[⚠️⚠️⚠️ Warning! it might be sensitive content for some of you so please please be careful ! Kalo kamu punya anxiety atau panick attack/yg berhubungan dengan semacamnya. Please jangan dibaca ya. Jangan ngeyel!!⚠️⚠️⚠️]
eleventh chapt.
-
Ramadella duduk disofa kecil berwarna hitam disebuah ruangan dengan tenangnya, seraya masih mengenggam sebuah amplop berisikan hasil test dna yang telah diambil oleh asisten pribadinya tadi,
“Rama? tumben kemari tanpa pemberitahuan,” ucap seseorang yang baru memasukki ruangan yang memang sudah Ramadella tempati sedari beberapa menit lalu dengan sedikit terkejut tergambar jelas diwajahnya,
“Mas Putra, boleh kita ngobrol berdua saja?” ucap Rama, yang langsung dibalas anggukan kepala dan gestur tangan oleh Putra, agar asisten pribadinya itu dapat keluar dari ruangannya,
Putra menekan tombol hitam ditembok dekat pintu ruangannya itu, membuat ruangan itu dapat menjadi kedap suara agar pembicaraannya tidak terdengar oleh siapapun,
Putra mengalihkan pandangannya kearah Rama dengan tatapan dan mimik wajah bertanya, “Jadi? ada hal penting apa yang kamu mau bicarakan Ram?” Hubungan Putra dan Ramadella selain diluar pekerjaan memang sangat dekat bagaikan adik dan kakak, sehingga jika keadaan seperti sekarang hanya ada mereka berdua saja, Rama dan Putra terbiasa berbicara dengan bahasa yang lebih santai,
Rama langsung memberikan amplop yang sedari tadi ia pegang,
Putra yang melihat jelas label nama klinik yang tercetak jelas diamplop itu langsung terkekeh, “Akhirnya yaa...”
“Maksudnya?” Rama langsung bertanya dengan wajah bingungnya, “Mas Putra udah tau?” ucapnya langsung menyergap bertanya kepada Putra,
Putra terkekeh, tetapi ada nada ejekan didalam kekehannya, “14 tahun, saya, kakak ipar saya, dan sahabatnya melindungi anak cantik itu, dan akhirnya keluarga Kentara mengambil tindakan seperti ini, akhirnya kan?” ucapnya dengan senyum sumringah yang membuat pikiran Rama semakin abu-abu,
Rama menatap Putra dengan mimik wajah dan tatapan yang bingung,
Putra tersenyum, lalu menepuk pundak Rama seraya berlalu mengambil sebuah kaleng soda didalam lemari pendingin dipojok ruangan, “Kamu pikir selama 14 tahun ini, kakek mu itu tidak tau kalau beliau mempunyai cucu selain kalian?”
Putra mengalihkan pandangannya, ia masih melihat wajah kebingungan dari yang kebetulan adalah bossnya itu.
“Kakek mu itu tau Rama, kalau beliau mempunyai cucu perempuan, tapi ia menolak fakta itu,” Putra meneguk soda yang ia ambil tadi, dirinya butuh penyegar untuk membuka file baru lamanya mengenai hal ini,
“Didalam otak kamu pasti bertanya, kenapa kakek mu itu gak mau mengakui atau bahkan mencari tau kebenaran apakah anak perempuan itu benar cucunya atau bukan, simplenya kakek mu gak mau kalau K+ ini bukan dijalani oleh orang diluar keluarga Kentara,” ucap Putra menepuk pundak Rama, lalu duduk dihadapan pria berjas biru dongker itu,
Rama mengusap wajahnya kasar, ini sudah sesuai dengan feelingnya kemarin, dan juga feeling Kayvan sedari awal, “Saya gak ngerti mas, maksudnya gimana? kan tetap saja yang akan menjalani ya anaknya om Kevin kan?”
Putra menggelengkan kepalanya, “Kalau anak dari mas Kevin itu perempuan, otomatis yang akan menjalani perusahaan ini pasti suaminya, karena para pemegang saham gak akan percaya kalau perusahaan foundation sebesar K+ ini dijalani oleh seorang perempuan, dan itu yang akan membuat 70% K+ hilang dari jangkauan Kentara,”
Rama terkejut. Sangat terkejut. Apakah memang seserakah itu kakeknya hingga tidak ingin jika cucunya ada yang perempuan? padahal ia sangat tau neneknya dan juga para saudara sepupunya sangat menginginkan cucu atau sepupu perempuan,
“Kalau kamu mau ngambil hak asuhnya Sava, silahkan, Rama. Karena Sava memang berhak berada ditengah keluarganya, tapi...” ucapan Putra terhenti, membuat Rama menengadahkan pandangannya, menatap Putra yang masih setia duduk dengan botol kaleng ditangannya,
“Urus itu dipengadilan, hak asuh sah secara hukumnya Sava berada ditangan Wendy sekarang, setelah Mayang meninggal,” ucap Putra melanjutkan,
“Dan Rama, saya hanya minta tolong, tolong rawat ia dengan benar, limpahkan dia dengan kasih sayang, suasana keluarga yang ramai, dan juga dengan fasilitas yang terbaik,” ucapnya kepada Rama,
“Jadi yang dikubur ditengah makam tante Iren dan om Kevin itu siapa, mas?”
“Makam kosong,” ucap Putra dengan santainya, Rama semakin terkejut, selama ini makam yang ia selalu panjatkan doa paling keras karena merasa gagal menjaga salah satu adiknya, dan makam yang selama ini ia jadikan teman untuk bercerita kala ia tiba-tiba ingin datang berkunjung, hanya segundukan tanah yang berisi lubang kosong
Setelah keluar dari ruangan Putra, Rama memberikan kode agar para ajudan serta Fahrul, asisten pribadinya, menunggu didepan toilet yang berada dilantai khusus jajaran pimpinan K+ ini,
Respon badannya terasa lemas, pikirannya terus memutar sederetan kejadian yang pernah ia alami dulu, gambaran khayalan yang selama ini telah tertanam didalam lubuk pikirannya bermunculan kembali,
“Ayah, Bunda enggak enggak,”
“Ayah Bunda maaf,”
suara yang sangat ia kenali berteriak minta tolong didalam pikirannya,
Prangg
Suara pecahan kaca memenuhi ruangan toilet yang kecil itu bersamaan dengan lelehan darah yang keluar dari lengan laki-laki yang membuat kaca itu pecah berhamburan,
“Maafin...” isakan tangis Rama keluar dengan air mata yang langsung deras membanjiri pipinya,
“Rama yang salah, enggak adik-adik gak salah, Rama yang salah,”
“Maafin Rama, maafin Rama gak bisa nolong kalian, maaf,” ucap Rama dengan nada serak dan lemahnya seraya langsung lunglai ,
“ENGGAKK!” Rama langsung duduk terbangun, dan melihat kesekelilingnya,
“Pak Rama? biar saya langsung panggilkan dokter ya pak,” ucap Fahrul yang langsung hendak keluar dari ruangan rawat Rama,
“Saya kenapa?” ucap Rama dengan wajah bingungnya serta dalam suaranya yang lemah,
“Setelah saya dengan suara pecahan kaca, saya langsung menerobos masuk pak, tapi saya melihat bapa sedang histeris, jadi saya tidak langsung mendekat, ketika bapak hendak jatuh, saya langsung buru-buru menghampiri bapak, dan langsung membawa bapak kesini,”
Lagi. Kejadian ini terulang kembali. Padahal dalam 3 tahun ini, ia sudah mati-matian untuk mengubur sisinya yang seperti ini didalam dirinya, Rama langsung berdecak dan menggelengkan kepalanya, ia langsung melepas infus ditangan kanannya,
“Pak Ram-”
“Saya sudah gak papa, ayo kita pulang saja,” ucap Rama yang langsung mengambil jasnya, dan langsung berlalu keluar ruangannya,
“Mas ayo dong, katanya mau ngomong ke si Dayana sekarang,” Davendra memburui Rama, setelah beberapa menit Rama sampai dirumahnya itu,
Kayvan menghampiri Rama dengan segelas air ditangannya, “Gak bisa malam ini Ven, keadaan gue gak stabil, mental dan fisik gue lagi gak kaya biasanya,”
“Kalo lo ngomongin mental juga kita semua rata-rata mentalnya disini gak baik mas,” ucap Davendra dengan sinis, membuat para adiknya yang memang kebetulan ada disana, seperti Ailesh Avanesh yang sedang makan camilan mereka seraya belajar oleh Cia dan Arvel, lalu ada Aidan yang hanya bersantai disofa, dan juga Kegan serta Byantara yang ikut bersantai juga disana,
“Ven..” Kayvan menginstrupsi Davendra, ia tau emosi Davendra juga sedang tidak stabil,
“Loh bener kan Kay? lo aja baru bisa tenang naik pesawat biasa yang bukan heli itu baru 3 setengah tahun kebelakang,”
“Ven tapi gak-” ucapan Kayvan terhenti kala ia melihat sosok Basudeo memasuki ruangan tengah yang biasa digunakan untuk ruangan berkumpul keluarga oleh mereka,
Davendra melihat kearah mata Kayvan, ia melihat Basudeo berjalan mendekati mereka yang memang posisinya harus ia lalui jika ingin menginjak tangga kelantai 2,
Davendra menahan tangan kanan Deo dengan keras, “Lepasin mas, mas Daven mau buat tangan Deo patah?” ucap Deo dengan tatapan tajamnya kearah Davendra,
“Kamu minum?” ucap Davendra seraya menatap tajam juga kearah manik mata Deo. Penciuman Davendra memang terkenal paling tajam diantara mereka semua,
“Kenapa?” balasan Deo dari jawaban Davendra membuat semua orang menatap Deo tak percaya,
“Basudeo...” ucap Kayvan memperingatkan Deo
“Deo...” ucap Affandra yang baru turun dari tangga diikuti oleh Aydhan dan Edhan, lalu hendak mendekat, langsung ditahan oleh gestur tangan Davendra yang mengartikan bahwa mereka tidak boleh mendekat,
“Mas tanya sekali lagi, kamu minum?”
“Kalo iya emang kenapa sih? Gak boleh juga? apa-apa aja gak boleh, minum soda gak boleh, fokus dan ngeseriusin karir ngeband gak boleh, bahkan masuk ke jurusan musik aja gaboleh. Apalagi mas Davendra yang gak boleh Deo lakuin?”
“Basudeo cukup!” ucap Ramadella dengan penekanan,
“Kenapa? mas Rama juga mau ngomelin dan mendikte Deo juga? kenapa sih kalian suka banget ngatur kehidupan Deo, bahkan kalian aja BUKAN KAKAK KANDUNG SAYA!”
Plakkkk
Tamparan keras tersemat diatas pipi Deo, ia langsung memincingkan tatapannya dengan tajam melihat kearah seseorang yang telah berani menorehkan tamparannya keatas pipinya,
Ia menyunggingkan senyumnya, “Bahkan mamih aja gak pernah nampar Deo, mas,” ucap Deo seraya menatap tajam pelaku yang menamparnya itu, ia langsung ditarik paksa oleh Affandra, yang langsung diikuti oleh Aydhan dan Edhan dibelakangnya,
“Mas harusnya gak boleh ngelakuin itu.....” ucapan Ailesh langsung menyadarkan keterkejutan para mas sepupunya yang masih memproses kejadian tadi,
“Gak seharusnya mas Kayvan nampar mas Deo kaya tadi,” ucap Ailesh langsung berlalu seraya menarik Avanesh untuk mengikuti dirinya,
Kegan langsung menghampiri Aidan dan menepuk bahunya, ia tau bahwa adiknya yang satu ini sebenarnya juga sudah tersulut emosi kala ia tau adik paling kecilnya melanggar perjanjian diantara mereka berlima, iya, mereka berlima apalagi si kedua kembar itu, Affandra dan Deo, telah berjanji bahwa mereka setuju ada beberapa peraturan yang mereka buat untuk satu sama lain, dan salah satunya dari peraturan itu adalah, untuk tidak meminum alkohol sebeum usia legal, dan usia legal yang mereka maksud adalah 21 tahun.
“Tahan oke,” Kegan menepuk pundak Aidan lagi,
“Fren, mending kita minum, dari pada emosi kan gak baik, ntar setan lewat, dibawa lu ke neraka,” ucap Arvel seraya menarik Aidan dan diikuti oleh Cia,
“Lah mo minum apaan? air kolam hah? kok kearah kolam renang?” ucap Kegan berteriak ketiga orang yang sudah berjalan agak jauh
“Engga, mau minum wine mahalnya mas Rama,” teriak Arvel agak ia tekan ketika menyebutkan jenis alkohol itu
“HEH ARVEL JULIAN ADEK GUE LO AJAKIN GAK BENER MUL-” teriakan Kegan terhenti bersamaan dengan terbekapnya mulutnya oleh Byantara,
“Gue tau lu mirip tarzan, tapi ini rumah bukan hutan maen teriak aja lu,” ucap Byantara seraya melepas bekapannya,
“Iya lu monyetnya,” ucap Kegan langsung berlalu dengan berlari kearah lapangan basket dihalaman rumahnya yang lain,
“KEGAN AYUNDRA SETAN EMANG!” ucap Byantara seraya berlari menyusul Kegan,
“Talk,” ucap Rama menepuk pundak Kayvan yang masih diam membeku, kemudia berlalu kearah kamarnya yang diikuti oleh Davendra.