fifteenth chapt. -
Seluruh bagian Kentara bersaudara telah berkumpul mengitari meja makan keluarga besar Kentara itu, dengan seorang Ramadella yang berada dikursi tengah meja makan itu, lalu diikuti oleh Davendra disisi kirinya, dan Kayvan disisi kanannya,
Acara sarapan mereka kali ini sangat berbeda, yang biasanya jika sarapan tidak semuanya ikut menikmati sarapan karena biasanya ada yang lebih dulu sudah berangkat pergi memulai harinya dan ada beberapa yang bahkan belum memulai harinya seperti yang lainnya, yang biasanya dua anak kembar terakhir Kentara menghabiskan sarapannya seraya menonton acara televisi kesukaannya, dan biasanya juga seorang Basudeo dan Edhan menikmati sarapannya seraya tangannya sibuk menuliskan beberapa pekerjaan rumah yang mereka lupa kerjakan malamnya,
Sarapan mereka hari ini lebih tenang dan hening, tidak ada kesan tergesa-gesa diantara mereka, karena memang beginilah kebiasaan mereka dalam kurun 10 tahun terakhir ini, jika pada malam hari ada suatu masalah serius seperti tadi malam, pasti dipagi harinya seorang Davendra akan membangunkan seluruh saudaranya untuk sarapan dan dalam satu hari itu seluruh kegiatan mereka terpaksa terhenti sementara guna merenungi apa ada yang salah diantara mereka hingga terjadi masalah yang cukup serius,
“Aydhan mau ngomong,”
“Byan mau ngomong,”
ucap Aydhan dan Byantara secara bersamaan ditengah para saudaranya yang masih menyantap sarapan mereka,
“Mas Byan dulu aja,” ucap Aydhan mengalah, yang langsung dibalas anggukan oleh Rama guna menandakan bahwa Byan boleh bersuara,
“Menurut Byan, mas Rama, mas Kay, dan mas Daven jangan dulu nemuin si Dayana itu,” ucapannya tertahan kala ia melihat kearah para saudaranya yang menatapnya dengan wajah bertanya,
“Maksudnya mas Byan gausah ngasih tau Day gitu?” suara Alesh terdengar ditengah keheningan sesaat itu,
“Enggak maksudnya tetep ngasih tau, tapi nanti, gak sekarang. Nanti, disaat kita semua termasuk Byan sendiri, udah dalam emosi yang stabil, gak kaya kemarin-kemarin yang kalau emosi sama satu sama lain langsung emosi dan berkobar api, langsung serang antar satu sama lain, kita gak bisa mas kaya gini, apalagi Dayana cewe, dan satu-satunya lagi, diantara kita gak bakal ada yang ngerti gimana ada diposisi dia, karena bentuk penerimaan kita akan emosi itu beda, seorang Dayana bakalan lebih peka dan sensitif karena emang kodratnya dia begitu, bahkan mungkin nanti bakal ada suatu hal yang kita anggap biasa, tapi gadianggap biasa juga sama dia,” Byan menatap mata satu persatu saudaranya yang terlihat berpikir dari raut wajah mereka,
“Aydhan setuju, tadi Aydhan juga mau ngomong perihal itu, seenggaknya kita bisa nahan, walau pasti gak berlangsung lama, but at least sampai Dayana udah fit in gitu, dan kita semua juga harus saling ngerti dan terbuka sih mas, maksudnya pengalaman dari tadi malem ternyata kita sendiri masih sama-sama saling nutup diri, padahal ini udah 10 tahun bareng-bareng terus, maksudnya Aydhan ngomong gini tuh biar Dayana juga ngerasa ya kita aja gak menutup diri untuk dia dan untuk satu sama lain, jadi dia juga akan ada perasaan bakal membuka dirinya kaya kita disini,” Aydhan mengakhirnya dengan menatap beberapa pasang mata didepannya, meminta dukungan dari sorot mata yang ia pancarkan,
“Cia setuju mas, menurut Cia juga kita terlalu banyak mendem, dan akhirnya pas ada pemicunya malah langsung meledak gitu aja,”
“Kaya bom waktu, Kegan setuju,”
“Arvel kalo Cia setuju ya bisa apa,”
“Ayi ganteng setuju, cocok lu Ay kedua jadi psikolog kaya mas Byan,”
“Alesh sama Anesh setuju,” ucapan Alesh langsung dibalas pukulan ringan dibahunya oleh Anesh yang berada disampingnya,
“Dih gue gak ngomong apa-apaan juga, malah jadi jubir,”
“Udeh kalian satu hati pasti, Nesh, kalau Ed sih ngikut,”
“Affan juga,”
“Seminggu, seminggu kita harus figure it out semua permasalahan yang sekiranya bakalan meledak ntah itu jangka panjang atau deket-deket ini, biar kita satu sama lain bisa ngerti dan mungkin nyari solusinya bareng, setelah seminggu kita obrolin bareng-bareng, kaya awal-awal kita tinggal bareng,” ucap Davendra yang langsung dihadiahi anggukan oleh seluruh saudaranya,
“Kalau bisa ajak Dayana, biar dia bisa ngeliat gimana interaksi kita,” ucap Rama seraya menatap semua manik mata para adiknya itu,
“Mari perbaiki ini semua untuk lebih baik kedepannya,” batin Rama kala melihat satu persatu adiknya telah tersenyum