©loeyhunJ4d

An alter universe

seventeenth chapt. -

“Misii pakett,” suara serak nan berat itu berhasil membuat seluruh pasang mata yang sedang berada di ruang keluarga dan ruang makan yang memang terhubung itu menengok kesumber suara,

“INI DIA ANJIR YANG DITUNGGUIN DARI TADI,” ucap Aidan yang langsung menyambar merangkul pundak dari siempu suara itu,

“Lo kemana aja sih? Ditelfon gak diangkatin, terus juga busway udah gak ada yang kedeket rumah jam jam segini,” ucap Aydhan yang langsung memborbardir dengan pertanyaannya, yap, yang baru memasukki ruangan tadi adalah kembarannya, Edhan, yang hampir 2 jam sebelumnya menjadi topik hangat diantara Kentara bersaudara,

“Apaan sih sewot banget, biasa aja kalo ngomong,”

“Kok lo jadi ikutan sewot sih? Lo tau gak kita-kita tuh nyariin lo, udah gitu handphone lo gak bisa dihubungin, dikhawatirin malah gak tau diri,”

“Udah udah, Edhan ganti baju dulu terus makan, bentar lagi mas Rama sampe soalnya,” ucap Byantara menengahi kedua adik kembarnya itu,

Kegan menggelengkan kepalanya, seraya memberikan segelas teh hangat kepada Aydhan, “Ke taman belakang yu, temenin mas ngerokok,” ucap Kegan kepada Aydhan yang langsung dibalas anggukan seraya mengikuti langkah kaki besar seorang Kegan.

Aydhan menghela napasnya setelah meminum teh hangat yang diberikan oleh Kegan tadi, “Udah tenang?” ucap Kegan yang langsung membuat Aydhan menolehkan kepalanya kearah Kegan seraya mengangguk,

“Ay emang gak salah kalau marah sama Ed tentang masalah twitter itu, cuman mungkin agak sedikit berlebihan menurut mas, karena kan kalian sendiri yang decided buat login dihandphone satu sama lain kan? Soalnya mas Kegan sama mas Byan kaya gitu juga, walau kita gak kembar, toh Ay, Edhan juga kan udah minta maaf, dan emang terbukti gak ngapa-ngapain juga ditwitternya Aydhan,”

“Ya tapi aku sebel mas, maksudnya aku aja gak pernah gitu loh buka buka twitter dia, ini dia bisa sampe gitu,”

“Iya mas ngerti, dan paham, tapi coba deh bayangin kalo Ay yang ada diposisinya Ed, terus Ed kaya yang Ay lakuin, sebel kan?”

Aydhan tampak berpikir sejenak, lalu menganggukkan kepalanya secara tipis, “Ay udah keterlaluan ya mas?”

Kegan menggelengkan kepalanya, “Wajar kamu marah kalo kamu ngerasa privasi kamu diganggu orang lain, cuman liat juga sebabnya kenapa,” ucapnya Kegan seraya mengusapkan tangannya kepunggung Aydan,

“Minta maaf?” ucap Aydhan kepada Kegan yang langsung dibalas anggukkan,

“Gak cuman sama Edhan juga, tapi sama mas Kay dan mas Rama, karena kan gara-gara ini malah jadi beruntun ke semua,”

ucapan Kegan yang diutarakan secara pelan dan tidak menggebu membuat Aydhan paham tanpa ada emosi melimpah didalamnya.


Suasana ruang keluarga yang berada dirumah keluarga Kentara terasa mencekam dan seram ketika seorang Ramadella masuk kedalamnya bersamaan dengan Davendra yang mengikuti dibelakangnya,

Rama menghela napasnya ketika melihat semua adiknya sudah berkumpul diarea ruang keluarga ini, “Kalian nungguin?”

Ucapan Ramadella sukses membuat semua pasang mata disana menolehkan kepalanya seraya mengangguk,

“Tadi ada anak botulinum sama ada orang black cube kesini mas,” Byantara mengeluarkan suaranya, mewakili para adik sepupunya yang sudah ia anggap adik kandungnya ini,

“Terus orang black cubenya udah selesai, By?” ucap Daven yang langsung dibalas anggukan oleh semuanya,

“Gue, Byan, Aidan, Arvel sama Cia dikasih ini mas, sama orang black cube,” ucap Kegan yang langsung memperlihatkan gelang kearah Rama dan Daven,

“Dipake terus, cincin juga dipake. Jangan sampe kaya tadi keulang lagi, Edhan Aydhan, pokoknya semuanya, mulai hari ini apapun yang mas Rama, mas Daven dan mas Kayvan suruh kalian pake, ya pake, jangan ada penolakan atau alasan apapun,” ucap Rama yang langsung menghela napasnya dan memijat keningnya,

“Kalau emang ada yang gak suka, keluar aja dari rumah,” ucapan Davendra sontak membuat semua orang disana terkejut, “Aduh!! Ya abisnya gitu doang pada gak nurut banget,” ucapnya lagi seraya mengelus perutnya yang terasa sakit akibat pukulan keras dari tas kerja milik Rama itu,

“Sekarang dimulai lagi ya, laporan sampai rumah jam berapa, kalo pulang telat selalu laporan dulu kemananya, dan rencana pulang jam berapanya, kalo handphone hampir mati, kabarin langsung sebelum handphonenya mati,” ucap Daven kepada semua adiknya itu.

“Mulai besok, Kalian semua pake supir, kemanapun itu, sama satu bodyguard yang ngikutin, yang sekolah dan ngampus cuman pulang pergi aja, disekolah atau dikampusnya gak bakal diikutin, oiya nih,” ucap Rama seraya memberikan kotak cincin yang berisikan 6 cincin didalamnya, “Ganti cincin kalian ber6 pake itu, jangan sampe enggak. Harus. Di. Pake. Apapun yang terjadi,” ucap Rama penuh penekanan diakhir kalimatnya dengan tatapan tajam dan wajah seriusnya

Para adik yang mengerti situasinya hanya menganggukkan kepalanya saja, mereka paham dan mengerti betul situasi apa yang sedang mereka alami, ya betul, mereka paham kalau saat ini keluarga mereka mungkin sedang terancam keselamatannya makanya para mas tertua mereka sangat protective terhadap mereka seperti sekarang,

“Laper ah, ada makanan apa By?” ucap Davendra langsung meninggalkan ruang keluarga diikuti oleh Rama yang langsung menaiki tangga menuju kamarnya.

sixteenth chapt. -

Bbbwweekkk” Aydhan langsung memuntahkan semua hal yang ada didalam mulutnya, ia lalu langsung menyambar kaleng soda yang ada digenggaman Affandra

“Lu kenapa dah?” tanya Edhan yang baru saja memasukki ruang makan keluarganya yang sudah terdapat Basudeo, Affandra, Ailesh dan Avanesh disana

Aydhan mengacungkan jari tengahnya kearah Edhan, “Lo kalo mau bunuh gue kabarin dulu dong sob, jangan kaya gini,” Aydhan memincingkan matanya ke arah Edhan dengan tajam,

“Santai, jangan pake emosi,” ucap Deo seraya memakan mi instannya dengan handphone yang bertengger digenggamannya,

“Apaan dah? kenapa si?” ucap Edhan dengan muka bingungnya,

“Lu makan dah tu mie yang lo racik, cobain” Aydhan masih berdiam ditempatnya seraya memasang muka jengkelnya dengan bibir yang sedikit memerah,

Affandra, Alesh maupun Anesh hanya terdiam mendengarkan saja,

“Pekok! kan gue tadi udah bilang Aydhan Samudera, piring lo itu yang ini, kalo yang ini punya gue, jelas aja lo kepedesan lah,”

Aydhan menatap kembarannya itu tidak percaya, “Boongin gue lu ya?”

“Gak jelas, udah buruan makan! 9 suapan, inget,” Edhan langsung duduk disamping Deo dan langsung menyantap makanannya

Aydhan masih mencerna rasa pedas yang masih memenuhi mulutnya, “Bentar dulu, bentar,” ucapnya kepada saudara kembarnya itu,

Aydhan mulai merasakan penyesalan lagi seperti kejadian sebelum-sebelumnya, perjanjian konyol 3 tahun lalu yang ia lontarkan kepada para saudaranya ternyata menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, perjanjian yang berisi dimana ia mengambil keputusan jika ia berhasil memberikan tinjuannya kepada seseorang lagi yang diikuti oleh umpatan kasarnya, seorang Edhan harus menghitungnya, lalu ia akan memakan beberapa suapan mie sesuai dengan umpatan kasar yang ia lampiaskan setelah memberikan hadiah tinjunya kepada seseorang, dan mie tersebut akan selalu menggunakan bumbu yang diracik oleh Edhan, yang notabenenya satu-satunya anggota di Kentara yang terkenal akan ketahanannya akan rasa pedas,

“Ay buru, keburu kering ga enak itu,” ucap Affandra kepada Aydhan,

“Mas Ay, aku udah pesenin mcfloat yaa,” ucap Anesh kepada Aydhan, yang langsung dibalas tatapan tajam oleh para masnya yang lain berserta kembarannya,

Anesh menghela napasnya, “Udah udah dipesenin semua,”

“Pesenin apa?” ucap Cia yang baru datang bergabung,

“Mekdi, mas mau?” ucap Anesh menjawab yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Cia

“Para mas kemana dek?” ucap Cia kepada para adiknya itu,

“Mas Rama tadi kedatengan private asistantnya, kalau mas Daven lagi diruangan baca sama mas yang serem itu terus mas Kayvan tadi didatengin sama para temennya yang pake jaket ular,” ucap Anesh kepada Cia yang dibalas anggukan kepala

“Kenapa lagi kamu Ay? Berantem sama siapa aja?” ucap Aidan yang muncul dari arah kolam renang outdoor rumahnya itu,

Jika kamu bersaudara dengan seorang Basudeo, perjanjian yang awalnya hanya ingin ia sampaikan antara para kembar 03 saja, menjadi satu keluarga besar mengetahuinya,

Aydhan mengehela napasnya, “Siapa doang mas, gak pake ajanya,” ucap Aydhan malas seraya menyuapi mi instan didepannya,

“Yah gak seru cuman sat-aduh,” ucapan Aidan terpotong kala punggungnya langsung dipukul keras oleh Cia

“Jangan ngajarin gak bener,”

“Lah gue gak ngajarin apa-apa,”

“Itu lo ngomong yah ga seru,”

“Cuman ngomong doang,”

“Sumpah lo hihh,” ucap Cia langsung berlalu meninggalkan para adiknya itu,

para adik adik kembar yang berada disana hanya memperhatikan pertengkaran para masnya yang tidak pernah selesai itu,

“Lama-lama gue stress dah disalahin mulu,”

“Kita mas yang lama-lama stress sebel mulu sama mas Ayi,” ucap Alesh kepada Aidan yang langsung dibalas tatapan tajam oleh Aidan

Dan suasana ruang makan malam itu tenang hanya terdengar beberapa celotehan pertengkaran antara Affandra dengan Deo, ataupun Aydhan dengan Edhan, sedangkan para kembar terpaling kecil hanya memperhatikan saja seraya sesekali menyuapi tambahan mi instan dari piring para masnya.


“Ini mas yang seremnya Anesh,”

“Kenapa dinamain mas serem, Nesh?”

“Kata Alesh, yang banyak tattoonya itu serem,”

“Mas Rama banyak tattoonya, mas Kayvan juga,”

“Kecuali mereka,”

“Soalnya mereka sumber pemasukkan utama,”

fifteenth chapt. -

Seluruh bagian Kentara bersaudara telah berkumpul mengitari meja makan keluarga besar Kentara itu, dengan seorang Ramadella yang berada dikursi tengah meja makan itu, lalu diikuti oleh Davendra disisi kirinya, dan Kayvan disisi kanannya,

Acara sarapan mereka kali ini sangat berbeda, yang biasanya jika sarapan tidak semuanya ikut menikmati sarapan karena biasanya ada yang lebih dulu sudah berangkat pergi memulai harinya dan ada beberapa yang bahkan belum memulai harinya seperti yang lainnya, yang biasanya dua anak kembar terakhir Kentara menghabiskan sarapannya seraya menonton acara televisi kesukaannya, dan biasanya juga seorang Basudeo dan Edhan menikmati sarapannya seraya tangannya sibuk menuliskan beberapa pekerjaan rumah yang mereka lupa kerjakan malamnya,

Sarapan mereka hari ini lebih tenang dan hening, tidak ada kesan tergesa-gesa diantara mereka, karena memang beginilah kebiasaan mereka dalam kurun 10 tahun terakhir ini, jika pada malam hari ada suatu masalah serius seperti tadi malam, pasti dipagi harinya seorang Davendra akan membangunkan seluruh saudaranya untuk sarapan dan dalam satu hari itu seluruh kegiatan mereka terpaksa terhenti sementara guna merenungi apa ada yang salah diantara mereka hingga terjadi masalah yang cukup serius,

“Aydhan mau ngomong,”

“Byan mau ngomong,”

ucap Aydhan dan Byantara secara bersamaan ditengah para saudaranya yang masih menyantap sarapan mereka,

“Mas Byan dulu aja,” ucap Aydhan mengalah, yang langsung dibalas anggukan oleh Rama guna menandakan bahwa Byan boleh bersuara,

“Menurut Byan, mas Rama, mas Kay, dan mas Daven jangan dulu nemuin si Dayana itu,” ucapannya tertahan kala ia melihat kearah para saudaranya yang menatapnya dengan wajah bertanya,

“Maksudnya mas Byan gausah ngasih tau Day gitu?” suara Alesh terdengar ditengah keheningan sesaat itu,

“Enggak maksudnya tetep ngasih tau, tapi nanti, gak sekarang. Nanti, disaat kita semua termasuk Byan sendiri, udah dalam emosi yang stabil, gak kaya kemarin-kemarin yang kalau emosi sama satu sama lain langsung emosi dan berkobar api, langsung serang antar satu sama lain, kita gak bisa mas kaya gini, apalagi Dayana cewe, dan satu-satunya lagi, diantara kita gak bakal ada yang ngerti gimana ada diposisi dia, karena bentuk penerimaan kita akan emosi itu beda, seorang Dayana bakalan lebih peka dan sensitif karena emang kodratnya dia begitu, bahkan mungkin nanti bakal ada suatu hal yang kita anggap biasa, tapi gadianggap biasa juga sama dia,” Byan menatap mata satu persatu saudaranya yang terlihat berpikir dari raut wajah mereka,

“Aydhan setuju, tadi Aydhan juga mau ngomong perihal itu, seenggaknya kita bisa nahan, walau pasti gak berlangsung lama, but at least sampai Dayana udah fit in gitu, dan kita semua juga harus saling ngerti dan terbuka sih mas, maksudnya pengalaman dari tadi malem ternyata kita sendiri masih sama-sama saling nutup diri, padahal ini udah 10 tahun bareng-bareng terus, maksudnya Aydhan ngomong gini tuh biar Dayana juga ngerasa ya kita aja gak menutup diri untuk dia dan untuk satu sama lain, jadi dia juga akan ada perasaan bakal membuka dirinya kaya kita disini,” Aydhan mengakhirnya dengan menatap beberapa pasang mata didepannya, meminta dukungan dari sorot mata yang ia pancarkan,

“Cia setuju mas, menurut Cia juga kita terlalu banyak mendem, dan akhirnya pas ada pemicunya malah langsung meledak gitu aja,”

“Kaya bom waktu, Kegan setuju,”

“Arvel kalo Cia setuju ya bisa apa,”

“Ayi ganteng setuju, cocok lu Ay kedua jadi psikolog kaya mas Byan,”

“Alesh sama Anesh setuju,” ucapan Alesh langsung dibalas pukulan ringan dibahunya oleh Anesh yang berada disampingnya,

“Dih gue gak ngomong apa-apaan juga, malah jadi jubir,”

“Udeh kalian satu hati pasti, Nesh, kalau Ed sih ngikut,”

“Affan juga,”

“Seminggu, seminggu kita harus figure it out semua permasalahan yang sekiranya bakalan meledak ntah itu jangka panjang atau deket-deket ini, biar kita satu sama lain bisa ngerti dan mungkin nyari solusinya bareng, setelah seminggu kita obrolin bareng-bareng, kaya awal-awal kita tinggal bareng,” ucap Davendra yang langsung dihadiahi anggukan oleh seluruh saudaranya,

“Kalau bisa ajak Dayana, biar dia bisa ngeliat gimana interaksi kita,” ucap Rama seraya menatap semua manik mata para adiknya itu,

Mari perbaiki ini semua untuk lebih baik kedepannya,” batin Rama kala melihat satu persatu adiknya telah tersenyum

fourteenth chapt. -

Suara ketukan pintu menginstrupsi seorang Davendra yang sedang berada disambungan telfonnya,

Can I come in?” suara halus terdengar sedikit takut bersamaan dengan kepala yang menyembul masuk sedikit melihat kedalam ruangan,

Yayaya, I'll call you in a hour, ok? Yeah I know, I know, talk you later,” ucap Davendra lalu menutup telfonnya dengan managernya itu,

Davendra menatap seseorang yang berada didepannya, telah rapih dengan baju santai rumahnya, “Ada apa?” ucapnya sedikit dingin, walau tidak bermaksud untuk demikian,

Orang yang ditatap Davendra terlihat salah tingkah, dan kikuk, matanya terus menatap kearah jempol kakinya, ia berdehem pelan, “Soal tadi malam mas, Deo...” ucapannya terhenti, ia sangat takut jika kakak sepupunya itu akan marah dan malah bertanya mengapa ia melakukan hal seperti tadi malam,

“Deo, kamu laki kan?” ucapan Davendra sukses membuat seorang Basudeo menengadahkan kepalanya kearah manik mata Davendra,

“Dari dulu, mas Rama, mas Kay dan mas Daven kan bilang, kalau ngobrol sama orang itu lihat matanya, mau kamu dalam keadaan salah atau enggak, lihat matanya. Itu nunjukin kalo kamu emang niat ngobrol sama orang itu, dimata kamu bakalan keliatan kalo kamu jujur dan serius atau enggak, ngerti kan?”

“I-iya mas, maaf,” Deopun menatap manik mata Davendra sesaat sebelum matanya memejam beberapa detik lalu menghela napasnya perlahan, “Deo mau minta maaf soal tadi malam mas, Deo bener-bener gak bermaksud buat ngomong kurang ajar kaya tadi malam, Deo minta maaf untuk itu semua, gak seharusnya Deo ngomong kaya tadi malam,” ucapannya terhenti, Deopun menghela napasnya lagi dan memejamkan matanya, ia tidak berani sebenarnya ditatap intens oleh Davendra dan kedua abang tertuanya yang lain, karena menurutnya ketiga abangnya itu memiliki aura yang mengintimidasi, sama seperti Byantara, Kegan, Aidan, Domicia, Edhan dan juga Aydhan, bahkan terkadang Affandrapun seperti itu, tapi lain ceritanya dengan ia, Arvel dan juga dua kembar bontot itu,

“Maafin Deo ya mas,” ucapnya mengakhiri kalimat panjangnya dengan perlahan dan lemah, seraya menyorotkan rasa penyesalan dari tatapannya,

Davendra menatap Deo dengan manik matanya menelusuri sesuatu, setelahnya ia mengeluarkan ke empat map yang memang sebenarnya sudah ia persiapkan sejak beberapa bulan lalu,

Royal college of music, Berklee college of music, Manhattan school of music, and the last one,” ucapan Davendra tertahan seraya ia melihat map terahirnya, “The place where I and your mas Rama get our double degree, The Juilliard school,” ucap Davendra seraya tersenyum kearah Basudeo,

Basudeo terpaku, matanya tidak berpaling dari keempat map yang ditunjukkan oleh Davendra, kakinya secara spontan berjalan mendekat kearah meja kerja yang berada didepannya, “Mas ini...”

Davendra mengangguk, “Kalau emang kamu mau sama sesuatu, kejar terus, sampe dapet, gak usah dengerin apa kata orang, yang penting pilihan mu itu benar dan buat kamu bahagia, ya terusin, walau ada orang yang bilang kamu gaboleh atau kamu gak bisa, buktiin sama orang itu kalo kamu tuh pantes dapetin itu, biar orang itu ngerti. Kamu buat orang itu ngerti, bukan malah kamu yang dibuat mengerti sama orang itu.”

“Kalau kamu mau jurusan musik, silahkan, mas ngelarang kamu kemarin ngambil jurusan musik, karena mas mau kamu mempertimbangkannya lagi, mungkin itu cuman keinginan sesaat kamu, kaya mas gendeng mu satu itu, so soan mau ngambil jurusan kuliah perfilman tapi ternyata cuman sesaat aja, mas cuman takut kamu belum bisa bedain mana ketertarikan sesaat dan mana passion kamu beneran. Tapi ternyata? Kamu sampe semarah itu tadi malam, padahal seorang Basudeo jarang kan kaya gitu,”

Deo tak bisa berkata-kata, lidahnya kelu kala ia telah mendengarkan semua penjelasan dari abangnya itu, ia robohkan seluruh rasa gengsi dan juga malunya, “Mas makasih ya,” ucapnya seraya mendekap erat seorang Davendra,

Setelah beberapa tahun lamanya, baru kali ini seorang Davendra merasakan dekapan hangat orang lain selain orang yang memang menjadi partnernya dalam percintaan, “Kalau ada apa-apa itu ngomong Deo, jangan dipendem sendirian, kalau mau apa-apa itu usahain Deo, jangan baru sekali kena hantaman langsung nyerah gitu aja, kamu gak akan tau hasilnya berhasil atau enggak kalau kamu gak nyoba,”

Deo menganggukkan kepalanya didalam dekapan seorang Davendra, ia terlalu malu untuk menampilkan wajahnya, sedangkan Davendra hanya bisa terkekeh seraya mengusap punggung adiknya itu secara perlahan,

“Perasaan nih ya, yang abang kandungnya tuh gue dah, ini kenapa peluk-pelukannya sama si kutu kupret,” suara seorang Kayvan menginterupsi suasana haru yang dirasakan oleh Davendra dan Basudeo,

“Lo tuh emang suka banget ganggu moment orang ya?”

Basudeo melepaskan dekapannya terhadap Davendra, “Lo bau abisnya, makanya gue gak mau peluk-peluk,” ucap Basudeo asal kepada Kayvan yang langsung dibalas tatapan tajam oleh sang empunya,

“Ini kamu tinggal ngasih essay kamu aja ke website mereka,” ucap Davendra seraya mengusap surai kecoklatan milik Deo dan langsung berlalu meninggalkan kedua kakak-beradik itu,

“Mas....” panggil Deo dengan suara sedikit takutnya lagi, walaupun tadi sudah sempat bercanda dengan kakaknya itu, tapi sebenarnya ia masih takut untuk menghadapi ketiga abang kandungnya yang 11 12 dengan algojo itu,

“Mas maafin, karena tadi malam mas juga salah emosi sampai main tangan, padahal mas udah janji sama kalian, kalau soal main tangan itu urusan mas Rama, jadi yaudah anggap aja impas,”

Deo menganggukkan kepalanya, ia paham watak abangnya yang satu ini, sangat susah mengucapkan maafnya apalagi jika memang ia melakukan itu karna sebab yang memang dibuat oleh Deo,

“Tapi janji buat gak ngulangin lagi, inget sama perjanjian kita Deo,” ucap Kayvan seraya menatap manik mata coklat gelap didepannya, “Dan kamu jangan seneng dulu, yang maafin kelakuan kesetanan kamu tadi malem itu cuman baru mas dan mas Daven doang, mas mu yang lain belum tentu akan sama,”

ucapan Kayvan berhasil membuat Deo lemas, harinya akan berlalu sangat panjang mendengar seluruh ceramahan serta mungkin makian dari para masnya itu, “Semangat, jadi laki gak boleh lemah dan harus tanggung jawab sama semua yang diperbuat,” Kayvan mengucapkannya seraya menepuk bahu kanan Deo, dan berlalu meninggalkan adiknya itu sendirian disana,

“Yok semangat Deo yok, bisa bisa,” ucap Deo kepada dirinya sendiri, “Bisa gila,”

thiteenth chapt. -

Cia terbangun kala ketukan dipintunya terdengar, ia melihat kesekelilingnya lalu menggelengkan kepalanya, dilihatnya dua orang laki-laki tertidur dengan saling berpelukan dikasur kingsizenya sedangkan dirinya harus mengalah untuk tidur disofa yang berada didepan tv dikamarnya itu,

Cia terkejut kala melihat seseorang yang berada didepannya sekarang bukan salah satu pekerja yang memang berkerja dirumahnya, “Mas?” ucapnya dengan tatapan heran,

“Bangunin Arvel sama Ayi, mas tunggu dibawah,” ucap seseorang itu lalu berlalu meninggalkan Cia yang masih terpaku ditempatnya, sepersekian detik ia mematung, lalu akhirnya ia menutup pintu kamarnya,

“Lu gak habis ngeliat hantu kan Ci?” ucap Arvel seraya menguap dan merentangkan kedua tangannya keatas,

“Enggak tapi tadi yang bangunin mas Daven....” ucap Cia yang langsung dibalas anggukan oleh Arvel yang langsung berdiri dari posisinya, “Kok lo ngangguk sih? lo gak aneh?” tanyanya kepada kembarannya itu,

Arvel berjalan menghampirinya seraya mengusap perut yang berada dibalik baju tidurnya itu dengan mukanya yang masih setengah sadar khas orang yang baru saja bangun dari tidur, Arvel mengetuk jidat Cia dua kali, “Bangun bangun, lo gak inget semalem, hmm?” ucap Arvel seraya berlalu, “Bangunin tuh curut jangan lupa” ucapnya lagi lalu menghilang dibalik pintu yang menghubungkan kamar Cia dengan walk in closet mereka dan juga kamar Arvel,

Cia berdiam sebentar lalu menepuk jidatnya, “Ah iya tadi malem...” ucapnya seraya berlalu kearah Ayi yang masih terlelap,

Disisi lain, Affandra berusaha membangunkan Deo yang masih terlelap disofa kamarnya itu,

“Bangun buruan,” ucap Affandra seraya menarik lengan Deo, hingga Deo terduduk saat ini,

Deo mengusap matanya perlahan, “Jam berapa? Kesiangan ya?”

Affandra menghela napasnya, seraya memberikan air perasan lemon yang sudah dicampur garam dan sedikit kunyit yang tadi ia terima dari Davendra, yang memang membangunkan dirinya pagi ini, “Ini minum dulu,”

Deo mengernyitkan dahinya, “Anjir lu ngasih apaan si itu,”

“Obat hangover,” ucap Affandra seraya berlalu kearah kasurnya dan melipat selimutnya yang ia pakai tadi malam, “Udah inget belom?”

Deo mengernyit beberapa kali seraya berpikir keras, “Fuck!” umpatnya sepersekian detik setelah berpikir keras, “Am I being too much last night?” tanya Deo dengan wajah takutnya,

Affandra menganggukkan kepalanya, “You really spill it out all of your pain lately, last night, all of it. Bahkan gue yang kembaran lo aja kaget, lo bisa segitu emosionalnya tadi malem, you're fine right? or you just cover it all?”

Deo menggelengkan kepalanya, “I'm totally fine, it just my drunk mode, not me at all, tadi malem kacau banget emang, gue tiba-tiba dipojokin sama anak band, katanya gue gak bisa fokus ke band, dan bilang gue punya banyak harta tapi gak bisa ngebantu mereka sama sekali, dan turn out, they kicking me out,

Well, that's a good news for me,” ucapan Affandra berhasil membuatnya mendapatkan tatapan tanya dari Deo, “You know, Gue udah ngomong ini beberapa kali sama lo sebelumnya, kalau mereka tuh toxic, and look at you now, pulang-pulang dalam keadaan mabok kaya gak punya adat aja, kaya gak pernah diajarin, kaya bocah kampung, tau gak? lo ngerasa gak sih? akhir-akhir ini lo bener-bener kaya jauh dari kembaran yang biasanya gue kenal, ngerokok kaya kereta, bahkan sekarang bukan soda yang lo minum terus terusan, jangan lo pikir gue gak tau kalo tiap malem lo pulang telat, sengaja biar gak pas-pasan sama para mas karena takut kecium bau-” ucapannya terpotong kala dering telfon yang berasal dari handphonenya berbunyi, “Buruan mandi abis itu kebawah,” ucap Affandra seraya hendak berlalu kearah pintu kamarnya itu hendak keluar, “Sebelum kebawah, lebih baik lo nyamperin mas Daven dulu, dan for your information aja yang ngasih ramuan hangover yang lo bilang aneh itu mas Daven, dan-” Affandra mengalihkan pandangannya kearah kembarannya itu, “Gue mandi dikamar lo ya,” ucapnya seraya berlalu meninggalkan Deo yang masih berdiri diam ditempatnya,

Deo terjatuh duduk disofa dibelakangnya, mengusap rambutnya kasar, seraya meneguk habis minuman yang berada didepannya, lau berlalu mengambil sarung tangan hitam dilaci kecil dekat tv dikamar Affandra itu, dan berjalan kearah punching bag hitam yang berada dikamar Affandra,

“Bego, tolol, dongo, idiot,” ucap Deo secara terus menurus seraya meninju punching bag yang ada didepannya dengan keras, “Anjing anjing, lu kenapa gak mikir sih,” ucapnya lagi seraya mengeluarkan tinjuannya dengan keras secara terus menerus.

twelfth chapt. -

“Day, ini gue. Boleh gue masuk?”

suara tanya Kayana yang berasal dari balik pintu coklat yang berada dibelakang punggung Dayana berhasil menghancurkan seluruh lamunannya,

“Sebentar,” Dayana menghela napasnya perlahan, menyiapkan seluruh dirinya lagi untuk menemui Kayana, setelah seluruh cerita misteri tentang dirinya dan kehidupannya yang sebenarnya, setelah beberapa pesan singkat yang ia berhasil keluarkan didalam kolom chat dirinya dan wanita yang dulu ia yakini sebagai ibu kandung itu, dan setelah beberapa tweet yang ia buat guna menghibur dirinya sendiri, ia harus mampu membenahi dirinya lagi,

ditatapnya pantulan dirinya didepan cermin memanjang dikamarnya yang memang biasa ia tempati kala sedang berkunjung kerumah Kayana, ia paksakan bibirnya yang sedikit pucat untuk menyunggingkan senyumnya, walau matanya menyorotkan dengan jelas bahwa dirinya sekarang memang sedang berada dikondisi yang tidak bisa dibilang baik, terlebih lagi bekas jejak air mata yang membuat matanya menjadi sedikit lebih sembab itu,

“Masuk Kay,” ucapnya kala ia telah kembali duduk dibangku panjangnya tadi, seraya menatap kearah bangunan-bangunan yang lebih rendah didepannya itu,

“Day...” Kayana telah duduk disebelah Dayana setelah sebelumnya menepuk pundak Dayana perlahan, membuat sang empunya mengalihkan pandangannya dengan senyuman yang berhasil ia paksakan,

Kayana menghela napasnya, ia sangat tau bagaimana Dayana, terlebih senyumannya yang berhasil ia terbitkan diwajahnya walau mata sembabnya tidak bisa ia sembunyikan,

Hening, beberapa menit setelah Kayana berhasil duduk disamping Dayana, mereka berdua larut tenggelam dengan pikirannya masing-masing,

“Waktu itu gue sering banget ngomong sama lo, kalo cerita-cerita yang diangkat dibeberapa film, drama korea, bahkan dibeberapa cerita novel yang pernah gue baca tuh gak akan ada yang sedrama kaya disana gitu,” Dayana menghentikan ucapannya dengan kekehan pilunya, “Eh tapi ternyata, hidup gue lebih drama dari itu,”

“Gimana ya Kay, kalau misalnya ternyata keluarga asli gue emang beneran gak mau gue hidup?”

“Day...”

“Kay,” Dayana menolehkan pandangannya kearah sahabatnya itu, “Gue gak butuh kata-kata manis untuk saat ini, sejak 2 tahun lalu, gue paham semua kata manis yang dilontarin orang lain kekita itu cuman sebagai healing sementara, cuman sebagai pelindung dibalik beberapa hal pait yang gak lama bakalan lo rasain lagi,” Dayana memejamkan matanya yang berhasil membuat air mata yang telah terkumpul jatuh dengan beraninya, “Gue cape.”

“Day, lo masih punya gue, mami sama papi,” ucap Kayana seraya mencoba mendekat kearah sahabatnya itu,

Dayana menggelengkan kepalanya seraya sedikit menjauhkan dirinya kala tubuh Kayana mendekatinya, yang berusaha ingin mendekapnya, “Rasanya beda, Kay,” ucapnya seraya menatap kearah netra kecoklatan didepannya, “Rasanya beda Kay,” ulangnya lagi, seraya menghela napasnya perlahan, lalu mengusap wajahnya dengan kasar dan tersenyum pilu, “Gue bahkan gak tau sekarang bedanya rasa sayang dari keluarga sendiri yang asli sama rasa sayang dari orang yang nganggep kita keluarga,” ucapnya lagi dengan air mata yang masih keluar dari sudut matanya,

“Gue kira dulu gue bisa bedain Kay, mana rasa sayang ibu kandung sama rasa sayang dari orang yang kita anggep ibu, tapi ternyata?” Dayana sedikit terkekeh sinis, “Bahkan ibu yang gue anggap ibu kandung gue sendiri aja ternyata seorang pembohong besar,”

“Dayana!” pekik Kayana memotong kala ia mendengar ucapan sahabat disampingnya, “Lo gak boleh ngomong gitu ke bunda Mayang, dia sayang sama lo, dia udah ngurusin lo sampe lo jadi kaya sekarang Day,”

“Maksud lo, gue gak boleh gak tau terima kasih gitu? karena bunda ah enggak, wanita itu udah mau ngerawat gue tanpa imbalan, gitu?” senyuman sinis Dayana tersungging lagi, setelahnya, “Lo gak denger tadi kata mami lo apa? orang tua kandung gue gak lari dari tanggung jawab gitu aja, bahkan sampai saat ini ntah siapa yang ada dibalik orang tua gue itu masih ngirimin uang bulanan ke rekening gue, dengan seolah-olah itu uang tabungan wanita itu kan?”

“Wanita itu bunda lo, Dayana,”

Dayana menghela napasnya, lalu beranjak dari tempatnya, mengambil tas yang tadi ia bawa untuk kerumah Kayana, “Lo mau kemana?”

“Bukan urusan lo,” Dayana gerah, menurutnya sangat percuma berbicara dengan siapapun sekarang, tidak akan ada yang mengerti bagaimana dirinya saat ini,

“Lo jangan keras kepala, ini udah jam 12 malem, Day.” Kayana menatap manik mata Dayana yang menyorotkan tanda entah itu kecewa, marah atau bahkan sedih secara bersamaan keluar dengan tajamnya,

“Biar gue yang keluar dari sini,” Kayana melepaskan genggamannya yang melingkar dipergelangan tangan Dayana, “Lo istirahat aja,”

“Good night Day,” ucap Kayana seraya tubuhnya hilang dibalik pintu cokelat itu,

setelahnya, Dayana luruh kepermukaan lantai kamarnya, memeluk kedua kakinya yang telah ia tekuk, menenggelamkan semua kepalanya, “Kenapa sih? kenapa semuanya kejadiannya dihidup gue?” monolognya dengak isakan yang menghiasi,

“Gue cuman sendirian disini, gue gak sekuat apa yang ada diluar yang biasanya orang lihat, gue gak sekuat apa yang diomongin Fabian atau Reyga, enggak, bohong, semuanya bohong,” Dayana mengucapkannya kepada ruang hampa yang berada didepannya seraya terisak dengan kerasnya, seakan tidak peduli jika ada yang mendengarnya,

“Kapan semuanya jadi tenang kaya dulu,”

“Kenapa mamah sama papah gak bawa gue sekalian ikut mereka,”

“Atau bahkan...”

“Bunda,” Dayana semakin terisak keras kala mulutnya berhasil melontarkan sebutan itu, pikirannya memutar beberapa memori yang dahulu ia rasakan bersama wanita yang dulu ia anggap sebagai ibunya, wanita yang dulu ia anggap sebagai ibu terbaik didunia karena mau membesarkan dirinya seorang diri kala pasangan hidupnya meninggalkannya,

potongan demi potongan memori berhasil keluar dari dalam lautan ingatan gelapnya, potongan kenangan saat dirinya merayakan hari ulang tahunnya, yang kala itu hanya ia rayakan berdua bersama bundanya itu, potongan kenangan ketika ia diajari mengendrai sepeda pertamanya, potongan kala ia membantu bundanya mendata para pasien diklinik pribadi bundanya itu, dan beberapa potongan lain kala dirinya dan wanita yang ia sebut bunda itu menghabiskan waktu berdua,

tiba-tiba suatu potongan kenangan berhasil lewat dipikirannya, kenangan saat dirinya dan bundanya itu mendatangi tiga makam yang bersejajar dihiasi batu nisan granit mewah, dengan tulisan emas menghiasi atasnya, ia tidak tau makam siapa, tapi kala ia tanyakan ke bundanya secara terus menurus disaat ia dan bundanya itu sangat sering mengunjungi ketiga makam itu, bundanya hanya akan menjawab nanti ia pasti akan tau atau akan ada saat nanti ia akan tau,

“Bidadari....” ucapan itu Dayana keluarkan secara spontan,

Bidadari yang selalu hadir dimimpi gue ternyata mendiang...” batin Dayana, seraya menutup kedua mulutnya,

Kini semua teka-teki yang dahulu ia terus pertanyakan, satu-satu mulai terjawab.

[⚠️⚠️⚠️ Warning! it might be sensitive content for some of you so please please be careful ! Kalo kamu punya anxiety atau panick attack/yg berhubungan dengan semacamnya. Please jangan dibaca ya. Jangan ngeyel!!⚠️⚠️⚠️]


eleventh chapt. -

Ramadella duduk disofa kecil berwarna hitam disebuah ruangan dengan tenangnya, seraya masih mengenggam sebuah amplop berisikan hasil test dna yang telah diambil oleh asisten pribadinya tadi,

“Rama? tumben kemari tanpa pemberitahuan,” ucap seseorang yang baru memasukki ruangan yang memang sudah Ramadella tempati sedari beberapa menit lalu dengan sedikit terkejut tergambar jelas diwajahnya,

“Mas Putra, boleh kita ngobrol berdua saja?” ucap Rama, yang langsung dibalas anggukan kepala dan gestur tangan oleh Putra, agar asisten pribadinya itu dapat keluar dari ruangannya,

Putra menekan tombol hitam ditembok dekat pintu ruangannya itu, membuat ruangan itu dapat menjadi kedap suara agar pembicaraannya tidak terdengar oleh siapapun,

Putra mengalihkan pandangannya kearah Rama dengan tatapan dan mimik wajah bertanya, “Jadi? ada hal penting apa yang kamu mau bicarakan Ram?” Hubungan Putra dan Ramadella selain diluar pekerjaan memang sangat dekat bagaikan adik dan kakak, sehingga jika keadaan seperti sekarang hanya ada mereka berdua saja, Rama dan Putra terbiasa berbicara dengan bahasa yang lebih santai,

Rama langsung memberikan amplop yang sedari tadi ia pegang,

Putra yang melihat jelas label nama klinik yang tercetak jelas diamplop itu langsung terkekeh, “Akhirnya yaa...”

“Maksudnya?” Rama langsung bertanya dengan wajah bingungnya, “Mas Putra udah tau?” ucapnya langsung menyergap bertanya kepada Putra,

Putra terkekeh, tetapi ada nada ejekan didalam kekehannya, “14 tahun, saya, kakak ipar saya, dan sahabatnya melindungi anak cantik itu, dan akhirnya keluarga Kentara mengambil tindakan seperti ini, akhirnya kan?” ucapnya dengan senyum sumringah yang membuat pikiran Rama semakin abu-abu,

Rama menatap Putra dengan mimik wajah dan tatapan yang bingung,

Putra tersenyum, lalu menepuk pundak Rama seraya berlalu mengambil sebuah kaleng soda didalam lemari pendingin dipojok ruangan, “Kamu pikir selama 14 tahun ini, kakek mu itu tidak tau kalau beliau mempunyai cucu selain kalian?”

Putra mengalihkan pandangannya, ia masih melihat wajah kebingungan dari yang kebetulan adalah bossnya itu.

“Kakek mu itu tau Rama, kalau beliau mempunyai cucu perempuan, tapi ia menolak fakta itu,” Putra meneguk soda yang ia ambil tadi, dirinya butuh penyegar untuk membuka file baru lamanya mengenai hal ini,

“Didalam otak kamu pasti bertanya, kenapa kakek mu itu gak mau mengakui atau bahkan mencari tau kebenaran apakah anak perempuan itu benar cucunya atau bukan, simplenya kakek mu gak mau kalau K+ ini bukan dijalani oleh orang diluar keluarga Kentara,” ucap Putra menepuk pundak Rama, lalu duduk dihadapan pria berjas biru dongker itu,

Rama mengusap wajahnya kasar, ini sudah sesuai dengan feelingnya kemarin, dan juga feeling Kayvan sedari awal, “Saya gak ngerti mas, maksudnya gimana? kan tetap saja yang akan menjalani ya anaknya om Kevin kan?”

Putra menggelengkan kepalanya, “Kalau anak dari mas Kevin itu perempuan, otomatis yang akan menjalani perusahaan ini pasti suaminya, karena para pemegang saham gak akan percaya kalau perusahaan foundation sebesar K+ ini dijalani oleh seorang perempuan, dan itu yang akan membuat 70% K+ hilang dari jangkauan Kentara,”

Rama terkejut. Sangat terkejut. Apakah memang seserakah itu kakeknya hingga tidak ingin jika cucunya ada yang perempuan? padahal ia sangat tau neneknya dan juga para saudara sepupunya sangat menginginkan cucu atau sepupu perempuan,

“Kalau kamu mau ngambil hak asuhnya Sava, silahkan, Rama. Karena Sava memang berhak berada ditengah keluarganya, tapi...” ucapan Putra terhenti, membuat Rama menengadahkan pandangannya, menatap Putra yang masih setia duduk dengan botol kaleng ditangannya,

“Urus itu dipengadilan, hak asuh sah secara hukumnya Sava berada ditangan Wendy sekarang, setelah Mayang meninggal,” ucap Putra melanjutkan,

“Dan Rama, saya hanya minta tolong, tolong rawat ia dengan benar, limpahkan dia dengan kasih sayang, suasana keluarga yang ramai, dan juga dengan fasilitas yang terbaik,” ucapnya kepada Rama,

“Jadi yang dikubur ditengah makam tante Iren dan om Kevin itu siapa, mas?”

“Makam kosong,” ucap Putra dengan santainya, Rama semakin terkejut, selama ini makam yang ia selalu panjatkan doa paling keras karena merasa gagal menjaga salah satu adiknya, dan makam yang selama ini ia jadikan teman untuk bercerita kala ia tiba-tiba ingin datang berkunjung, hanya segundukan tanah yang berisi lubang kosong

Setelah keluar dari ruangan Putra, Rama memberikan kode agar para ajudan serta Fahrul, asisten pribadinya, menunggu didepan toilet yang berada dilantai khusus jajaran pimpinan K+ ini,

Respon badannya terasa lemas, pikirannya terus memutar sederetan kejadian yang pernah ia alami dulu, gambaran khayalan yang selama ini telah tertanam didalam lubuk pikirannya bermunculan kembali,

“Ayah, Bunda enggak enggak,”

“Ayah Bunda maaf,”

suara yang sangat ia kenali berteriak minta tolong didalam pikirannya,

Prangg

Suara pecahan kaca memenuhi ruangan toilet yang kecil itu bersamaan dengan lelehan darah yang keluar dari lengan laki-laki yang membuat kaca itu pecah berhamburan,

“Maafin...” isakan tangis Rama keluar dengan air mata yang langsung deras membanjiri pipinya,

“Rama yang salah, enggak adik-adik gak salah, Rama yang salah,”

“Maafin Rama, maafin Rama gak bisa nolong kalian, maaf,” ucap Rama dengan nada serak dan lemahnya seraya langsung lunglai ,

“ENGGAKK!” Rama langsung duduk terbangun, dan melihat kesekelilingnya,

“Pak Rama? biar saya langsung panggilkan dokter ya pak,” ucap Fahrul yang langsung hendak keluar dari ruangan rawat Rama,

“Saya kenapa?” ucap Rama dengan wajah bingungnya serta dalam suaranya yang lemah,

“Setelah saya dengan suara pecahan kaca, saya langsung menerobos masuk pak, tapi saya melihat bapa sedang histeris, jadi saya tidak langsung mendekat, ketika bapak hendak jatuh, saya langsung buru-buru menghampiri bapak, dan langsung membawa bapak kesini,”

Lagi. Kejadian ini terulang kembali. Padahal dalam 3 tahun ini, ia sudah mati-matian untuk mengubur sisinya yang seperti ini didalam dirinya, Rama langsung berdecak dan menggelengkan kepalanya, ia langsung melepas infus ditangan kanannya,

“Pak Ram-”

“Saya sudah gak papa, ayo kita pulang saja,” ucap Rama yang langsung mengambil jasnya, dan langsung berlalu keluar ruangannya,


“Mas ayo dong, katanya mau ngomong ke si Dayana sekarang,” Davendra memburui Rama, setelah beberapa menit Rama sampai dirumahnya itu,

Kayvan menghampiri Rama dengan segelas air ditangannya, “Gak bisa malam ini Ven, keadaan gue gak stabil, mental dan fisik gue lagi gak kaya biasanya,”

“Kalo lo ngomongin mental juga kita semua rata-rata mentalnya disini gak baik mas,” ucap Davendra dengan sinis, membuat para adiknya yang memang kebetulan ada disana, seperti Ailesh Avanesh yang sedang makan camilan mereka seraya belajar oleh Cia dan Arvel, lalu ada Aidan yang hanya bersantai disofa, dan juga Kegan serta Byantara yang ikut bersantai juga disana,

“Ven..” Kayvan menginstrupsi Davendra, ia tau emosi Davendra juga sedang tidak stabil,

“Loh bener kan Kay? lo aja baru bisa tenang naik pesawat biasa yang bukan heli itu baru 3 setengah tahun kebelakang,”

“Ven tapi gak-” ucapan Kayvan terhenti kala ia melihat sosok Basudeo memasuki ruangan tengah yang biasa digunakan untuk ruangan berkumpul keluarga oleh mereka,

Davendra melihat kearah mata Kayvan, ia melihat Basudeo berjalan mendekati mereka yang memang posisinya harus ia lalui jika ingin menginjak tangga kelantai 2,

Davendra menahan tangan kanan Deo dengan keras, “Lepasin mas, mas Daven mau buat tangan Deo patah?” ucap Deo dengan tatapan tajamnya kearah Davendra,

“Kamu minum?” ucap Davendra seraya menatap tajam juga kearah manik mata Deo. Penciuman Davendra memang terkenal paling tajam diantara mereka semua,

“Kenapa?” balasan Deo dari jawaban Davendra membuat semua orang menatap Deo tak percaya,

“Basudeo...” ucap Kayvan memperingatkan Deo

“Deo...” ucap Affandra yang baru turun dari tangga diikuti oleh Aydhan dan Edhan, lalu hendak mendekat, langsung ditahan oleh gestur tangan Davendra yang mengartikan bahwa mereka tidak boleh mendekat,

“Mas tanya sekali lagi, kamu minum?”

“Kalo iya emang kenapa sih? Gak boleh juga? apa-apa aja gak boleh, minum soda gak boleh, fokus dan ngeseriusin karir ngeband gak boleh, bahkan masuk ke jurusan musik aja gaboleh. Apalagi mas Davendra yang gak boleh Deo lakuin?”

“Basudeo cukup!” ucap Ramadella dengan penekanan,

“Kenapa? mas Rama juga mau ngomelin dan mendikte Deo juga? kenapa sih kalian suka banget ngatur kehidupan Deo, bahkan kalian aja BUKAN KAKAK KANDUNG SAYA!”

Plakkkk

Tamparan keras tersemat diatas pipi Deo, ia langsung memincingkan tatapannya dengan tajam melihat kearah seseorang yang telah berani menorehkan tamparannya keatas pipinya,

Ia menyunggingkan senyumnya, “Bahkan mamih aja gak pernah nampar Deo, mas,” ucap Deo seraya menatap tajam pelaku yang menamparnya itu, ia langsung ditarik paksa oleh Affandra, yang langsung diikuti oleh Aydhan dan Edhan dibelakangnya,

“Mas harusnya gak boleh ngelakuin itu.....” ucapan Ailesh langsung menyadarkan keterkejutan para mas sepupunya yang masih memproses kejadian tadi,

“Gak seharusnya mas Kayvan nampar mas Deo kaya tadi,” ucap Ailesh langsung berlalu seraya menarik Avanesh untuk mengikuti dirinya,

Kegan langsung menghampiri Aidan dan menepuk bahunya, ia tau bahwa adiknya yang satu ini sebenarnya juga sudah tersulut emosi kala ia tau adik paling kecilnya melanggar perjanjian diantara mereka berlima, iya, mereka berlima apalagi si kedua kembar itu, Affandra dan Deo, telah berjanji bahwa mereka setuju ada beberapa peraturan yang mereka buat untuk satu sama lain, dan salah satunya dari peraturan itu adalah, untuk tidak meminum alkohol sebeum usia legal, dan usia legal yang mereka maksud adalah 21 tahun.

“Tahan oke,” Kegan menepuk pundak Aidan lagi,

“Fren, mending kita minum, dari pada emosi kan gak baik, ntar setan lewat, dibawa lu ke neraka,” ucap Arvel seraya menarik Aidan dan diikuti oleh Cia,

“Lah mo minum apaan? air kolam hah? kok kearah kolam renang?” ucap Kegan berteriak ketiga orang yang sudah berjalan agak jauh

“Engga, mau minum wine mahalnya mas Rama,” teriak Arvel agak ia tekan ketika menyebutkan jenis alkohol itu

“HEH ARVEL JULIAN ADEK GUE LO AJAKIN GAK BENER MUL-” teriakan Kegan terhenti bersamaan dengan terbekapnya mulutnya oleh Byantara,

“Gue tau lu mirip tarzan, tapi ini rumah bukan hutan maen teriak aja lu,” ucap Byantara seraya melepas bekapannya,

“Iya lu monyetnya,” ucap Kegan langsung berlalu dengan berlari kearah lapangan basket dihalaman rumahnya yang lain,

“KEGAN AYUNDRA SETAN EMANG!” ucap Byantara seraya berlari menyusul Kegan,

“Talk,” ucap Rama menepuk pundak Kayvan yang masih diam membeku, kemudia berlalu kearah kamarnya yang diikuti oleh Davendra.

tenth chapt. -

Dayana mengetikkan balasannya kepada pesan yang baru saja ia terima, “Mami nyuruh gue ke rumah, ada apa ya Kay?” Dayana mengucapkannya seraya menyuap nasi yang ia sedang nikmati dan menengokkan kepalanya kearah sahabatnya itu, Kayana yang ditanya olehnya hanya mengangkat bahunya, sebagai tanda ia juga tidak tau perihal apa.

Kayana langsung paham apa maksud ibunya itu, ia memikirkan apa yang akan ia perbuat jika sahabat didepannya ini marah besar kepadanya, karena ia akui hanya Dayana lah yang menerima berteman dengan Kayana sejak ia dan Dayana berada di masa sekolah menengah pertamanya,

“Kay?” Kayana tersadar kala suara Reyga menginstrupsi lamunannya itu, “Eh kenapa, Rey?” ucapnya langsung menjawab panggilan Reyga,

“Stres banget lu ya? sampe pelongo gitu,” ucap Deo kepada Kayana

“Lo gapapa, Kay?” tanya Aydhan yang langsung membuat seluruh pasang mata dimeja itu terfokus kearah Kayana,

Dayana langsung menggenggam telapak tangan sahabatnya itu, “Kay?”

Kayana menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Enggak enggak gapapa santai,” ucapnya seraya melanjutkan makan siangnya,

Sejak para Kentara bersaudara mengetahui jika Dayana adalah saudara sepupu mereka, merekapun langsung tanpa malu untuk mengajaknya ke kantin, terlebih seorang Ailesh yang langsung dengan ceria mengajaknya tadi, Dayana yang tidak enak menolaknya, terlebih lagi sifat Avanesh yang tiba-tiba berubah menjadi hangat kepadanya sejak apel harian sekolahnya pagi tadi, membuatnya semakin merasa tidak mampu menolak, padahal dirinya tau persis jika dirinya akan menjadi sosok yang selayaknya patung dimuseum, diperhatikan para pasang mata disana sedari ia memasuki “Kantin Babeh”, yang memang tempat berkumpulnya beberapa para siswa tongkrongan atau anak gaul sekolahnya dan Sky High, sekolah lain yang hanya beberapa blok dari sekolahnya itu,

Bisikan-bisikan santer terdengar oleh mereka lagi, kala sosok yang tidak asing bagi para anak Neo, Alfareza Athaya, seorang anak laki-laki yang beberapa minggu lalu menjadi lawan seorang Edhan Samudera, yang mengakibatkannya dikeluarkan dari Neo Jaya School,

“Waw, waw lihat kita ketemu siapa? para anak kerajaan yang terhormat,” ucap Reza seraya membungkuk seakan memberi hormat dengan senyum seringai diwajahnya,

“Hai bro, long time no see?” Reza mengucapkannya seraya menatap Edhan yang berada duduk bersebelahan dengan Dayana, “Wow, gue tinggal sebentar, selera lo jadi rendah banget ya,” Reza terkekeh bersama para teman satu gengnya yang baru,

“Lo mending pergi, sebelum rahang lo geser jauh dari tempat seharusnya,” Deo mengucapkannya tanpa melihat kearah orang yang ia maksud,

Reza terkekeh mengejek kala ia mendengar ucapannya Deo, “Masih jaman ya ngebengkokin rahang ancemannya? basi banget tau gak,”

“Gimana kalau lo lawan gue, yang menang dapetin cewek disebelah lo,” ucapan Reza membuat Kayana hampir bangkit dari tempatnya jika saja tidak ada tangan Reyga yang menahannya seraya menggelengkan kepalanya,

Beberapa orang telah mengalihkan perhatiannya kearah meja yang ditempati para Kentara bersaudara beserta Reyga, Kayana dan Dayana itu, para Kentara bersaudara masih terdiam tidak menghiraukan ucapan-ucapan Reza, “Dayana bukan barang yang bisa lo jadiin bahan taruhan kaya gitu,” suara Affandra yang sangat jarang keluar kala ada pertikaian seperti ini, akhirnya keluar pula,

“Waw, seistimewa itu kah? sampai seorang ketua osis terhormat ngebelain, mainnya oke nih kayanya, apa digilir? oh bayarannya mahal ya cantik?”

Final. Kata-kata terakhir itu berhasil menyulut seluruh otot kemarahan seorang Edhan,

Buggg

Edhan menatap kedepannya, bukan suara pukulan tadi bukan berasal dari arah kepalan tangannya, melainkan berasal dari kepalan tangan seseorang didepannya,

“Apa? Lo mau ngomong apa lagi?”

“Anj-” Pukulan keras kembali melayang kearah Reza, membuatnya jatuh tersungkur kembali,

“Kalo lo masih disini cuman buat ngeluarin hal sampah kaya tadi, gue pastiin besok lo dan temen-temen lo udah gak bisa lagi dengerin suara cempreng lo itu,” Aydhan mengucapkannya, seraya menatap tajam kearah orang yang ada didepannya,

“Dan mungkin mulai besok, lo harus mulai belajar jalan cuman pake satu kaki aja,” ucap Edhan bangkit dari tempat duduknya seraya menyunggingkan senyum mengejeknya,

“Atau mau belajar mulai gak ada tangan?” ucap Deo yang masih duduk ditempatnya tetapi arah tatapannya tajam melihat ke satu titik, Reza.

“Gue rasa sekarang waktunya lo cabut,” ucap Affandra mengucapkannya dengan masih fokus pada buku bacaannya.

Setelah kepergian Reza berserta para antek-anteknya, Aydhan langsung pergi, yang diikuti langsung oleh Edhan,

Deo yang mengetahui akan kemana mereka langsung menggelengkan kepalanya,

Here we go again,” ucap Avanesh yang langsung mengangkat kedua bahunya kala menangkap tatapan bertanya dari Dayana dan Kayana,


Bragg

Suara lemparan kursi berbenturan oleh tembok terdengar nyaring berbunyi diatap gedung sekolah Neo Jaya,

“Anjing tau gak?!! bangsat bangsat,” Aydhan berteriak marah seraya menendang tumpukan beberapa kertas didekatnya,

“Tiga,”

“Dia tau gak sih dia tuh kaya bangsat banget??”

“Empat,”

“Ada ya manusia yang mulut sama otaknya brengsek kaya dia?”

“Lima,”

“Argghh anjing, tai, bajingan, brengsek, fuck!!” ucap Aydhan dengan frustasi seraya melemparkan kursi lainnya,

“Sembilan,” Edhan mengucapkannya seraya beranjak mendekati saudara kembarnya yang masih membara emosi itu, ia lalu duduk disamping Aydhan yang membaringkan tubuhnya diatas lantai atap sekolahnya,

“Berapa?” Aydhan mengalihkan pandangannya kearah kembarannya itu, yang langsung dibalas senyuman bulan sabit oleh kembarannya,

“Butuh 2 sampe 3 susu full cream lah,” ucap Edhan seraya terkekeh yang membuat seyum bulan sabitnya kian merekah

“Argghh anjing emang! tai tai,” ucap Aydhan lagi seraya bangkit dan berlalu, dan disusul oleh Edhan dibelakangnya dengan terkekeh dan langsung berlari menyusul langkah kaki kembarannya,

“4 susu kalo gitu mah Ay,” ucapan Edhan, langsung dibalas dengan lemparan penghapus yang langsung mengenai kepala Edhan

Dan hari ini Neo kembali diramaikan oleh kemarahan dari kembar Kentara.

ninth chapt. -

“JANGAN DI PLAY DULU, AFFAN MAU NGAMBIL CHARGER,” suara teriakan Affandra terdengar kala Rama telah menapakkan kakinya kedalam ruang keluarga rumahnya itu seraya mengendurkan ikatan dasinya,

“Lama amat mas, baru pulang jam segini,” ucap Aydhan orang pertama yang menyadari Rama telah pulang,

“Iya itu taro sana aja,” Rama mengintruksikan beberapa orang yang memang ia mintai tolong tadi untuk membawakan bawaannya yang banyak itu, “Mampir dulu ke jogja,”

ucapan Rama sukses membuat semua pasang mata para adiknya yang berada diruang keluarga itu langsung mengalihkan pandangannya kearah Rama, “Hah?!” ucap mereka terkejut secara bersamaan,

Deo, Edhan dan Aidan bertepuk tangan secara bersamaan, sedangkan Byantara dan Aydhan yang sedang membantu beberapa orang yang baru saja menaruh barang bawaan dari Rama itu hanya menggelengkan kepalanya, “Makasih ya pak,” ucap Aydhan kepada orang yang membantu Rama itu,

“Udah diplay belum?” Affandra mengucapkannya seraya turun dari lantai dua dengan Arvel, Cia dan Kegan yang menyusulnya dari belakang, “Loh? Mas Rama udah pulang?” ucap Kegan, yang berhasil membuat Davendra dan Kayvan langsung keluar dari kamarnya,

“Mana mas Rama?” ucap mereka secara bersamaan,

“Apasih mas mas ini sok kangen gitu,” ucap Anesh yang berada didepan tv seraya memakan steak yang telah dibelikan oleh Daven itu,

Mereka semua memang sedang bersiap mengadakan ritual rutin mereka, yaitu menonton bersama disetiap malam sabtu dan nanti akan dilakukan lagi disetiap malam minggu, jika semua penghuni memang sedang berada dirumah dan tidak ada kegiatan sama sekali, dan malam ini adalah waktunya, karena sangat jarang mempertemukan mereka semua yang memang ada saja kegiatannya yang membuat mereka sibuk dan tidak saling bertegur sapa, tentunya kecuali sikembar paling bontot, Alesh dan Anesh, yang memang masih belum terlalu banyak kegiatan.

“Ih mas Rama kok bau parfum cewe sih?” ucap Alesh yang memang sedang didekap oleh Rama dari samping,

ucapannya langsung membuat semua pasang mata para masnya itu tertuju oleh mas tertua mereka, Ramadella.

Tatapan tanya, hingga menggoda yang mengejek menatap Rama, “Cielah gile gile, akhirnya kita hajatan nih?” ucapan Deo langsung dihadiahi pukulan kecil dikepalanya oleh Kayvan yang berada disampingnya,

“Gausah pada mikir aneh aneh deh lo semua ye, udah ah mas Rama mandi dulu,” Rama langsung melepas dekapannya pada Alesh dan berlalu,

“CIEEEE SALTING NIHH MAS RAMAA,” ucap Ayi yang langsung mengundang gelak tawa semua saudaranya,

“AWAS YA KALIAN SEMUA,” teriak Rama yang malah langsung mengundang tawa lebih keras dari para saudaranya

-

Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam, Satria berserta para rombongan teman-teman seperjuangan kepengurusan himpunannya dulu, baru saja tiba di villa yang para adik-adik tingkat jurusannya tempati, “Bang, ada yang perlu dibawain?” ucap Misha yang langsung menghampiri Satria diikuti para teman-teman kepengurusannya yang lain,

“Eh iya itu Sha, tolongin ya kita bawa makanan, biasa lah, Yud Jo ini tolongin,” ucap Satria sekaligus memberikan gestur tangannya agar Jo dan Yuda yang ia panggil tadi menghampiri,

Ceye, Arsena dan Kayron yang baru saja turun dari mobil langsung menghampiri tempat Satria yang sedang ramai dikerubungi oleh beberapa panitia sekaligus pengurus himpunan jurusannya yang sekarang,

kegiatan salam-salaman, bertos ria dan berbasa-basi tidak terlewatkan oleh mereka semua, maklum, itu sudah menjadi tradisi jurusan mereka ketika bertemu dengan alumni yang berkunjung dikegiatan program kerja himpunan yang sedang menjabat.

“Lancar kan Doy, Tar?” ucap Lintang seraya meminum soft drink yang ada ditangannya,

“Lancar lah ya boy, btw villanya oke deh,” ucap Bara yang baru saja bergabung dengan berdiri disamping Lintang diikuti oleh Dion, Chen dan Xavier.

Doy menganggukkan kepalanya diikuti oleh Tara dan Haidar disampingnya, “So far lancar sih bang alhamdulillah, cuman tadi makan siang lumayan telat sih tapi masih aman,”

Para senior didepan mereka menganggukkan kepalanya, “Bagus lah kalo gitu, udah ada yang tumbang?” ucap Dion kepada ketiganya, yang langsung dibalas dengan saling tatap satu sama lain,

Chen dan Xavier terkekeh melihatnya, “Santai aja sih, wajar kalo banyak yang tumbang mah, asal gak tiba-tiba banyaknya pas nanti malem aja,” ucap Chen kepada ketiganya yang langsung dibalas kekehan salah tingkah oleh mereka.

Haidar menggaruk belakang lehernya, “Tumbang mah ada bang pasti, cuman ya diliat-liat dari kemarin sore pas nyampe mah emang itu lagi itu lagi sih,”

“Tapi pas tadi ditanyain sama Thomi mereka bilang malem udah oke gitu sih bang,” ucap Tara menambahkan, Thomi yang merasa namanya dipanggil menengokkan kepalanya dengan wajah bertanya,

“Udeh lu ngurus itu Thom,” ucap Bara kepada Thomi yang langsung dibalas dengan tanda hormat oleh Thomi,

setelah perbincangan basa-basi yang mereka lakukan dihalaman parkir, mereka langsung menuju area yang memang dikhususkan untuk alumni berserta para pengurus himpunan, karena memang yang menjadi panitia dalam malam keakraban angkatan mahasiswa baru ini biasanya dari mahasiswa baru sendiri dan didampingi oleh ketua dan wakil himpunan, beberapa kepala departement himpunan berserta tentunya koordinator angkatan atau yang biasa disapa jendral dihimpunan ini.

Ketika Satria dan seluruh rombongannya menapakkan kakinya kedalam area tersebut, langsung dihadiahi oleh tundukan membungkuk hormat dari beberapa pengerus serta sapaan dari mereka pula,

“Santai aja sih santai, gausah pada tegang,” ucap Ceye dengan cengiran diwajahnya,

Arsena terkekeh bersama dengan Bara, “Kan yang mau diomelin juga bukan kalian nanti,” ucap Arsena dengan sedikit kekehan dibelakangnya,

Mereka semua akhirnya duduk melingkar, dengan posisi setengah lingkaran diisi oleh para rombongannya Satria, dan setengah lagi para petinggi himpunan periode Doy dan Tara,

Doy membuka diskusi yang ingin mereka jalani, “Oke selamat mal-”

“Cih anjir formal banget dah gausah pake begitu dah doy,” Bara memotong omongan Doy yang langsung dihadiahi pukulan keras dipunggungnya oleh Dion,

“Lo bisa diem aja ga sih Bar anjir,” Dion tampak tersungut kesal dengan Bara yang sedang mengaduh mengusap punggungnya,

Xavier menggelengkan kepalanya melihat kelakuan para teman-temannya yang tepat disampingnya itu, “Lanjutin aja Doy,”

“Udah udah jadi gimana? Mau bahas apa aja nanti?” ucap Satria kepada Doy dan yang lainnya,

Doy berserta para jajarannya pun saling menengokkan kepalanya ke arah satu dengan yang lainnya,

“Yailah pake tengok-tengokan segala, cob-” ucapan Ceye terpotong kala sosok Jerome baru datang bergabung,

“Sorry bang tadi abis beli teh sama kopi, eh iya ini kopinya bang diminum dulu sama dimakan bang snacknya,” ucap Jerome menyodorkan kopi dan beberapa snack yang dibawa Rayhan, anggota dari departement Thomi yang memang berada dibelakangnya berserta dengan Jevano juga,

“Asik Thank you thank you, diminum yaa,” ucap Chen kepada mereka semua,

“Ayo coba langsung aja, elo dah Jer, gimana?” ucap Ceye yang langsung membuat wajah Jerome mengisyaratkan tanda tanya besar,

“Yee pea dia aja baru dateng, udah lo Yud coba, eh wait, si Juno dari tadi gak keliatan dah” ucap Kayron mengintruksi,

“Juno lagi ngurusin makanannya para maba bang sama Haidar,” jawab Misha kepada Kayvan,

“Oh oke oke, ayo Yuda lanjutkan,” Kayvan mengintruksikan Yuda menggunakan tangannya

Yuda yang namanya dipanggil langsung terlihat sedikit gugup, “Ja-jadi gini bang, kan dari yang abang-abang tau mulai dari periode 6.0 udah ada base bang, nah sekarang tuh base itu banyak banget disalah gunain,” ucap Yuda seraya menatap Thomi, Tara dan beberapa temannya untuk meminta bantuan,

“Oh gue sempet baca tuh, yang waktu itu ada kritik masalah olimp ikom tapi kritiknya malah mau ngejatohin gitu sih yang gue nilai,” ucap Xavier seraya meneguk kopinya,

“Oh yang waktu itu lo kirim ke grup ya?” ucap Lintang yang langsung membuat Doy berserta temannya terkaget,

Ceye langsung tertawa berserta Arsena dan juga Kayron, “Santai santai, langsung panik gitu,” ucap Ceye kepada mereka,

“Itu juga sebenernya yang mau kita omongin sih, ya kan?” ucap Satria kepada para teman-temannya, yang langsung dibalas anggukan oleh mereka.

“Oke berarti masalah kritik dibase, terus apalagi?” ucap Kayron seraya mengangkat ibu jari tangan kanannya mengisyaratkan untuk menghitung.

Doy langsung menengokkan kepalanya kearah para teman-temannya, selang beberapa menit semua cerita dan permasalahan yang mereka hadapi akhir-akhir ini pun langsung keluar begitu saja kepada para senior mereka itu,

Permasalahan dari mulai dengan angkatan yang saat ini sedang mengadakan makrab yaitu angkatan 20, permasalah yang timbul didalam struktural himpunan, keluhan program kerja, sampai perasaan kesal mereka yang mereka pendam terhadap para atasan dijurusan, mereka curahkan secara garis besarnya, guna mendapatkan solusi,

Dari mulai Satria, Lintang, Xavier, Chen hingga Dion memberikan wejangan dan saran yang cukup serius, sesekali Ceye, Arsena dan Kayron juga menimpalinya, sedangkan Bara yang memang karakternya yang humoris hanya memberikan celotehan ringan yang selalu mengundang tawa,


Tiba waktunya para alumni yaitu pasukannya Satria dan teman-temannya beraksi, waktu tepat menunjukkan pukul 11 malam, para mahasiswa baru telah bersiap berbaris dilapangan besar yang memang disediakan oleh villa yang mereka tempati,

“Gue dibelakang aja ah jadi kompor,” Bara mengucapkannya seraya berlalu kearah belakang barisan para mahasiswa baru itu, diikuti oleh Chen, Xavier yang memang perannya nanti menjadi ice breaking kala Arsen, Ceye dan Kayron selaku Jendral saat periode himpunan mereka memanaskan suasana, sedangkan Satria dan Lintang hanya sebagai pembuka dan penutup sesi ini, dan Dion sebagai kompor dibagian samping,

Satria dan Lintang telah selesai dengan pembukaan mereka lalu menepuk pundak Ceye, Arsen dan Kayron, menandakan ini sudah waktunya mereka,

Dalam hitungan puluhan menit suasana lapangan itu telah dihiasi oleh beberapa teriakan lantang dari Arsen dan Ceye, dan dibumbui oleh celetukan mengompori dari Kayron dibagian samping kanan, dan Dion dibagian samping kiri, tidak lupa pula Bara yang berada dibelakang,

“Gue kan nanya sama kalian, masa gak ada yang mau jawab? Ini gue ngomong sama manusia kan?” ucap Arsena dengan nada menyebalkannya

“Iya bang tembok bang,”

“Yaelah bang, apasih kita mah cuman alumni doang,”

“Ga penting bang elu ngomong panjang lebar,”

ucapan itu keluar bergantian dari Dion, Kayron dan juga Bara memanaskan seluruh ocehan yang keluar dari mulut Arsen dan juga Ceye,

Malam semakin panas, waktu menujukkan pukul setengah 2, hawa lembang sudah semakin dingin, tidak jarang beberapa mahasiswa baru telah tumbang akibat kedinginan, tidak jarang dari mereka juga ada yang telah sedikit menangis akibat beberapa kata-kata yang menusuk yang membuat mereka sadar dan berintropeksi diri,

Chen, Xavier, Satria dan Lintang maju kearah depan barisan, menggantikan Ceye dan Arsen disana, ucapan demi ucapan pengertian mereka lontarkan kesegerombolan orang didepan mereka, “Semoga aja dari omongan abang-abang yang tadi, banyak hal yang bisa kalian ambil,” ucap Chen sambil tersenyum dengan manis,

Xavier menganggukkan kepalanya, “Anggap aja ini proses pendewasaan juga buat kalian ya, dari masa SMA ke masa perkuliahan gini,”

“Kalo ada kata-kata dari abang-abangnya tadi yang kurang mengenakkan mohon dimaafin ya,” ucap Satria, lalu menutup semua malan ini dengan sedikit teriakan jargon dari jurusan mereka tercinta.