan wajah yang ia panglingkan kearah Aya dengan tatapan sama dengannya tadi, mengisyaratkan tidak ada bantahan untuk ucapannya,

“Masa kamu yang nyiapin sih,”

“Mau aku atau kamu yang nyiapin sama aja kan Ay, yang penting kamu makan, yang penting kamu kenyang terus minum obat, ya kan?” Doy langsung meninggalkan Aya yang masih terdiam terduduk dipinggiran tempat tidur.

Yang penting kamu, Kata-kata itu selalu berhasil membuat Aya tertegun, kata-kata itu yang selalu lelakinya ucapkan kepadanya, tetapi kata-kata itu pula yang berhasil membuatnya merasa terlihat dikehidupan orang lain setelah 15 tahun ia tidak merasakan itu,

“Danaya kamu lagi ngapain sih?” teriakan Doy sukses membuat lamunan Aya buyar seketika,

“Apaa?” ucap Aya ketika sudah berada diambang pintu yang memang langsung bisa melihat kearah dapur apartement itu,

“Kamu abis ngapain si? Dari tadi Ay aku panggilin, gak nyaut kamu tuh,” ucap Doy membelakangi Aya,

“Yaudah ih gausah marah-marah kenapa sih, maap,” Aya dan Doy memang terbiasa saling sungut jika salah satunya sudah terdengar memakai nada yang terdengar sedikit ngegas.

Doy langsung membalikan tubuhnya menghadap Aya, menghela nafasnya, “Kamu abis ngapain aku tanya,”

“Bengong” ucapan Aya sukses membuat Doy mengerjapkan matanya tanda tak percaya lalu mengusap wajahnya dengan kasar,

“Bisa cepet tua Ay aku kalo selamanya sama kamu,”

“Ya yaudah gausah sama aku lah,”

Doy langsung membalikan tubuhnya kembali menghadap Aya dengan cepat dan menatapnya tajam, “Coba sini ngomong sekali lagi, aku sambelin mulut mu Ay,”

“Ya kan kamu yang ngomong duluan,”

Dan siang mereka kembali dihiasi dengan perdebatan kecil mereka yang justru membuat hubungan mereka semakin erat.

[recording day – last]

Alvaro menekan tombol merah yang berfungsi menyambungkan suara dari control room kedalam studio rekaman, “Jar bait yang tadi coba kata You nya itu agak lebih diteken lagi ya,” Fajar yang diajak bicara didalam langsung mengacungkan jempolnya tanda mengerti,

Baskara menekan tombol merah itu lagi, “Jar, setelah itu coba jangan pake falsetto ya, coba pake suara asli aja,”

“Pake tenaga dalem Jar,” ucap Harvey yang langsung ditoyor kepalanya oleh Umin, membuat yang lainnya tertawa,

Setelah Fajar mengulang lagi, dan sudah mendapatkan approval oleh member yang lain yang berada di ruangan berbeda dengannya, Fajar langsung keluar dari ruangan rekaman, “Sini lu Pe, sini,” ucap Fajar seraya menggerakkan tangannya,

Harvey yang merasakan ancaman langsung kabur kedalam studio rekaman karena memang sudah waktunya ia yang mendapat giliran, “Rekaman dulu ya Jar,” ucapnya seraya menampilkan senyum giginya didepan Fajar,

“Kita pake yang rekaman pertama ya, Pe,” ucapan Zhao langsung dibalas anggukan oleh Harvey dan iapun langsung keluar

“Jar ampun Jar sumpah ARGHHH anjing,” teriak Harvey ketika mendapat sebuah tabokan dipunggungnya oleh Fajar, “Demi alek tabokan lu pedes banget anjay,”

Setelah Edgar menyelesaikan rekamannya kini Devano yang kedalam ruang rekaman, ia melantunkan semua lirik yang memang ia ciptakan untuk Zhao seraya menatap Zhao dari balik kaca hitam yang membatasi ruangan rekaman dengan control room, “Dah udah bagus, tapi tolong dikurangin cringenya ya, ini kaki kembaran gue dari tadi blingsatan kaya cacing,” ucap Arwira kepada Devano, yang langsung dihadiahi pukulan keras dipunggungnya,

“Nih ya siap-siap ya, 1 2-” ucap Harvey dan Jaffar, setelah akhirnya dipotong oleh Devano, “I love you Arzhao Luna,” ucapnya dari dalam ruangan rekaman,

Darrel menggenggam tangan Alvaro dan Rino dengan kedua tangannya, “Dengan ini saya nyatakan, bahwa tanggung jawab saya sebagai manager saya alihkan-” ucapannya terputus ketika genggaman tangannya juga ikut dilepaskan oleh Alvaro dan Rino, “Sumpah ya tolong lah tolong ini mah, gue belum ngerasain namanya kawin jangan bikin gue mati duluan,”

“Mati sih enggak, sekarat paling bang,” Bernando langsung diberi tatapan tajam oleh Darrel dan ia pun langsung menampilkan senyuman giginya,

Jaffar menutup pintu yang membatasi antara studio rekaman dengan control roomnya, ia menjadi orang terakhir hari ini yang melakukan rekaman,

“Abis ini apa?” tanya Fajar seraya melepas headphone yang ia pakai setelah ia mendengarkan lagi rekamannya yang baru saja,

“Briefing buat besok kan?”

“Besok mau dimana sih?” Edgar menengokkan kepalanya ke arah Marcello yang sedang mengobrol dengan Alvaro dan Zhao guna berdiskusi perihal rekaman tadi,

“Ikut aja udah, pokoknya udah ngumpul dibasecamp jam 5 pagi,” ucap Marcello ketika ia merasakan Edgar bertanya kepadanya,

“Ah anjir nginep aja lah gue,” ucap Harvey yang langsung disetujui oleh Jaffar dan Bernando,

“Gue juga ah, takut gak bangun anjir, kalo disini kan ada kak Zhao ya? Atau gak mas Arka,” ucap Jaffar kepada Zhao,

“Lah kan gue gak shooting?” ucap Zhao kepada Jaffar yang langsung dibalas dengan ekspresi sedih oleh Jaffar,

“Lah lo gak ngajak kak Zhao bang?” kini Bernando yang bersuara bertanya kepada Devano,

Devano menggelengkan kepalanya, “Dia disini mau nyelesaiin lagu b-side,”

“Udah besok gue yang bangunin,”

“HALLO SEMUAA!!” Suara tinggi Harvey membuat semua orang yang berada disana menengok kearahnya yang sedang membenarkan posisi handphone khusus social media milik Drea itu,

Darrel yang melihat itu langsung memelototkan matanya, mengisyaratkan tanya kepada Harvey yang langsung dibalas cengiran olehnya, inilah kebiasaan anak Drea yang terkadang membuat dirinya lelah dan pasrah, mereka terkadang kurang berkoordinasi kepadanya tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa,

“Oke sekarang kita panggil bintang tamu kita, Marcello!!! Wohooo,” ucap Harvey yang langsung menarik paksa Marcello,

“Baju gue sobek anying,” ucap Marcello kepada Harvey tetapi tidak dihiraukan oleh Harvey,

“Pe! Spoiler dong,”

“Pe! Ada apa sih nanti Pe,”

Suara Edgar serta Devano yang terus mengucapkan kata tersebut menjadi backsound dari siaran langsung yang dilakukan Harvey di media sosial instagram official Drea itu,

“Oke! karena jadi pada penasaran gara-gara kedua monkey dibelakang saya saling saut-sautan maka saya akan bilang kalau nanti bakalan ada cover song dari salah satu anggota Drea, pokoknya tungguin aja,”

Marcello membaca komentar yang langsung menyerbu dikolom komentar siaran langsung itu, “Cover songnya bakal dimana kak?”

Fajar mendekat kearah Harvey dan Marcello, “Pokoknya nanti kalo udah keupload jangan lupa like, komen dan subscribe yaa, sama kasih juga ke orang-orang,”

Harvey yang mendengar itu hanya bisa memperagakan ucapan Fajar seakan ia mendubbingnya,

“Udah hampir 40 menit itu, udahan udahan, mo makan” ucap Marcello kepada Harvey,

“Okey guys karena kita sudah ditunggu oleh banyak orang,” Harvey memegang tripod yang berada didepannya, “Tuh lihat manusia manusia kelaparan,” ucapnya seraya memutarkan handphonenya dan memperlihatkan suasana studio,

“Terakhir dari Harvey Marcello Time, pokoknya tungguin full album pertama kita, karena jujur kalau gue jadi kalian gue bakal seneng dan kaget sih, terus juga tungguin konten cover song kita karena menujur rilis kayanya kita bakal balik lagi ke segment akun sosial media kita seperti biasa “Drea Cover Week” masih pada inget kan? Nah DCW bakalan balik lagi nemenin kalian mau itu diinstagram yang biasanya gak pake clip video ala-ala gitu, ataupun versi niatnya diyoutube, DAN! yang lebih serunya DCW kali ini kayanya kita bakal ngelibatin beberapa orang diteam yang bakalan featuring sama kita, ihiy bakalan seru banget gak sih?” ucap Harvey lalu genjrengan gitar dari Marcello membuat kolom komentar mereka ikut ramai pula,

“Seperti biasa kalau setelah live pasti ada song cover singkat dari kita, jadi let's get it,” ucap Marcello seraya menggenjrengkan gitarnya lagi,

“Justin Bieber – Love yourself” Harveypun mulai menyanyikan bait demi bait lirik lagu Justin Bieber dengan ditemani oleh beberapa suara dari Alvaro, Zhao, Varino, Arwira, Baskara, Bernando, Devano dan Edgar secara bergantian atau terkadang berbarengan mengikuti alunan suara Harvey.

dekap.

Setelah memasukkan kode kombinasi yang sudah dihapalnya diluar kepala, Zhao langsung memasukki apartement tersebut, bau khas maskulin dari pemiliknya langsung tercium pada indra penciumannya, dilihatnya ruangan yang terdapat sofa berwarna hitam beserta tv dan beberapa console games yang masih belum tertata rapih didepannya, ia menaruh tas kain yang dibawanya, yang didalamnya berisi makan siang untuk sang pemilik apartement tersebut,

Beberapa kali Zhao telah mengetuk pintu coklat tua didepannya tetapi tidak ada sautan suara apapun dari dalam, “Dev?” Zhao menelusukkan kepalanya sedikit kedalam ruangan tersebut seraya melihat sekeliling ruangan didalamnya, ia melihat gorden putih tipis yang menutupi pintu balkon berkibar-kibar karena angin yang meniupnya menandakan pintu yang ditutupinya sedang terbuka,

“Dev?” ucapnya lagi ketika Zhao berhasil menemukan orang yang memang ia cari sedari tadi,

“Haiii,” sapa Zhao lagi dengan suara lembutnya seraya mengusap punggung laki-laki yang sedang terduduk membelakanginya,

Dia melukis lagi batin Zhao saat ia melihat beberapa cat lukis yang telah terpakai dan kanvas putih yang telah terhias beberapa warna indah,

Devano sedikit terkejut ketika merasakan usapan lembut dipunggungnya, ia langsung menampilkan senyumnya dengan lembut ketika ia melihat wajah orang yang memang ditunggunya sedari tadi, “Udah dari tadi ya?” pertanyaan Devano langsung dibalas anggukkan kepala oleh Zhao,

“Kamu pasti belum makan ya” ucap Zhao langsung menebaknya, pasalnya ia sudah terlalu hapal dengan kebiasaan kekasihnya ini, jika sedang banyak pikiran seperti sekarang ini, pasti kekasihnya ini akan melukis hingga tidak mempedulikan hal lain, “Kita makan dulu yuk, aku udah bawain sup sapo tahu buatan mas Arkan hehe,” Zhao terkekeh sehingga membuat Devanopun ikut tersenyum lalu mengikuti langkah Zhao masuk kedalam apartementnya seraya membawa alat lukisnya juga,

Selesai membereskan bekas makanannya dengan Devano tadi, Zhao langsung melirik jam tangannya yang masih menunjukkan jam 2 siang, ia lalu langsung bergabung dengan kekasihnya yang masih meneruskan lukisannya ditemani oleh suara sezairi melantunkan lagu it's you miliknya,

Zhao menghampiri Devano, mengambil alih tangan Devano yang sedang memegang kuasnya dan menaruh kuas lukisnya itu, menarik Devano untuk berdiri, setelah dirasa lagu akan sampai pada reffnya, ia membawa tubuh lelaki itu mengikuti alunan lagu,

Devano menatap kearah mata hazel milik Zhao dengan dalam, ia sangat tau apa yang ingin dilakukan gadisnya ini, setelah dirasa suara sezairi melantunkan reff lagunya, ia memangkas jaraknya dengan gadisnya itu, merangkul pinggang gadisnya dengan erat, menelusupkan kepalanya kelengkungan leher milik Zhao, menghirup dengan dalam wangi floral bercampur woody dan musk yang menempel ditubuh yang sedang didekapnya,

So take my hands up, seen me 'Cause you've made me Into this man I promise I'll treasure you girl You're all that I've needed Completing my world

Wajahnya semakin tenggelam kedalam dekapan lengkungan leher milik gadisnya itu, seraya semakin mengeratkan pelukan kedua tangannya yang berada dipinggang gadisnya,

You, you're my love, my life, my beginning And I'm just so stumped I got you Girl, you are the piece of me missing Remember it now

Devano menggumamkan lirik yang mengalun memenuhi seisi ruangan dengan kepalanya yang masih berada diposisinya yang berada diceruk leher milik Zhao, ia mencium pundak Zhao, menengadahkan kepalanya, lalu menangkup kepala gadis dihadapannya itu dengan kedua tangannya, kembali menatap mata hazel milik sang gadis dengan dalam,

All the times I've been alone, shown me the way Let me hear, let me hold mine

Devano ikut melantunkan lirik yang terdengar, seraya masih menatap kedua mata hazel dihadapannya dengan semakin dalam,

Through that door straight to you You're my love, my life, my beginning It's you

Ia tersenyum dengan lembut, lalu mencium pucuk kepala Zhao, dan kembali mendekap hangat tubuh milik gadisnya itu, lalu kembali menenggelamkan kepalanya kedalam ceruk leher sang gadis, seraya masih menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan lagu yang masih menemani keduanya,

Zhao merasakan dekapan Devano semakin erat, dan lelaki yang mendekapnya ini semakin tenggelam disisi cerukan lehernya, dan semakin lama ia merasakan lehernya terasa basah oleh air, dan ia sangat paham, jika kekasihnya itu sedang menangis didalam dekapannya, dan didukung pula dengan punggungnya yang semakin naik turun, diusapnya dengan lembut punggung kekasihnya seraya ikut mencium pundak kekasihnya, menyalurkan rasa tenang dan sayangnya kepada lelaki itu.

Seperkian menit keduanya masih mendekap satu sama lain, hingga Devano sudah merasa sedikit tenang, ia lalu menengadahkan kepalanya, menatap lekat kearah kedua mata Zhao seraya senyumnya yang perlahan mengembang dengan lembut, “How can I desserve your beautiful soul, Wo?” ucap Devano dengan lembut dan diakhiri dengan kekehannya, yang membuat Zhao ikut terkekeh pula,

It's because you're the beautiful one too?” ucapan Zhao itupun sukses membuat mereka tertawa seraya Devano kembali mendekap hangat gadisnya itu dengan erat,

tiba-tiba dering handphone milik Devano terdengar mengintrupsi kehangatan mereka,

“Apa sih, Pe?” Devano langsung menjawab telfon yang baru saja masuk tadi setelah melihat siapa yang menelfonnya,

“Hah?” ucapnya dengan nada terkejut lalu langsung mengangkat pergelangan tangan kiri milik Zhao yang terdapat jam tangan hitam pemberiannya itu, “Hahaha iyaiya ini gue otw elah, iye sama Awo nying, pada mau nitip apa?”

Devano masih mendengarkan ucapan Harvey disebrang telfon, dengan tangan kanannya yang masih setia mendekap pinggang Zhao dengan erat seraya sesekali ia menengokkan kepalanya kearah Zhao dan tersenyum,

Setelah telfonnya ditutup oleh Harvey iapun langsung mengecup pucuk kepala Zhao, “Kuy gak? kuy lah, masa enggak haha,” ucap Devano membuat ia dan Zhao tertawa dan bersiap pergi.

[recording day]

Edgar keluar dari recording room, ruang kecil yang berada didalam studio itu seraya meneguk minuman yang dibawanya, “Ac dalem agak gaenak dah,”

“Kurang ibadah itu mah lunya,” ucapan Harvey langsung dibalas lemparan botol yang tepat mengenai kepalanya,

Harvey mengaduh seraya berusaha mencari botol yang tadi dilempar kearahnya, “Udah udah ah, ayo meeting kebawah langsung,”

Beberapa orang yang berada distudio rekamanpun langsung bergabung kelantai bawah tempat biasa mereka melakukan meeting besar yang melibatkan seluruh crew dari Band Drea,

Penggambaran studio rekaman atau mereka lebih sering menyebutnya basecamp ini memang dimiliki secara pribadi oleh Arzhao dan Arwira, studio rekamannya memang cukup unik lantaran sebenarnya ini adalah sebuah rumah dengan 3 lantai. Pada halaman depan terdapat taman kecil khas rumah yang biasanya berada disebuah komplek dengan garasi yang terkonek dengan dapur kotor, lalu masuk kedalamnya, dilantai satu terdapat 8 kamar dengan masing-masing kamar mandi didalamnya, serta 2 kamar mandi luar, ruang tamu, dapur yang terbagi dua bersih dan kotor, lalu ada ruang keluarga, dan halaman belakang. Sedangkan dilantai 2 ada 7 kamar, dengan 1 ruangan luas hasil penggabungan 3 kamar dijadikan satu dan sisa kamar yang lainnya dikhususkan untuk Arzhao dan Arwira atau untuk kakak dan adiknya jika mereka datang ke Indonesia, yang terakhir lantai 3 hanya diisi dengan rooftop yang tersedia 2 bale kecil dan tempat cucian serta jemuran baju.

Rumah ini memang telah dibeli dan diperuntukan untuk Arzhao dan Arwira dari kakak tertuanya, tetapi mereka berdua manfaatkan untuk studio serta tempat kos yang hanya mereka sewakan kepada crew dari Band Drea. Sedangkan mereka lebih memilih tinggal diApartement, walaupun sesekali mereka menginap disana kala pekerjaan mereka sedang menumpuk

“Cah! gimana gimana?” ucap Aaron, selaku kepala creative team dari Band Drea,

“Ini gue gak ikutan gapapa kan? Mau jemput mba pacar,” ucap Harvey seraya memakai jaketnya,

“Halah mba pacar mba pacar, ditembak aja belom,” Bernand mengucapkannya dengan nada meledek kearah Harvey yang langsung dibalas dengan tatapan tajam oleh siempunya,

“Gue sekalian beli makan deh bang, geprek aja ya?” Marcello langsung berdiri dari duduknya dan mengambil dompet, ucapannya itu langsung disetujui oleh semua anggota crew Band Drea, pasalnya memang itu adalah menu favorit para crew sekaligus paling mudah juga,

Darrel mendata terlebih dahulu pesanan yang akan dibeli oleh Marcello, menulis satu persatu request yang diminta,

“Buset dah neng Yerin yakin level 5?” ucap Tavian kepada Yerin, crew magang yang baru bergabung,

“Pedes banget loh Yer ini,” ucap Inggrit kepada Yerin yang langsung membuat Yerin berpikir lagi,

“Yaudah deh, 4 aja kalau gitu bang Darrel,” ucap Yerin yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Darrel,

Baskara yang melihat itu terkekeh, “Yeee bang Darrel jangan salting gitu dong sama dek Yerin,”

Ucapan Baskara langsung dibalas pukulan keras dibahunya oleh Darrel yang membuat semua orang diruangan itu tertawa, “Oiya lupa anjir, kenalin ini Yerin, anak magang gue, terus ini Jovanka, yang bakal gabung gantiin Hani, tapi masih probation ya?” yang langsung dibalas anggukan oleh Jovanka

“Loh mba katanya dua-duanya magang?” tanya Zhao bingung kepada Inggrit, membuat semua pasang mata juga mengarah kepada Inggrit

Inggrit terkekeh salah tingkah sebentar, “Hehehe salah sebut, tadi gak fokus soalnya,”

“Makanya neng Inggrit jangan kebucinan mulu,” Chen yang sedari tadi diam akhirnya bersuara, yang langsung ditatap tajam oleh kedua pasang mata, Inggrit dan Satria.

“Dah ini Cell, jalan sana.” Darrel memberikan kertas yang tadi ia pakai untuk mendata, serta uang pecahan 100ribu sebanyak 2 lembar,

Seluruh orang yang berada diruangan itu terdiam seraya berpikir solusi yang sedang mereka bahas, Alvaro selaku ketua dari kepala team yang akhirnya tadi terpilih juga ikut memutar otaknya,

“Hmm gimana kalo bikin event makan lagi aja tapi makan malam, nah nanti jadi sekalian fansign ala-ala gitu gak sih?” ucap Fajar memberikan idenya,

“Boleh tuh, tapi ya limited juga, dan kita mesti siap buat ngadain itu di beberapa kota,” ucap Jordhan selaku kepala social media team,

“2 atau 3 hari lagi udah ada team PR sih, jadi mungkin nanti mereka bisa cari sponsor buat ini, nanti dibantu gue paling, soalnya Yendri kan ngurusin design album sama shooting music video kan?”

“ANJIR!” suara umpatan Jaffar yang cukup keras, membuat seluruh pasang mata menatapnya,

Jaffar menutup mulutnya, karena tersadar suaranya terlalu keras sehingga mengganggu para crewnya yang sedang berdiskusi “Hehe sorry sorry,” ucap Jaffar sambil menampilkan senyum giginya dengan salah tingkah,

Darrel menggelengkan kepalanya, “Bayi bayi, pokoknya apapun yang buat lo sampe gitu ditahan dulu ya,” ucap Darrel lalu menghela nafasnya,

“Sabar bro sabar,” Edgar mengusap punggung Darrel sambil terkekeh sedikit karena melihat reaksi dari managernya ini,

Alvaropun ikut terkekeh melihat kejadian itu, “Oke, untuk album jadinya gimana deh, Rel?”

“Untuk album fix kaya yang kemarin dibicarain sampai detailnya juga sama persis kaya kemarin,”

“Itu nanti kaya mini album sebelumnya kan? Yang 100 album tanda tangan?”

“Iya itu sebelum announce fansign yaa, tapi katanya sih 2 nama pemesan gitu, jadi kaya misalkan Zhao nih mesen atas nama Zhao 150pcs terus ada lagi atas nama Sarah misalkan 100pcs nah 2 nama itu yang dapet gitu,” ucap Darrel menjelaskan, yang langsung dibalas anggukan oleh crew,

Pembahasan para crewpun berlanjut hingga kepemotretan untuk album, pemilihan final sampul dan bahannya, hingga ke dress code dan konsep yang akan mereka kenakan saat pembuatan musik video dan pemotretan,

“Apa tadi yang buat lo heboh J?” tanya Darrel kepada Jaffar yang sedang tertawa dengan Bernand,

Jaffar mengalihkan pandangannya kepada Darrel, “Itu tad-”

“AIR PANAS AIR PANAS AIR PANAS,” teriakan suara dari Harvey yang baru sampai memotong ucapan yang ingin Jaffar lontarkan,

“Nah ini dia mas Ape, jagoan kita dari bojong gede, tepuk tangan semuanya” ucap Devano seraya bertepuk tangan, yang diikuti oleh seluruh anggota band Drea, kecuali Marcello,

“Makasih makasih makasih,” Harvey mengucapkannya seraya melambaikan kedua tangannya yang penuh dengan kantong plastik berisi kotak kerdus makanan,

Beberapa orang hanya menggelengkan kepalanya, “Apalagi sih aksinya nih bocah demit?” ucap Mahendra kearah anggota Band Drea,

“Masuk base kampus gue sekarang,” Jaffar menunjukkan layar handphonenya yang masih menampilkan halaman base kampusnya itu,

“Oalah masuk base kampus doang,” ucap Satria lalu berpikir sebentar, “LAH! anying, kan lu udah lulus dari tahun lalu pe?” ucapnya lagi

Darrel menggelengkan kepalanya, “Lagian kan kampus lu sama kampusnya si Jaffar beda Pe, ada apaan lagi si Pe?”

Harvey yang menjadi sasaran hanya menyunggingkan senyum giginya kepada semua orang yang sedang menatapnya penuh tanya, “Jadi gini sob...” Harvey menceritakan semua yang dipermasalahkannya kepada anggota crewnya itu,

Mereka yang memang mendengarkanpun mengangguk mengerti dan memahami situasi Harvey,

“Awas lo ya sampe tiba-tiba lo minta publish hubungan,”

“Cih, apanya yang mau dipublish sih bang, hubungannya aja ga ada,” Edgar langsung dihadiahi lemparan bantal yang berada disofa tepat diatas mukanya,

“HARVEY ANJING KENA GUE!! ITU BANTALNYA BASAH ANYING KESIRAM ES TEH TADI!!” teriak Fajar dengan muka kesalnya yang langsung berdiri dan menghampiri Harvey, membuat pertunjukan tom and jerry dari Drea Band, tayang kembali ditengah para crew yang sibuk mengambil makanan mereka dari Marcello seraya melihat aksi keduanya sambil tertawa dan menggelengkan kepala mereka.

decided, dive into you.

-

Alvaro memakai masker dan beanienya guna menyamarkan penampilannya dari para media yang telah menunggunya diluar pintu bandara itu, “Shit mereka ngapain disini sih Do?” umpat kesal Alvaro sedikit berbisik kepada Dovi manager sekaligus sahabatnya itu, yang hanya menjawab pertanyaannya dengan mengangkat kedua bahunya,

Alvaro Gerald Adjie atau yang biasanya hanya disapa Varo saja oleh beberapa orang terdekatnya ini adalah seorang model sekaligus enterpreneur muda yang banyak digandrungi oleh masyarakat itu, bagaimana tidak, perawakannya yang memiliki tinggi 180cm ini dilengkapi dengan badan yang tegap dan atletis dihiasi beberapa bagian otot dilengannya dan tubuh yang tercetak keenam kotak diperutnya itu serta wajah yang sangat rupawan hasil darah blasteran orang tuanya ini, berhasil membuatnya meraih ketenaran dalam sekejap ketika mengawali karirnya menjadi model saat itu, sikapnya yang terlihat dingin dan susah tersentuh itu menjadi nilai tambah seorang Varo dimata para wanita pemujanya,

“Lo langsung ke apart nih?” ucap Dovi menengok kearah Varo disampingnya yang sedang sibuk mengirimkan pesan kepada seseorang itu,

Alvaro menganggukan kepalanya, “2 hari kedepan gue free kan?” ucapnya memastikan kepada managernya itu,

Dovi berdecih kearah Varo, “Cih, mau kangen-kangenan lo ya?” ucap Dovi yang langsung dibalas cengiran oleh Varo, “Kasih kepastian Varo, jangan celap celup doang kerjaan lo, ye gak Jun?” ucap Dovi seraya bertanya oleh Juna asistennya yang memang sudah ikut sejak awal oleh Dovi dan Varo, Juna yang ditanya seperti itu hanya mengangguk saja karena takut jika ia ikut campur,

-

Varo turun dari mobil yang membawanya dari bandara ke apartementnya itu, “Gue serius Var sama omongan gue yang masalah kepastian, it's been a year, isn't it? kalo lo terusan gak jelas gini, yakin deh gue si Areyta dipincut orang loh, emang lo mau?” ucapan Dovi terus terngiang dikepalanya kala ia berlalu menuju unit apartementnya, pasalnya ia sedikit takut akan kejadian jika Areyta, tetangga yang bisa dibilang with benefit itu pergi meninggalkannya apalagi jika harus dengan lelaki lain, ia tidak ingin membayangkannya, tapi kepastian? Memikirkan tentang cinta, kasih sayang atau apalah itu saja tidak pernah terbayang olehnya lagi, seakan dirinya mati didalam sana.

Varo tersadar dari lamunannya kala bunyi lift yang terbuka masuk kedalam indera pendengarannya, ia langsung berjalan menuju unit apartementnya, menekan beberapa angka, dan langsung memasuki apartementnya itu,

Varo mengedarkan pandangannya mencari wanita yang seharusnya sudah berada diapartementnya itu, pandangannya langsung terpaku pada pintu kaca yang terbuka yang membatasi antara area ruang tengah apartementnya dengan teras balkonnya itu, iapun langsung berjalan kearah balkon, lalu dilihatnya seorang wanita berbalut gaun tidur putihnya dilengkapi dengan outer rajut abu-abu miliknya itu,

Areyta atau biasa dipanggil oleh Varo menjadi Rey ini terkejut kala sepasang tangan melingkari pinggangnya dengan posesif seraya kecupan hangat dilehernya semakin terasa,

I'm home babe,” ucap suara bariton Varo, didepan ceruk leher Rey itu, “It's cold outside babe, kedalem aja yu,” ucap Varo lagi seraya masih terus mempererat dekapannya dipinggang Rey agar wanitanya ini tidak merasakan dinginnya malam kota bandung saat ini,

Rey membalikan tubuhnya menghadap kearah Varo mengalungkan kedua tangannya diantara leher lelaki itu, dilihatnya Varo yang masih dengan baju hitam yang dilapisi jaket kulit hitamnya serta celana jeans sedikit robek diarea lutut yang menjadi andalannya itu, dan tentunya beanie hitam serta kacamata berbingkai transparan persis seperti penampilannya difoto yang tadi Rey lihat diakun twitter fansnya Alvaro Gerald Adjie ini, “Cape ya?” Rey mengucapkannya seraya mendongakkan kepalanya dan membelai pipi dan rahang Varo yang berada sedikit diatas kepalanya,

Varo menggeleng lalu mengecup tangan yang sedari tadi memberikan kenyamanan dan suatu aliran lain padanya, dikecupnya singkat bibir manis wanita didepannya itu lalu tersenyum, membuat wanita itu ikut tersenyum juga,

Beberapa detik setelah menatap manik mata caramel wanitanya itu, Varo langsung melumat dengan lembut bibir manis yang selama beberapa hari ini ia rindukan, seraya mengeratkan kembali dekapan tangannya dipinggang wanitanya itu, lumatannya dibibir wanitanya kian menuntut dan dalam, seraya lidahnya yang kini telah bermain didalam rongga mulut wanitanya dan bermain degan lidah lainn didalam sana,

“Nghhh,” lenguhan terdengar diindera pendengeran Varo kala ia berhasil meremas kedua bongkahan yang berada dibawah pinggul wanitanya itu,

Kecupan bibir Varo semakin turun dan menjalar, kearea pipi lalu rahang dan terakhir mengabsen ceruk leher yang sedari tadi ia nikmati, lenguhan terdengar dari mulut Rey kala Varo menghisap area leher Rey yang berbatasan dengan tulang selangkanya dan membuatnya menjadi memerah disana,

Tangan kiri Varo berhasil masuk kebalik gaun tidur yang saat ini Rey pakai, membelai dengan lembut paha sebelah kiri wanitanya itu, lalu perlahan naik keatas mendekati area sensitif wanitanya yang masih terbalut kain penghalang yang wanitanya pakai itu, “You're already wet baby,” ucap Varo seraya mengelus bagian sensitif itu sambil matanya yang fokus menatap wajah Rey yang sedang mencetak jelas bahwa ia menikmati sentuhan Varo dibawah sana, “I want you to ride me, Rey,” suara bariton Varo serta hembusan nafas Varo didaerah telinganya membuat Rey semakin mabuk kepayang,

“Nghh Varhh,” lenguhan Rey terdengar kala ia juga merasakan jari tangan Varo sudah menyentuh area sensitifnya,

Kedua jari Varo berhasil ia masukkan kedalam lubang sensitif Rey, memberikan gerakan yang berhasil membuat Rey semakin meracau dengan gila, “Sst baby jangan keras-keras, kita masih dibalkon sayang,” ucap Varo ditelinga Rey lalu mengecup leher Rey lagi, seraya kedua jarinya yang masih bermain didalam lubang sensitif Rey dengan tempo yang ia sengaja pelankan,

“Nghh fasterhh Varo.... please-,” ucapan Rey terpotong oleh lumatan bibir Varo yang dibarengi oleh gerakan semakin cepat dari kedua jari Varo, yang membuat Rey semakin melenguh dan menekan kepala Varo semakin dekat agar pagutan mereka juga semakin dalam,

Bibir Varo digigit oleh Rey seraya kedua jarinya juga merasakan ada semburan cairan yang semakin membasahinya, “Kayanya bibir aku besok bakal bengkak sih ini,” ucap Varo kala pagutannya dengan Rey sudah ia lepas, Varo mengecup singkat bibir Rey lalu membawa tubuh wanita itu kedalam gendongannya dan membawanya keruang tengah apartementnya itu,

Varo menatap manik mata Rey yang sekarang telah berada dipangkuannya itu, membelai rambut sedikit kecoklatan Rey dan menyampirkan beberapa anak rambut ketelinga wanita itu, “Mau aku atau kamu?” Varo bertanya yang langsung membuat wanita didepannya itu tersipu dengan semburat merah muda dikedua pipinya,

Can I ride you tonight?” Pertanyaan itu sontak langsung membuat Varo mencium dan melumat bibir manis Rey, yang langsung membuat Rey membalas ciuman itu semakin menuntut,

Dibukanya kaos hitam miliknya serta outer dan gaun tidur putih yang Rey pakai saat itu, ditatapnya tubuh milik Rey yang masih terbalut beberapa kain yang menghalangi kedua area sensitif wanita itu, Varo tidak ingin berlama, ia langsung membuka kaitan dari bra yang dipakai oleh Rey, dan langsung mencicipi kedua gundukan yang berada dibaliknya,

“Nghshh Varhh,” lenguh Rey seraya membantu Varo yang sedang membuka celana jeansnya itu dengan satu tangannya, sedangkan bibirnya dan satu tangannya itu masih sibuk mencicipi puncak sensitif milik Rey, dihisapnya puncak sensitif oleh mulutnya dengan kuat dan menuntut, sedangkan yang lainnya ia mainkan dengan gerakan memutar seraya sesekali memelilintirnya dengan kedua jari milik Varo,

“Nghh Varhh akuhh nghhh,” lenguhan panjang berhasil keluar lagi dari mulut Rey, membuat Varo menghentikan sebentar kegiatannya, ia menatap tubuh Rey yang hanya tertutupi bagian bawahnya saja, sedangkan bagian atas tubuhnya telah dihiasi oleh beberapa karya kemerahannya,

You sure you wanna ride me?” tanya Varo meyakinkan wanitanya, yang langsung dibalas anggukan oleh wanitanya itu, dan seperdetik kemudian bibir wanitanya telah mengecup bagian leher Varo serta memberikan tanda kemerahannya juga disana,

“Nghh babyhh don't be so meanhh like this pleasee,” ucap Varo seraya melenguh karena pasalnya wanitanya ini mengecup lehernya seraya tubuh bagian bawahnya menggesek benda kebanggaannya itu, yang memang sudah sangat mendambakan pasangannya,

Varo menjauhkan bahu Rey membuat Rey menatapnya dengan tatapan bertanya, “I want you now Rey,” ucapnya seraya membuka kain penghalang yang masih tersisa ditubuh Rey yang langsung dan juga bergantian membuka sisa kain penghalang miliknya itu,

Rey mengarahkan milik Varo kearah lubang sensitifnya dengan perlahan, lalu langsung melenguh kala sedikit bagiannya telah masuk kedalam, lenguhan Varo juga terdengar memenuhi ruangan kala ia merasakan bagian miliknya dijepit erat didalam sana,

Shitt Rey, whyy thiss still so thighh nghhh shit,” umpatnya semakin meracau kala bagian miliknya terasa susah menembus masuk,

“Arghh Varhh sakithh nghh- fuck!” umpatannya lolos dari mulutnya kala ia merasakan milik Varo berhasil masuk memenuhi rongga didalamnya,

Just take it easy baby,” Varo mengucapkannya seraya membelai rambut Rey yang sudah mulai basah karena peluh keringat lalu mencium bahu wanitanya itu dengan lembut sedangkan pinggulnya telah bergerak pelan,

“Nghh,” lenguhan keluar dari mulut Rey kala pinggul Varo bergerak membuat dirinya juga ikut menggerakkan pinggulnya berlawanan arah dengan Varo, membuat gerakan itu semakin membuat Rey melenguh dan mencengkram kedua bahu milik Varo,

Varo tidak tinggal diam, ia kembali mencicipi lagi kedua puncak yang berada didepannya secara bergantian, sedangkan kedua tangannya sibuk membantu menggerakkan pinggul wanitanya itu,

Gerakan pinggul Rey semakin cepat dan tidak sabaran membuat milik Varo semakin masuk kedalam milik Rey semakin dalam, “Nghh Reyy shit yes baby,” ucapannya membuat Rey semakin mempercepat pergerakannya lagi,

Kedutan serta jepitan erat terasa didalam sana dibarengi dengan lenguhan panjang Rey untuk yang ketiga kalinya, menandakan wanita itu telah mencapai puncaknya lagi, Rey pun langsung mejatuhkan dirinya kearah depan, membuat Varo dengan sigap menahannya lalu membelai pelan dan lembut punggung Rey yang tidak tertutupi sehelai benangpun, Varo mengecup pundak Rey secara berulang, walaupun dirinya sangat amat ingin melanjutkannya lagi tetapi ia tidak bisa egois dan tega ketika melihat tubuh wanitanya itu lemas diatas pangkuannya,

“Pindah ke kamar aja babe,” ucap lemah Rey yang langsung dibalas kecupan singkat dibahunya oleh pria yang sedang memangkunya itu, dan ia langsung merasakan tubuhnya bergerak melayang,

Dibaringkannya tubuh Rey dengan pelan, dan langsung dirangkumnya tubuh mungil wanita itu oleh kedua lengan atletis milik Varo,

Varo melumat bibir Rey yang memang sudah berada dibawahnya, “You ready? Let's end this,” ucapan Varo langsung dibalas lenguhan oleh Rey seraya benda sensitifnya juga telah masuk kedalam lubang kenikmatannya itu,

Tempo pergerakan pinggul Varo ia jaga, sedikit pelan lalu dipercepat dan diperlambat kemudian, membuat Rey yang berada dibawahnya meraung tersiksa seraya mencengkram rambut hitam kecoklatan milik Varo,

“Varhh nghh fasterhh,” ucap Rey memohon kepada Varo membuat Varo terkekeh mendengarnya, setelah mengecup pundak wanitanya itu iapun menuruti permintaan wanitanya, ia percepat gerakan pinggulnya terus menerus membuat miliknya semakin masuk kedalam inti milik Rey,

“Nghh Rey kenapah masihh sempithh,” ucap Varo melenguh kala merasakan miliknya sangat dijepit ketat dibawah sana,

“Nghh Varoo its so deephh nghh-,” ucap Rey seraya melenguh semakin menjadi dan mencekram rambut Varo semakit kencang, Varo melumat lagi bibir manis Rey ketika ia merasa dibawahnya sudah mulai bekedut kembali,

“Mmphh nghh Varhh akuhh-”

“Nghh barenghh babyhh,” ucapan Varo yang langsung diakhir lenguhan panjang dari mulutnya dan dari mulut wanita dibawahnya itu,

Varo membiarkan miliknya masih berada didalam rongga inti Rey, ditatapnya mata caramel milik Rey, seketika ucapan Dovi langsung terdengar didalam kepala Varo membuat dirinya semakin merasa takut membayangkan ada yang menikmati Rey seperti dirinya saat ini,

Rey mengelus lembut kening lalu kerambut hitam kecoklatan Varo, lalu turun kerahang tegas milik prianya itu, ah apakah prianya? Pikirnya kembali, selama seminggu ini ia memang memikirkan hubungannya dengan pria yang masih setia berada diatasnya sambil menatap manik matanya ini,

“Var? Whats wron-mphh,” ucapan Rey langsung terpotong oleh bibir Varo yang telah mencicipi bibirnya lagi tetapi berbeda dari yang sebelumnya, pagutannya kini terasa lebih lembut, dan perlahan, tidak tergesa-gesa seperti sebelumnya,

“Areyta Purnama Tira,” Varo mengucapkannya dengan menatap manik caramel itu lagi, setelah dirinya berhasil berpindah kesamping tubuh Rey dan berhasil membungkus tubuh keduanya dengan selimut tebal abu-abu gelap miliknya itu dengan tangannya yang masih setia melingkar disekitar pinggang milik wanita dengan mata caramel dihadapannya, “You have to know that since the first time I dive deep into yours, its automatically make you completely to be mine, and its make me completely to be yours too Rey,”

Rey menutupi keterkejutannya dengan tersenyum menatap Varo yang sedang terlihat salah tingkah dan bingung, “Maksud kamu tuh apa sih Var?”

Varo menatap Rey kearah manik matanya lagi, “Aku gak mau ada orang lain yang nantinya akan menggantikan aku Rey, dan aku juga gamau orang lain selain kamu Areyta,”

Rey tersipu, dirinya cukup senang mendengar hal itu, hanya dirinya belum cukup puas jika pria didepannya belum memberitahunya apakah perasaannya sama dengan apa yang Rey rasakan sejak hubungan kedekatannya dengan Varo menginjak ketiga bulan,

“Varo?” Rey mengusapkan tangannya kearea pipi Varo dengan lembut membuat Varo sedikit tersentak dari lamunan yang sibuk berpikir itu,

Dikecupnya punggung tangan Rey, dikikisnya jarak antara tubuhnya dengan wanita didepannya itu, dilingkarkannya secara lebih erat dan posesif kedua lengannya itu diarea pinggul ramping milik wanitanya, ditatapnya lagi manik caramel milik wanita didepannya seraya meyakinkan pantulan matanya didalam manik caramel itu kalau ia siap dengan semua hal yang ia takuti didalam dirinya,

“Aku sayang banget sama kamu Rey, sayang banget, sampai rasanya aku gamau mikir hal-hal yang argh,” gerutunya ketika pikirannya membayangkan jika wanitanya meninggalkannya dengan pria lain, “Rey, please stay, I love you, I really love you so damn much, Areyta, please sama aku terus ya, jangan pergi Rey,” Varo menatap manik mata Rey dengan memelas menunggu dengan gusar karena wanitanya itu masih terdiam, seperdetik kemudian ia merasakan bibir wanita itu menempel dan mengecup pelan bibir miliknya,

“Sesusah itu kah?” Rey memandang Varo yang masih sedikit terkejut, “Aku gak akan kemana-mana Alvaro Gerald Adjie, I'm here, with you until whatever you want, I'll always here, in your arms,” Rey semakin menempelkan tubuhnya kearah tubuh Varo, membuat Varo langsung membawanya kedalam dekapannya dengan erat,

Diciumnya puncak kepala Rey secara terus menerus, seraya mengulang kata sayangnya kepada Rey secara terus menerus, hingga akhirnya mereka menghabiskan malam itu dengan penyatuan mereka kembali dengan rasa dan status yang berbeda dari sebelumnya,

I love you somuch Areyta Purnama Adjie,” ucap Varo setelah ia membaringkan tubuhnya dan mendekap tubuh Rey,

It's Tira, Mr. Alvaro, not Adjie,” ucap Rey seraya melihat kearah wajah prianya,

Varo mengecup singkat bibir Rey yang berada dibawah dekapannya, “Well it would be Adjie soon, Mrs. Areyta,” ucapan Varo membuat keduanya tertawa lalu semakin mengeratkan dekapannya satu sama lain hingga kantuk semakin menguasai mereka,

cello dan ayash,-

-

Marcello menghampiri kekasihnya, Ayasha atau akrab dipanggil Ayash ini, sedang memeluk Arzhao disofa dekat pintu menuju area balkon studio itu, setelah kejadian tabrakan yang disengaja oleh mantan pacar kekasihnya itu, yang memang sejak dulu terkenal terlalu terobsesi dengan gadisnya ini, mereka memang memutuskan untuk kembali ke studio tempat tim dari band Marcello yang kebetulan sedang berkumpul,

“Yash, udah dong ih jangan ngambek gini,” Marcello mengucapkannya seraya berjongkok didepan gadisnya yang terduduk diatas sofa,

Arzhao tertawa melihat wajah memelas Marcello yang berada tepat didepan Ayash yang sedang memeluknya, “Udah Yash kasian itu si Cello sedih banget,”

Ayasha yang tadinya membuang mukanya kearah lain langsung mengarahkan pandangannya kearah kekasihnya itu, “Makanya jadi orang tuh jangan iseng,” ucap Ayash dengan nada kesalnya

“Omelin aja Yash dia mah, suka kebiasaan,”

“Iya kak Yash, omelin aja udah,” ucap Harvey dan Bernand mengompori yang langsung membuat Marcello memberikan tatapan tajamnya kepada mereka berdua,

Tatapan semua orang teralihkan kearah pintu masuk studio, “Gimana bang? Oke?” ucap Devano kepada manager Drea, Darrel, yang memang setelah kejadian yang menimpa Ayash heboh itu langsung mengambil tindakan untuk menghubungi pihak agensi yang menaungi mereka dan pimpinan label mereka juga,

“Well, buat Pak Agung sih oke oke aja, apalagi dari dibase twitter itu dan beberapa akun fanbase di twitter dan instagram juga responnya kebanyakan bagus dan mendukung, kalau mas Dion yah lo semua tau lah dia mah pasti yang paling mendukung kita ngapain juga selama itu gak mengganggu lo bertujuh buat berkarya,” ucap Darrel menjelaskan, “Tapi saran mas Dion sebaiknya lo announce duluan, Cell, baru akun official dan akun agensi dan label, terus katanya juga lebih baik deket deket ini lo bertujuh bikin kaya video qna gitu seputar random things,”

“Nah udah lah Cel, sekarang aja diannouncenya,” ucap Edgar yang langsung disetujui oleh para member dan beberapa tim Drea yang lain,

Marcello menengokkan kepalanya kearah Ayash, “Gimana babe?”

Ayash berpikir sejenak, lalu mengangguk, “Yaudah aku sih kalau semuanya udah setuju, dan kalau emang itu yang terbaik,”

“Eh tapi menurut gue sih lo gausa tag twitter Ayash, Cell, meminimalisir orang-orang yang suka sama lo yang agak egois itu loh,” ucap Mahendra selaku Creative team dari Drea Band,

Marcellopun mengangguk, dan langsung sibuk dengan handphonenya bersama dengan Ayash yang membantunya untuk menyusun kata-kata indah untuk para support system dari Drea itu.

Darrel menepuk tangannya berkali-kali, “Dah berarti sekarang kita ngomongin next content qna itu aja, gimana?”

“Wah okeoke, boleh bang,” ucap Edgar kepada Darrel,

“Asik berasa seleb beneran pake qna segala,” Harvey mengucapkannya seraya berjoget riang yang langsung dipukul punggungnya oleh Fajar yang sedari tadi diam,

“Lo diem bisa gak?! Sakit bangke kaki gue keinjek lo,” Fajar merengut kesal kepada Harvey yang langsung membuat yang lainnya didalam studio tertawa dan menggelengkan kepala mereka seraya melihat Tom and Jerry itu memulai pertengkaran mereka.

drown.

-

Byantara, yang akrab disapa Byan itu tengah duduk disofa yang berada diruangan tengah apartementnya, ia melihat kearah wanitanya yang sedang mengerjakan laporan keuangan cafe yang kebetulan miliknya itu, sudah terhitung 4 bulan seorang Byantara resmi berkencan dengan seorang wanita yang kebetulan pegawainya sekaligus mahasiswanya dikampus miliknya itu,

“Nya? Gak bisa nanti aja nyelesaiinnya?” Byan duduk bersejajar dengan wanitanya yang duduk diatas karpet bulu berwarna hitam itu,

Vanya menengok kearah Byan yang telah duduk disampingnya, lalu menggeleng, “Enggak bisa, aku bisa-bisa besok diomelin sama bu Irene tau gak? Kalo ini gak selesai,”

“Yaudah aku yang bilang sama Irene kalo laporannya disatuin sama bulan depan aja,” ucap Byan sambil sedikit menekuk laptop yang ada didepan wanitanya itu,

“Gabisa Byan, kamu gak bol-mmphh” ucapan Vanya terpotong kala bibirnya sudah dirangkum dengan lembut oleh bibir pria didepannya dengan gerakan menuntut dan memuja,

Tangan Byan ia letakkan disekitar tengkuk leher wanitanya agar wanitanya tidak menarik kepalanya itu, sedangkan tangannya yang lain berhasil masuk kedalam sweater longgar miliknya yang memang sedang dipakai oleh wanitanya,

“Ngghh Byann,” suara lenguhan Vanya keluar kala Byan telah berhasil masuk kedalam bra yang ia pakai didalam sweater kebesarannya itu, ibu jari prianya berhasil memainkan puncak dadanya yang memang sudah memberikan reaksinya kala rangkuman bibir dari Byan kian menuntut dan memanas, yang sesekali melambat,

“Byanshh plishh,” Lenguh Vanya semakin menjadi ketika Byan dengan cekatan berhasil membuka pengait bra miliknya dan berhasil mengenggam dengan kuat dada yang berhasil ia loloskan itu,

Byan menurunkan kecupannya, dari pipi wanitanya itu lalu turun kerahangnya dan berlabuh dileher putih milik Vanya, ia mengecup, membelainya dengan bibirnya serta menghisapnya kuat memberikan leher putih wanitanya itu tanda merah kepemilikannya disana, mengulanginya berkali-kali,

Kedua tangannya berhasil membuka sweater kebesaran milik Vanya dan langsung menampilkan hal yang sedari tadi ia idamkan, Byan tidak menunggu lama ia langsung memainkan puncak sensitif Vanya dengan lidahnya dan sesekali ia menggigit kecil sekitarnya meninggalkan bekas kepemilikannya lagi disana, hal itu semakin membuat Vanya semakin melenguh dengan hebat di samping Byan yang masih terduduk diatas karpet bulu hitam itu,

Byan tiba-tiba menghentikan kegiatannya, membuat Vanya sedikit merasa kecewa, Byan mengecup singkat bibir manis Vanya, “Kita ke kamar ya,” Tanpa menunggu balasan dari Vanya, Byan langsung menggendongnya dan membawanya langsung keatas tempat tidur yang berada ditengah kamarnya itu,

“Let's play babe,” Byan mengucapkannya setelah mengecup puncak kepala Vanya, lalu berhasil menikmati bibir manis Vanya, melanjutkannya lagi dengan tempo yang masih menuntut, dan lidahnya yang sudah ikut bermain dirongga mulut Vanya, yang terbuka.

Tangannya tidak tinggal diam ia berhasil turun meraih dada wanitanya yang sudah tidak tertutup apapun itu,

“Nghhh Byanhhh,” lenguh Vanya kala ia merasakan bagian puncak sensitifnya berhasil masuk kedalam mulut prianya itu, ia merasakan dirinya telah melayang, dan terus melenguh serta memanggil nama prianya itu dengan hebat,

Tangan kanan Byan berjalan membelai paha mulus yang sudah tidak terbungkus itu, ia membelai daerah kewanitaan Vanya yang masih tertutupi oleh kain penghalang berenda yang mencetak jelas isi dalamnya.

“Ahh shitt Byanhh,” Vanya merespon sentuhan yang dilakukan tangan Byan dibawahnya. Byanpun langsung melepas kain penghalang yang membuat Vanya sudah polos tidak terhalang kain apapun saat ini.

Byan langsung berhenti menjamah dada Vanya, lalu langsung mengangsur turun mencium setiap inci perut Vanya, hingga ke pinggangnya, membuat Vanya semakin menggila, dan mencengkram sprei sutra yang berada dibawahnya.

Byan langsung menggerakkan kecupannya itu kearea kewanitaan milik Vanya yang sudah tidak tertutupi kain penghalang itu. Vanya yang mendapatkan itu langsung melenguh dengan keras, dan tidak sadar menaikkan pinggangnya menuntut lebih.

Setelah puas mencicipi area sensitif milik wanitanya, jari Byan menggantikan peran lidahnya, ia masukkan kedua jarinya kedalam lubang sensitif wanitanya itu, ia menggerakannya dengan cepat sambil mengelus inti area sensitif wanitanya dengan ibu jarinya, yang membuat Vanya semakin menggila,

“Nghhh Byan pliss...” ucap Vanya memohon kepada Byan, pasalnya ia sangat merasakan nikmat dan rasa geli didalam tubuhnya tetapi ia langsung ingin ke intinya saja,

Byan pun yang melihat itu mempercepat pergerakan tangannya sambil sesekali mengecup dan mengulum dada wanitanya,

“Shitthhh Byannhh ngghhh,” Vanya meracau dan melenguh panjang dengan frustasi seraya mencengkram kuat lengan kokoh berotot Byan yang masih dibalut dengan kaos putihnya. Lenguhannya semakin panjang,dan menandakan ia telah mencapai puncaknya,

Byan mengeluarkan jarinya dari dalam lubang sensitif Vanya, membersihkannya dengan lidah dan kecupan kecilnya hingga membuat Vanya melenguh kembali atas tindakan Byan tadi,

“You're ready baby,” Byan berbisik ditelinga Vanya, lalu langsung melepaskan kaos putih yang ia pakai menampilkan perut kotak-kotak dan ototnya yang terawat, lalu langsung menanggalkan semua kain yang berada ditubuhnya, dan langsung memposisikan tubuhnya lagi diatas tubuh wanitanya itu,

“Nghhh Byanhh take it easyyhh pleasehhh,” Vanya melenguh kala penyatuannya dengan Byan mulai ia rasakan dibawahnya,

Byan memejamkan matanya sesekali, seraya mencoba terus menerobos masuk lebih dalam, “Shitthh Nya benerannhh kenapahh masihh sempithh,”

Byan terus menggerakkan pinggulnya merasakan himpitan dan cengkraman kuat dibawahnya kala ia semakin dalam,

“Nghh Byanhh shitthh arghh terushh pleasehh,”

“Nghh Nyahh fuck, sempithh bangethhh enakhhh ngghh,” Byan tidak bisa menahan lenguhannya kala ia semakin dalam masuk keinti wanitanya itu, pinggulnya terus bergerak mempercepat keadaan penyatuannya itu tangannya ikut mencengkram sprei sutra disekitar tubuh Vanya, dan hal itu semakin membuat Vanya menggila, dicengkramnya juga lengan otot Byan dengan keras,

“Byanhh nghhh dalemhhh bangethh nghh Byanhh,”

“Nyahh nghh enakkhh bangethh,” Byan menenggelamkannya semakin dalam membuat cengkraman dibawahnya yang dirasakannya itu semakin kuat dan hal itu juga membuat Vanya semakin gila dan lenguhannya semakin keras dengan sesekali tanpa sadar ia ikut melakukan pergerakan dan semakin membuat penyatuannya semakin terasa,

“Nghh yeshhh Byanhh disituhhh nghh,”

“Itshh wouldhh goinghh more downhh babyhhh,” Byan semakin menggerakkan pinggulnya dengan dalam dan semakin menuntut, membuat Vanya semakin keras mengcengkram lengan Byan pula,

“Byanhh nghhh,” lenguhan panjang Vanya terdengar lagi membuat Byan tersenyum mengetahui wanitanya berhasil mencapai puncaknya, karena nyatanya ketika wanitanya telah 2 kali mencapai puncaknya ia masih bertahan,

Byan semakin mempercepat gerakannya membuat Vanya yang tadinya sudah lelah ikut terbawa suasana kembali,

“Nghhhh Byanhh akuuhhh,”

“Barenghh Nyahh pleasehh,” ucap Byan seraya semakin mempercepat gerakan pinggulnya yang membuat penyatuannya semakin dalam,

“Byanhhh,”

“Vanyahhh,” lenguhan panjang keduanya menandakan keduanya berhasil mencapai puncaknya malam itu,

Byan turun beralih langsung kesamping wanitanya, dan langsung merengkuh tubuh mungil wanitanya itu seraya menarik selimut hitam miliknya, “I miss you babe,” ucapnya seraya mengecup kening wanitanya yang telah berada dalam dekapannya,

“I miss you too By,” Vanya mengucapkannya seraya memejamkan matanya, merasakan kecupan hangat dikeningnya,

Byan melihat kearah manik mata wanitanya, “Aku sayang banget Nya sama kamu,” membuat Vanya ikut tersenyum,

“Aku juga sayang banget sama kamu,”

Byan semakin mengeratkan dekapannya pada wanitanya itu, “Kita tuh cocok banget tau Nya, when I get in inside you, I feels like, my Gerald and your pretty Olivia fits really well Nya, bener-bener pas banget gitu Nya gila, kayanya emang si Olivia tuh sarangnya Gerald sih Nya,” Byan terkekeh membuat Vanya langsung mencubit punggung milik Byan dengan semakin keras,

“Aaawh- Nya sakit ih,”

“Bodo, lagian sembarangan banget kalo ngomong,” ucapan Vanya membuat Byan semakin mengeratkan dekapannya lagi seraya semakin tertawa,

“Nya tapi lagi yuk? Udah lama kan ga mas-Aawwh iyaiya,” ucapan Byan terpotong karena Vanya langsung memukul dada Byan berkali-kali,

Tetapi malam itu Byantara berhasil menumpahkan kerinduannya pada wanitanya, Vanya, dengan berkali-kali.