©loeyhunJ4d

An alter universe

dinner.

-

Darrel membuka pintu ruangan studio didepannya ketika ia baru sampai bersama dengan Yendri, Asisten barunya itu, “Makan dulu makan dulu,”

“Yang gue sama Beyi mana bang?” ucap Jaffar berdiri menghampiri Darrel,

Darrel memberikan makanan yang ia dan Yendri beli tadi ke masing-masing orang yang berada diruangan itu, memang cukup ramai malam ini karena yang dibahas memang merupakan hal yang cukup riskan untuk Drea Band terlebih lagi setelah 1 setengah tahun mereka tidak mengeluarkan album baru mereka,

Zhao sibuk memberikan beberapa jamur yang ada dimie ayamnya ke sterofoam Devano yang berada disampingnya,

Harvey menggelengkan kepalanya, “Tadi mah lu mesen mie ayam biasa aja woo, jangan mie ayam jamur,” ucap Harvey kepada perempuan didepannya itu,

“Ya kan gue lupa pe, lagi ribet juga tadikan jadinya iya iya aja,”

“Maafin ya woo, gue lupa kalo lo gak bisa makan jamur,” ucap Darrel seraya meminum es teh manisnya,

“Santuy bang, ada Vano kok yang mau nampung” Zhao langsung terkekeh ketika Devano melihatnya dengan tatapan tajam,

“Kalo udah pada kelar kabarin ya, gue nyebat dulu. Abis itu kita coba langsung test record yaa,” Rino mengucapkannya seraya sambil berlalu keluar ruangan bersama dengan Edgar, Alvaro dan Wira,

Fajar menyenggol sedikit lengan Harvey, “Gak nyebat lu?” ucapannya langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Harvey,

“Gak dibolehin doi sama mba gebetan,” ucap Bernand meyambar obrolan mereka berdua, yang langsung membuat semuanya tertawa,

“Halah gak bakal bertahan lama dia mah, ya gak pe?” ucap Jaffar sambil berdiri lalu mengeluarkan kotak rokok yang ada dikantongnya, “Pegang dulu ya Bey, rokok gak lo?” tanya Jaffar kepada Devano yang sedang membantu Zhao merapikan beberapa bekas makan yang lain,

“Entar aja lah abis record,” jawab Devano kepada Jaffar yang langsung membuat Jaffar berlalu,

Yendri mengeluarkan vapenya dari dalam kantongnya, “EHHHH!!!” Darrel menahan tangan Yendri yang siap menghisap vapenya itu, “Jangan disini ntar dimarih noh,” ucapnya lagi seraya menunjuk Zhao dengan dagunya,

“Eh sorry sorry gak tau gue, sorry ya Zhao,” Yendri meminta maaf kepada Zhao yang langsung dibalas dengan anggukan dan kekehan oleh Zhao,

“Awoo aja bang manggilnya kaya kita,” ucap Harvey kepada Yendri,

“Kaya kita kaya kita, itu harusnya panggilan sayang gue ya buat dia,” Devano mengucapkannya sambil berdecih kesal,

“Cowok lo koplo banget,” ucap Fajar seraya membuang bungkus makanannya,

-

“Kayanya yang tadi lo bisa lebih keluar lagi deh suaranya,” ucap Zhao dari mikrofon yang tersambung kedalam studio rekaman didepannya, yang langsung dibalas acungan jempol oleh Harvey,

Disisi lain Fajar, Devano, Marcello, Jaffar dan Bernando berlatih guna memanaskan pita suara mereka,

“Abis ini siapa? Oh Devano ya? Abis itu barengan kan ya?” ucap Rino yang langsung dibalas anggukan oleh semua orang yang dimaksudkannya,

Setelah semua mencoba untuk take vocal sekaligus mencoba mendengarkan bagaimana kualitas dari nada, aransemen serta lirik yang menyatu didalam beberapa lagu yang akan dirilis nanti,

“Udah oke sih, gimana menurut lu semua?” Alvaro melihat kearah semua orang yang berada didalam studio itu, didepannya ada ke tujuh member Drea Band yang keempatnya duduk disofa dan tiga orang lainnya duduk dilantai, lalu disampingnya duduk kedua manager mereka, Darrel dan Yendri, sedangkan Rino dan Wira berada disamping Alvaro, dan Beyi juga Zhao tentu berada disamping pasangan mereka,

“Coba bang Yen sama bang Darrel, gimana menurut lo? Maksudnya untuk seorang yang awam ya,”

Darrel menyenggol lengan Yendri mengkode bahwa dia yang menjawab duluan, “Kalo kata gue sih, udah oke banget, maksudnya dari nada, suara, lirik terus aransementnya juga udah oke banget,”

“Gue setuju sih sama Yendri, tapi mungkin dibeberapa part lo semua masih pada bisa improve sih biar agak lebih oke dan agak poles poles dikit buat aransementnya,” ucapan Darrel membuat para anggota Drea Band dan Alvaro mengangguk setuju,

Merekapun melanjutkannya dengan mengobrol beberapa hal tentang persiapan lainnya,

titik nyaman.

-

Dellena melangkahkan kakinya dengan santai kearah pintu depan apartementnya saat mendengar bel yang berada didepan sana berbunyi, setelah melihat dari overviewnya, ia langsung membukakan pintu tersebut,

Rega yang berada dibalik pintu itu, ketika pintu telah dibuka, ia langsung ambruk mendekap gadis didepannya tanpa ada jeda waktu sedetikpun untuk mereka berdua menyapa satu sama lain,

Dellena menghela napasnya dengan berat, “Ga, masuk dulu, ini depan pintu banget gila,”

Regapun melepaskan dekapannya lalu langsung melangkahkan kakinya dengan gontai kearah sofa yang berada diruang tengah apartement Dellena,

“Nih minum dulu,” ucap Dellena seraya memberikan gelas kaca berisi air mineral kepada Rega, yang langsung diambil alih olehnya.

“Thanks Le,” Rega meneguk habis air yang diberikan Dellena, meletakkan gelasnya yang kosong dimeja kaca didepannya, lalu langsung menghambur mendekap Dellena dari samping, hingga posisinya seperti anak Koala yang sedang bertengger dibadan induknya,

Dellena hanya pasrah dan diam saja, sambil terus melihat aplikasi yang tadi ia pakai untuk memesan makanan untuknya dan sahabatnya ini, “Ga, gue udah pesenin sate dj ya, Gue lagi pengen itu soalnya tadi,” ucapannya dibalas anggukkan dari kepala yang berada dipundaknya itu,

“Gapapa kan?”

Rega mengangkat sedikit kepalanya dari tempatnya tadi diatas bahu Dellena, “Gapapa Le, gue juga tadi tiba-tiba kepikiran pengen makan itu, lo pesen buat gue ped-”

“Iyee pedes banget kok,” ucap Dellena memotong ucapan Rega yang langsung membuat Rega mengangguk sambil tersenyum dengan memamerkan giginya, dan mengucapkan thankyou tanpa suara dan langsung mengecup pundak Dellena yang tertutup kaus dengan singkat,

Keduanya sama-sama terdiam, Dellena yang masih didekap Rega dari samping, sedangkan Rega yang masih mendekap Dellena dengan erat seraya bergerak terus menerus mencari titik nyamannya,

“Lo bisa diem gak sih, Ga? Dari tadi gerak mulu, kaki lo berat tau dipaha gue ini,” Dellena tersungut seraya menepuk dengan keras kaki Rega yang memang sedari tadi berada diatas kedua paha Dellena karena posisi Rega yang memeluknya dari samping itu,

Regapun melepaskan dekapan peluknya dan duduk dengan menghadap televisi yang berada didepannya dengan mata yang masih terpejam, “Sini,” ucapnya seraya menepuk kedua pahanya,

Dellena yang mengerti maksud Rega hanya menggelengkan kepalanya tetapi langsung bergerak duduk diatas kedua paha itu,

“Mau sampe kapan Ga diem terus gini?” Dellena mengusap lembut punggung Rega, membuat lingkaran tangan yang berada dipinggang Dellena semakin erat,

“Ga?” Dellena sedikit menunduk, berusaha melihat wajah seseorang yang tiba-tiba mendekapnya dengan erat itu,

“Gue cape Le, gue cape banget,” Rega mengucapkannya dengan suara parau yang terdengar sangat lelah dikuping Dellena dengan sedikit terpendam karena kepalanya yang masih tenggelam diceruk leher Dellena,

“Semua orang nuntut gue buat a b c d, tapi mereka tuh gak ngasih solusinya, mereka semua tuh kaya pengen tau keadaannya gimana, tapi ketika udah tau yaudah gak ada feedback apa apa,” Rega menengadahkan kepalanya, menghela napasnya dengan kasar seraya mengalihkan pandangannya kearah pintu kaca balkon disampingnya,

“Gue tuh apa ya Le, kaya males banget cerita sama mereka semua karena ya itu percuma anjir gak bisa bantu-bantunya pisan, maksudnya kaya gue gabutuh telinga buat cuman dengerin gue, gue punya lo gitu yang jadi telinga gue, buat apalagi? Tapi kalo gue ga cerita sama mereka nanti kesannya gue nanggung semuanya sendiri,” Reka menghela napasnya lagi, mengusap wajahnya dengan kasar, “Serba salah kan gue jadinya Le,”

Dellena masih terdiam, menunggu seseorang yang didepannya itu menumpahkan semuanya kepada dirinya, “Udah? Lega gak?” ucapannya langsung dibalas anggukan oleh Rega,

“Ga, lo hebat banget bisa nanggung semuanya sendiri, disini mereka tuh cuman bersikap baik sama lo, biar lo ga pusing sendirian, dan mereka juga pasti gue yakin perang batin Ga kalo mereka ga nanya lo kenapa, atau ga ngedengerin lo, mereka takut lo jadi nanggung sendiri semua bebannya, dan mereka juga jadi ngerasa bersalah pasti,” Dellena mengucapkan semua kalimatnya seraya memainkan rambut hitam legam Rega,

“Lo boleh kok kesel atau gimana, tapi jangan sampe juga malah nyakitin orang lain ya Ga, inget. Sekarang kalo mereka nanya, yaudah lo jawab aja apa yang lo rasain, tapi jangan berharap kalo mereka bakalan ngasih solusi,”

Regapun tersenyum, lalu mencubit pipi gadis yang berada dipangkuannya saat ini dengan gemas, “Lo emang the best, Le,”

“Aw aw iya iya ampun ampun maap,”

“Lo kira gak sakit apa dicubit gitu kebiasaan banget sih,” ucap Dellena seraya berdiri dari duduknya dipangkuan Rega,

“Aduh merah nih pasti,” ucap Rega seraya mengusap lengan bagian atasnya yang tadi menjadi sasaran kemarahan Dellena,

“Rasa-,” ucapan Dellena langsung terhenti karena terkejut dengan dekapan Rega yang tiba-tiba,

“Lo emang bener-bener obat risau gue ya, Le,” Rega mengeratkan dekapan tubuhnya dengan Dellena,

Dellena mengusap punggung laki-laki yang mendekapnya itu, “Dangdut deh lo,” ucapannya membuat dirinya dan Rega tertawa,

Membuat malam mereka semakin panjang dengan diisi cerita keluh kesah mereka sepanjang minggu ini,

Jangan ambil senyumnya tuhan, hamba rela menggantinya dengan apapun yang hamba punya asal senyumnya selau tercetak disana, ucap seseorang dengan mata memujanya kepada seseorang yang berada didepannya saat ini,