yang penting kamu.
—
Dovian Yudhatara atau yang biasa disapa dengan Doy ini masuk kedalam apartementnya dengan tergesa setelah mendapatkan pesan singkat dari kekasihnya yang menyatakan kekasihnya itu sedang mimisan,
“Ay? Danaya?” seru Doy seraya mencari dibeberapa tempat yang biasanya kekasihnya singgahi diapartementnya,
“Ay?” Doy menyebut nama kekasihnya lagi seraya menyembulkan juga kepalanya kedalam kamarnya seraya memalingkan wajahnya mencari kekasihnya itu,
Danaya Artira atau lebih akrab dipanggil Aya ini, keluar dari kamar mandi yang berada didalam kamar itu seraya membawa tempat tisu ditangan kanannya, “Doyiee,” ucap Aya dengan wajah memelasnya ketika melihat kekasihnya berdiri diambang pintu,
Doy menghampiri gadisnya itu, lalu mengusap puncak kepalanya dengan lembut, “Pusing gak?” ucapnya seraya menatap wajah kekasihnya itu yang masih sibuk memegang tisu yang ada dihidungnya,
Aya hanya bisa menganggukan kepalanya, “Tapi gak terlalu pusing banget kok, bisa minum obat dulu,”
Doy menghela nafasnya, setelah 3 tahun menjalin hubungan dengan kekasihnya ini, ia sudah sangat hapal dengan tabiat kekasihnya, “Iya ngerti, tapi kamu belum makan kan?” Doy segera menarik pelan kekasihnya itu agar dapat duduk dipinggiran tempat tidur king sizenya, “Makan dulu ya? Baru ketemu Mami,”
“Tap-” ucapan Aya segera dipotong oleh gelengan kepala oleh Doy, menandakan kalimat lelakinya itu tidak bisa ia bantah,
“Sedikit aja Ay, seenggaknya bisa minum obat dulu, kalau Mami tau kamu abis mimisan terus gak aku suruh buru-buru makan, yang kena gorok Mami juga aku Ay, ya?” ucapnya seraya menatap mata kekasihnya itu dengan lembut, dengan tangan yang masih setia mengusap surai kecoklatan milik kekasihnya,
Aya hanya bisa mengangguk jika Doy sudah seperti ini, kekasihnya ini memang jika sudah mengatakan a ya harus a tidak b ataupun c.
Doy tersenyum lalu mengacak gemas surai kecoklatan Aya yang dipucuk kepalanya, lalu mencium kening Aya dengan singkat, “Aku siapin dulu yaa makanannya,”
“Ih aku aja,”
“Ay...” Doy mengucapkannya dengan wajah yang ia panglingkan kearah Aya dengan tatapan sama dengannya tadi, mengisyaratkan tidak ada bantahan untuk ucapannya,
“Masa kamu yang nyiapin sih,”
“Mau aku atau kamu yang nyiapin sama aja kan Ay, yang penting kamu makan, yang penting kamu kenyang terus minum obat, ya kan?” Doy langsung meninggalkan Aya yang masih terdiam terduduk dipinggiran tempat tidur.
Yang penting kamu, Kata-kata itu selalu berhasil membuat Aya tertegun, kata-kata itu yang selalu lelakinya ucapkan kepadanya, tetapi kata-kata itu pula yang berhasil membuatnya merasa terlihat dikehidupan orang lain setelah 15 tahun ia tidak merasakan itu,
“Danaya kamu lagi ngapain sih?” teriakan Doy sukses membuat lamunan Aya buyar seketika,
“Apaa?” ucap Aya ketika sudah berada diambang pintu yang memang langsung bisa melihat kearah dapur apartement itu,
“Kamu abis ngapain si? Dari tadi Ay aku panggilin, gak nyaut kamu tuh,” ucap Doy membelakangi Aya,
“Yaudah ih gausah marah-marah kenapa sih, maap,” Aya dan Doy memang terbiasa saling sungut jika salah satunya sudah terdengar memakai nada yang terdengar sedikit ngegas.
Doy langsung membalikan tubuhnya menghadap Aya, menghela nafasnya, “Kamu abis ngapain aku tanya,”
“Bengong” ucapan Aya sukses membuat Doy mengerjapkan matanya tanda tak percaya lalu mengusap wajahnya dengan kasar,
“Bisa cepet tua Ay aku kalo selamanya sama kamu,”
“Ya yaudah gausah sama aku lah,”
Doy langsung membalikan tubuhnya kembali menghadap Aya dengan cepat dan menatapnya tajam, “Coba sini ngomong sekali lagi, aku sambelin mulut mu Ay,”
“Ya kan kamu yang ngomong duluan,”
Dan siang mereka kembali dihiasi dengan perdebatan kecil mereka yang justru membuat hubungan mereka semakin erat.