©loeyhunJ4d

An alter universe

its Dayana vs everybody.


Langit malam kota Jakarta kini telah berubah sangat pekat, pacuan menit demi menit terus bertambah pada jam digital yang ditampilkan pada layar datar yang kini masih bisa-bisanya mengalunkan lagu favorite dari laki-laki berbalut kaos hitam, suara Gentle Bones membawakan lagu I wouldn't know any better than you semakin lama semakin sayup terdengar bersamaan dengan BMW M5 berwarna merah yang dikendarai oleh kedua insan dengan buncah detak jantung keduanya yang bederu sangat cepat. Perempuan bersurai kecoklatan dengan sedikit bergelombang dibawahnya semakin melemas kala ia disambut dengan keempat sosok yang sangat ia kenal, menunggu didepan pintu utama dari kediaman keluarga Kentara.

Seseorang dengan kaos tanpa lengan berwarna hitam dengan rahang tegas dan tatapan tajam langsung menghampiri pintu kemudi disamping satu-satunya perempuan yang ada disana, Alsava Dayana, sudah sangat mengantipasi tentang hal ini, pasalnya ini memang kesalahannya karena tidak membicarakan rencana pelariannya ini pada siapapun, sedangkan pintu disamping Dayana langsung terbuka dengan perlahan, Dayana mengalihkan pandangannya kearah wajah yang sedikit tersenyum dengannya,

“Alsava masuk kerumah,” ucap laki-laki berahang tegas yang kini telah berada didepan seorang laki-laki yang menghabiskan hampir setengah harinya bersama Dayana itu, “Alsava.” ucapnya kembali dengan nada suara yang kian rendah.

Basudeo Haris yang telah melihat tatapan Edhan Samudera yang sedari tadi semakin tajam, suaranya juga kian rendah, menghela napasnya lalu mengusap punggung perempuan disampingnya dengan pelan, “Cantik yuk masuk aja,”

Dayana yang berada dalam rengkuhan Basudeo tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun saat ini, ia melepas rengkuhan tangan Basudeo pada dirinya, dengan rasa keberanian yang tersisa pada dirinya, Dayana menghampiri seorang Edhan Samudera yang berada disebrangnya, menjulurkan tangannya hendak merengkuh tubuh masnya itu, tapi sayangnya seorang Edhan Samudera dengan seluruh keberaniannya juga tanpa menatap Dayana menghindari rengkuhan dari satu-satunya perempuan yang ada dihidupnya itu, “Mas....” suara parau nan lemah itupun keluar dengan bulir air mata yang tertahan dipelupuk mata Dayana pula.

“Mas bilang masuk Alsava. Paham gak?” ucap Edhan penuh penekanan dengan menatap tajam tepat kearah manik mata dari Dayana. “Kita bicara nanti didalam.” sambung Edhan kepada Dayana.

Setelah perdebatan panjang pada batinnya dan setelah keterdiamannya, Dayana tanpa ragu langsung berjalan ke arah dalam dari kediaman Kentara.

Basudeo menepuk dua kali bahu saudaranya satu-persatu yang berada disana seraya mengikuti langkah Dayana yang telah berada didepannya, dan Aydhanpun mengikuti mereka dibelakangnya seraya menganggukkan kepalanya kepada Affandra, ia yang kini tanpa memutuskan pandangannya ke arah depan penglihatannya, melihat ke satu titik tempat saudaranya berhadapan dengan seorang laki-laki dengan kaos hitamnya yang setengah harinya ini menghabiskan waktunya bersama adik perempuan mereka,

Bugg!!

Tatapan Edhan dan Reygas terputus tatkala bunyi hantaman keras dari kepalan tangan Edhan menyentuh rahang tegas dari seorang Reygas,

“Udah, Edh.” Affandra mengucapkannya seraya menahan kepalan tangan yang akan dilayangkan kembali oleh Edhan Samudera, tatapan mereka bertemu, Affandra dengan tatapan meyakinkannya berhasil membuat seorang Edhan mundur dan membalikkan tubuhnya,

“ARGHH! ANJING!!” Edhan berjalan cepat menghampiri Reygas kembali, mencengkram kerah kaos hitam yang digunakan oleh Reygas dengan kuat, “Gausah lo berani muncul dihadapan adek gue.” ucap Edhan Samudera dengan suaranya yang sangat rendah penuh penekanan dan tatapan tajamnya yang tepat ke arah manik mata hitam pekat itu.

“Edh udah lepas.” Affandra ikut melepaskan cengkraman dari kaos Reygas dan menyuruh Reygas untuk segera pergi.

Mobil BMW M5 yang dikendarai Reygas pun berlalu meninggalkan kediaman keluarga Kentara, “Good boy, good boy, Edhan good boy karena gak terlalu emosi.” Affandra mengucapkannya seraya mengelus puncak kepala dari seorang Edhan membuat Edhan mendengus dan berlalu meninggalkan Affandra dibelakangnya.

Affandra menggelengkan kepalanya “Cih. Kalau udah emosian susah emang.” ucapnya bermonolog, lalu berlalu menyusul Edhan.


Suhu ruangan yang didominasi warna hitam dan coklat tua itu semakin rendah, membuat siapa saja yang masuk kedalamnya dapat dipastikan membutuhkan baju hangat berlapis, tetapi berbeda dengan ketujuh laki-laki yang kini sedang menatap satu titik, perempuan dengan rambut kecoklatan bergelombangnya mengeratkan kembali cardigan yang sedang dipakainya,

“Mau sampai kapan kamu diam, Alsava?” suara berat nan tegas itupun memecahkan keheningannya yang ada pada ruangan tersebut, Dayana perlahan mendongakkan kepalanya, melihat kearah ketujuh para masnya itu, tatapan pertamanya tentu jatuh kepada mas tertuanya yang baru saja menghentikan keheningan beberapa menit didalam ruangan itu dengan masih mengenakan pakaian formalnya ia menatap kembali manik mata Dayana seraya menyalurkan tanda tanya yang ada pada tatapannya, Dayanapun menghela napasnya menatap dengan sedikit cepat keenam para masnya yang lain, Kayvan Tian dengan masih mengenakan turtleneck hitamnya dan celana bahan hitamnya, Davendra yang sedikit lebih santai mengenakan polo shirt yang Dayana yakini itu keluaran terbaru yang Davendra dapatkan dari brand yang berkerja sama dengannya, lalu kearah dibelakang ketiga mas tertuanya itu, ada Byantara, Kegan, Domicia dan Aidan yang masing-masingnya masih mengenakan kaos dengan dibalut blazer formal mereka, sedangkan kedua lainnya ada Basudeo dan Aydhan yang masing-masing telah mengganti pakaiannya dengan yang pakaian santai mereka. Ketujuhnya membalas tatapan Dayana dengan beragam, tapi diantara semuanya tatapan Byantara dan juga Aydhan yang membuat akhirnya Dayana berdehem sebentar dan memejamkan matanya, guna menenangkan dirinya sendiri.

“Tadi pas habis kelas Day langsung buru-buru ke sekre buat ngambil proposal yang mau dinaikkin ke fakultas, tapi ternyata proposalnya udah dinaikkin dulu sama Gita, sekretaris himpunan, terus karena Alesh belum ngabarin sama sekali, akhirnya Day nunggu disekre beberapa menit, terus tiba-tiba Kak Reygas ngajakin makan, karena ya emang Day laper akhirnya aku iyain, tapi ternyata tiba-tiba kak Reygas ditelfon sama mamahnya buat ke bogor sebentar nemuin mamahnya, karena ya kirain cuman sebentar, akhirnya aku bilang yaudah aku ikut aja, pas udah selesai makan, aku mau ngabarin Alesh, ternyata handphone ku mati, sedangkan dimobil kak Reygas gak ada chargeran. Jadi gitu mas...” Dayana menghela napasnya lagi setelah ucapan panjangnya yang tiada jeda menatap kembali kuku cantik yang ada dikakinya seraya memjamkan matanya itu, “Dayana tau Day salah, Day minta maaf mas... maaf banget Day udah buat semua mas khawatir dan jadi nyalahin satu sama lain,” suara isakan samar menutup kalimat terakhir yang dikeluarkan Dayana,

Ketujuh laki-laki itu menghela napas mereka perlahan, dengan masih memperhatikan satu-satunya perempuan yang ada disana.

Byantara menggelengkan kepalanya kala tatapan Aydhan bertemu dengan manik matanya, sedangkan pergelangan tangannya masih digenggam oleh masnya itu, Byantara menggeleng kembali dengan masih menahan pergelangan tangannya, Byantara mensejajarkan dirinya dengan Aydhan “Jangan disamperin, biarin aja. Dia harus bertahan sendiri.” ucap Byantara yang sedetik kemudia menatap kearah perempuan yang masih menundukkan kepalanya dengan bahu yang sedikit bergetar.

Suara isakan kian mereda, kala kepala yang sebelumnya menunduk kini menatap kembali kearah depannya, “Sudah?” ucapan sedikit dingin dari Kayvan berhasil membuat perasaan sedih kembai mengerayapi tubuhnya, “Kamu tau kan semua perbincangan kamu tadi mas denger juga?” ucapan Kayvan dibalas anggukan oleh seorang Dayana, ia tentu ingat jika seluruh gerak geriknya diawasi penuh oleh masnya, maka dari itu ia merasa selalu aman jika berpergian dengan siapapun itu, “Dan apa kamu tau ketika kamu keluar izin ke toilet, apa yang mereka bicarakan tentang kamu?”

“Kayvan.” Ramadella mencengkram secara tiba tiba telapak tangan seorang Kayvan,

“Kenapa mas? biar dia tau gimana busuknya keluarga pacarnya itu.”

“Kayvan.” Davendrapun mau tidak mau ikut menahan ucapan Kayvan.

“Dayana kamu tau kan yang kamu lakuin itu salah? para mas mu ini udah percaya sama kamu, kalau kamu tuh bakalan selalu dengerin dan patuhin apa yang kita buat untuk kamu. Kita semua mau kamu aman, Alsava.” Aidan akhirnya menumpahkan semua kalimat yang telah berada diujung lidahnya kepada adik perempuannya itu dengan tatapan nanarnya kesosok yang ada didepan pandangnya.

“Kalau kamu gak mau seperti ini, silahkan Alsava, bilang sama kita semua, jangan malah memberontak seperti ini.” ucapan Kegan membuat Dayana menengadahkan kepalanya lagi dan menatap tepat ke manik seorang Kegan.

“Aku kan udah bilang kalau ini semua gak aku sengaja lakuin, siapa yang bakal tau kalau kak Reygas tiba-tiba ditelfon mamahnya?! siapa yang bakal tau kalau handphone aku tiba-tiba mati? siapa mas?” nada ucapan Dayana sedikit meninggi itupun keluar, dengan bulir air mata yang masih mengalir kearah pipinya.

“Alsava. Suara kamu.” Aydhan yang sedari tadi diam memperhatikan ikut menengahi perseteruan yang terjadi,

“AKU INI UDAH 20 TAHUN LEBIH MAS! MAU SAMPAI KAPAN RUANG GERAK KU KALIAN BATASI?!”

“Alsava.” suara interupsi dengan nada rendah dari Domiciapun keluar memperingatkan Dayana untuk merendahkan nada suaranya

“KAMU ITU MASIH 20 TAHUN ALSAVA! BELUM NGERTI SAMA DUNIA LUAR SANA.”

“TERUS KAPAN AKU BISA NGERTI SAMA SEMUANYA KALAU KALIAN TERUS MEMBATASI GINI?!! MAS AKU INI UDAH CUKUP BISA MENJAGA DIRIKU SENDIRI! KALIAN TUH PERCAYA GAK SIH?!” Dayana semakin memanas, nada suaranya meninggi kala ia mendengar balasan dari seorang Kegan.

“KITA CUMAN GAK MAU KEJADIAN KEMARIN TERULANG LAGI! KALAU KAMU NANTI NINGGALIN KITA, KITA BISA APA?!” Kayvan mengucapkannya seraya ikut berdiri dan menatap tajam tepat kearah manik mata seorang Dayana.

Ucapan terakhir dari seorang Kayvan berhasil membuat seorang Dayana akhirnya terdiam, dan membuat yan lainnya juga ikut terdiam sepersekian detik, menelan ucapan Kayvan yang sepenuhnya benar.

Ramadella yang memang sudah lebih dulu tenang dari semua adiknya itu kembali menghela napasnya, memejamkan matanya sebentar, menelan semua amarahnya agar tak keluar dan menyakiti Dayana, “Kamu akan paham, Dayana, kenapa kita seperti ini sama kamu. Kehilangan udah bukan hal yang bisa kita tolerir lagi.”

“Tapi aku punya kehidupan ku sendiri.”

“Bukan berarti kita kaya gini itu merebut kehidupan kamu Dayana. Semua keputusan dihidup kamu tetap kamu yang menentukan, kita hanya menjaga kamu.” Byantara menatap manik adik perempuannya dengan tatapan yang lebih lembut dari keenam orang yang malam ini menatapnya, Byantara tau bahwa sebenarnya adik perempuannya ini mengerti.

“Dengan cara kita, tentunya.” Aydhan menambahi ucapan masnya itu penuh penekanan, membuat Alsava Dayana Kentara akhirnya menghembuskan napasnya panjang seraya menundukkan kepalanya.

Dan suasana yang kembali hening didalam ruangan itupun berhasil menutup seluruh gemuruh emosi yang ada didalam ruangan tersebut dan menutup seluruh pemikiran liar yang ada pada pikiran mereka masing-masing.

its Aidan time #1


Laki-laki berahang tegas dengan dibalut kaus hitam tipis serta celana jeans abu-abu dan topi hitam yang melengkapi penampilannya itu mendorong dengan perlahan pintu kayu yang dilengkapi kaca berukiran cantik ditengahnya, suara bel yang sedikit nyaring menyambut kedatangan dirinya dengan satu orang yang penampilannya sangat berbanding terbalik dengan dirinya, neat and clean seperti menggema dari penampilan seseorang dibelakangnya itu.

Seorang pria berlesung pipi dikedua sisi pipinya tersenyum pada keduanya, seraya melambaikan tangannya dengan pelan, “Udah pada diatas, duluan aja, gue nunggu makan dulu,”

“Siapa yang mesen?” ucap laki-laki berahang tegas, Aidan Zavier kepada saudara tersayangnya, Arvel Julian.

“Gue tadi yang mesen, udah ayo ah kebanyakan ngobrol ntar,” ucap laki-laki yang sedari tadi dibelakang Aidan tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari telepon genggamnya, “Siap kan?” ucapnya dengan ragu, Domicia Julian, seseorang yang memang terkenal sebagai orang yang dingin diluar tetapi hangat didalamnya itu menahan pergerakan langkah seorang Aidan yang hendak menginjakkan kakinya ditangga pertama,

Aidan tersenyum lebar hingga semua giginya terlihat jelas oleh lawan bicaranya tadi, “Lo percaya sama gue kan?” ucapannya langsung dibalas dengan helaan napas yang cukup berat nan singkat dari seorang Domicia namun tak lama pergerakan mengangguk menyusul helaan napas tersebut.

Keduanya pun beranjak menaiki tangga dengan tekad yang cukup yakin dan kuat, berjalan beriringan menuju satu pintu berwarna hitam yang memang terdapat ruangan dibalik pintu tersebut yang memang hari ini dikhususkan untuk seorang Aidan Zavier Kentara.


Aidan mengelap beberapa bulir keringat yang ada didahinya, menghela napasnya dengan perlahan, dan menatap kedua pasang mata yang sedang menatap layar proyektor putih yang menampilkan pemaparan rencana dari hal yang selalu Aidan inginkan itu.

Ok, so why cybersecurity, Dan?” ucapan pertama dari seorang Kegan Ayundra yang kini masih mengenakan celana training hitam serta kaus biru navy bertuliskan nama sponsor utama dari tim motogpnya itu.

Simple mas, sekarang, seluruh dunia lagi gencar banget sama dunia cyber bahkan gak bisa kita pungkirin dinegara kita banyak banget alumni-alumni universitas luar yang balik ke Indonesia dan ujungnya buka startup yang ngedepanin teknologi mereka yang bisa diakses dimanapun, dan lagi RuangAntara kan juga basicnya diaplikasi,” Aidan mengucapkannya dengan mantap, bohong rasanya jika saat ini ia mengatakan jika ia tidak gugup sedikitpun, walau pada kesehariannya Kegan dan Aidan sangat suka bercanda, tapi sepertinya pengecualian untuk saat ini.

Byantara Nanda, dengan wajah bingung menatap terus kearah layar proyektor didepannya, banyak sekali hal yang ia tidak mengerti pada penjabaran Aidan tadi, maklum, semasa sekolahnya ia selalu berhubungan dengan manusia-manusia, “Hmm, coba jelasin singkat bedanya sama Blackcube apa? well, yeah I know mereka badan intelijen swasta, tapi bukannya Blackcube punya semacam ini?”

“Beda mas, cybersecurity yang mau aku jalanin ini bener-bener befokus untuk memelihara biar gak kejadian beberapa cybercrime yang terus dialamin sama beberapa perusahaan yang mungkin IT-nya si perusahaan itu gak tau tentang hal kaya gitu,”

Byantara menganggukkan kepalanya mengerti dengan penjelasan Aidan,

“Contohnya, Dan?” suara itu berasal dari Domicia, yang berada dibelakang seorang Kegan dengan seraya menyuap kembali makan siangnya itu,

“Lo tau kan masalah Blackcube yang waktu itu kecolongan pencurian data?” Aidan menjeda kalimatnya dan memperhatikan Domicia yang segera menganggukkan kepalanya, tentu, semua diruangan ini tau cerita itu, bagaimana tidak? satu Indonesia cukup dengan jelas menggambarkan dan memberi pendapat atas kejadian itu, “That case is called data breach yang dimana data base berupa infomasi klien dari Blackcube itu bocor, and that case is really really huge for the company terus saat itu Blackcube bener bener berantakan karena ternyata salah satu karyawan ITnya yang ga terlalu paham tentang masalah itu gak sengaja bocorin pengerjaan rumus sistem yang ada,”

So? you're company bakalan jadi pihak ketiga sebagai backup plan kalau ada yang seperti itu lagi?”

Aidan menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Arvel itu, tersenyum dengan riang memamerkan deretan giginya, “Belajar dari kesalahan yang lalu, gak ada salahnya kan? apalagi nantinya RuangAntara pasti bakalan bikin aplikasi aplikasi lain buat ngedukung bisnis bisnis yang bakal dibuat sama Cia nantinya, dan menurut gue ini juga bisa jadi hal yang bisa ngedukung agensi mas Daven kedepannya,” ucapnya dengan percaya diri. Semua rencana Aidan Zavier memang tidak jauh dari perlindungan untuk keluarga Kentara, melindungi seluruh keluarganya sudah seperti sifat alamiah yang turun temurun dari ayahnya tersebut, Aidan, Kayvan dan juga Kegan, ketiganya tidak akan pernah melupakan perannya yang memang sudah dimiliki oleh keluarga mereka.

“Botulinum gimana?” ucap Kegan secara tiba-tiba membuat seorang Aidan terhenyak, pasalnya nama itu yang akhir-akhir ini sering membuatnya khawatir,

“Mas....” Aidan mengucapkannya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh seorang Kegan, “Lo tau kan gue gak bisa seterusnya disana, tempat gue bukan disana mas,” ucap Aidan dengan nada pasrahnya itu, ia ingin mas didepannya ini tau bahwa tempatnya bukan disana, “Botulinum itu tercipta hanya untuk orang kaya lo dan mas Kayvan, yang berani ambil resiko besar, yang berani berbuat gimanapun resiko kedepannya, dan yang penting, punya banyak channel dan ngerti tentang senjata mas,”

“Lo selama ini kan juga ngerti?”

“Mas, please...”

Byantara meremas bahu seorang Kegan yang kebetulan berada disampingnya itu, lalu menggelengkan kepalanya kearah Kegan yang berhasil mengalihkan pandangannya kearah Byantara,

Kegan Ayundra memejamkan matanya seraya menundukkan kepalanya seperkian detik sebelum akhirnya menghelakan napasnya perlahan, “Besok, didepan mas Rama, mas Kayvan, dan mas Daven, ucapan lo harus sekuat dan seyakin ini, if he ask you about the Botulinum, i would help you to answered it,” ucapan Kegan membuat senyuman lebar diwajah Aidan yang langsung menubruk tubuh tinggi dari seorang Kegan itu.

Siang ini, setidaknya seorang Aidan Zavier Kentara telah memegang 2 suara yang setuju padanya, ah atau bahkan 4 suara, termasuk dari 2 kembara Julian tersayangnya.

Aidan, his bestfriend, and his problem.


Aidan menghisap kembali gulungan tembakau yang sudah berada pada apitan kedua jarinya itu, menghembuskan dengan perlahan kebulan asap yang diakibatkan dari gulungan tembakau itu, Aidan melihat ke satu persatu wajah para sahabatnya yang sedang menikmati santapan makan malam yang disajikan oleh Byantara,

Manik matanya jatuh pada teman pertamanya saat SMA sampai saat ini, Prananta Theo, masih ingat dibenaknya bagaimana mereka bisa akhirnya bersahabat, ia menggelengkan kepalanya karena mengingat bagaimana bodohnya mereka karena dulu sempat hampir berantem dengan satu sama lain karena perihal satu perempuan yang akhirnya mengkhianati keduanya juga. Prananta Theo, seorang art director dari salah satu brand clothing ternama Indonesia, merupakan salah satu pelukis dengan total penjualan lukisannya sudah mencapai titik triliun rupiah, pemilik art gallery dan perusahaan agency pelukis pertama diIndonesia, Del-ART, dan satu lagi pesonanya tentunya, yaitu merupakan seorang putra dari pemilik hotel terbesar se-Asia dan kini meluas ke Eropa, Helz-del group.

Aidan terkekeh, dan langsung menatap wajah kedua disebelah Theo, seorang laki-laki dengan polo shirt berwarna hitamnya yang senada dengan celana yang ia pakai, dan sebuah jam mahal yang bertengger dilengannya -hadiah dari seorang Aidan- Caidzar Hardi Ardalan, seorang cucu dari pemilik perusahaan tambang minyak ketiga terbesar se-Asia Tenggara, dan juga seorang putra dari mantan artis nasional yang namanya kini masih dikenang oleh banyak orang itu, Hardi merupakan salah satu orang yang tidak bangga dengan nama belakangnya. Pertemanannya dengan Hardi juga salah satu hasil dari pertemuan bisnis yang waktu itu Aidan hadiri bersama para mas tertua, dan dengan sempitnya ternyata Hardi merupakan sahabat sejak kecil dari seorang Theo.

Sedangkan dua sahabatnya yang lain, yaitu Arjuna Andika Hasyim, dan Winarta Gerald, adalah kedua orang yang berada dalam keluarga yang sangat harmonis tapi tidak berlebih pada segi ekonominya, keduanya bertemu dengan ketiga orang -termasuk Aidan- pada saat mereka masa mahasiswa baru, Aidan yang kala itu memang seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin dan memiliki karakter yang sering ngebanyol dan mudah untuk akrab dengan orang, membuat Arjuna seperti melihat dirinya yang lain pada dalam diri Aidan, dan tentu, Winarta yang memang terbilang cuek akhirnya kala itu hanya mengikuti Arjuna yang memang temannya sejak SMA,

Dan akhirnya disinilah mereka,

“WOY!” “Kesambet lo, Dan.” ucapan Theo sukses membuyarkan seluruh lamunan Aidan itu,

“Jadi gimana?” Winarta memulai pembahasan mereka pada malam ini, “Apa yang mau lo omongin?”

Please maafin gue maaf banget, tapi sorry nih sekali lagi, boleh gak Ay lu ngomongnya tardulu, gue pipis dulu please, sorry tungguin,” ucap Hardi yang langsung mendapatkan dengusan dan lemparan bantal sofa dari keempat sahabatnya yang lain.

Setelah selesai dengan urusan Hardi, raut wajah dari kelima orang yang berada didalam ruangan tamu itu seketika langsung berubah menjadi serius, seperti ingin mendapatkan informasi yang sangat penting.

Aidan mendengus seraya terkekeh juga kala melihat raut wajah para sahabatnya, “Gausah so serius lo semua,”

“Serius ya anjing lu, Ay. Udah jam 12 buruan, masih kerja besok.” Winarta mengucapkannya seraya melempar sebuah korek api kecil kearah Aidan,

Aidan menghela napasnya, “Oke, jadi kan waktu itu gue pernah bilang kalau gue mau keluar dari Black Cube to make my own company kan, and i did it... 4 days ago. Gue ngomong sama para tetuah,” Aidan melihat keempat sahabatnya tak bergeming, raut wajah terkejut tercetak cukup lumayan jelas pada keempat wajah mereka, “Terus ya yaudah gue bakalan punya well hmm perusahaan sendiri,”

“Butuh modal berapa?” ucap Theo langsung tanpa basa-basi pada Aidan, “Sebut aja,”

“Kentara nanem berapa? Kalo Kentara cuman 10-15, gue mau di 10,”

“Lo bisa pake ruangan meeting cafe gue kalo lo mau buat kantor sementara,” Arjuna mengucapkannya seraya menyuapkan kentang goreng kedalam mulutnya

“Kalo lo butuh IT, atau Aspri, gue bisa remote kok, lo tinggal bilang ke gue mau gimana,” ucap Winarta yang tak kalah tegas dan cepatnya

Aidan tertawa sangat lebar mendengar respon dari semua sahabatnya, ia sangat tidak menyangka keempat sahabatnya itu akan bereaksi seperti ini, padahal ia sendiri belum yakin dengan keputusannya tapi keempat sahabatnya entah mengapa bisa seakan yakin dengan semua rencana dan keputusannya.

“Gue sayang sama lo semua dah,” ucapan Aidan langsung membuatnya dihadiahi lemparan bertubi tubi, dari mulai ketiga bantal sofa yang melayang, korek api yang lebih besar dari yang tadi Winarta lempar, serta tiga bungkus rokok dan 2 pasang sendal rumahan, yang beberapa barangnya berhasil mengarah tepat dibeberapa daerah badan Aidan, yang mengakibatkan ia mengaduh kesakitan.

malam dirumah Kentara.


Dayana yang baru menaruh sheet mask diwajahnya segera membukanya kembali dan langsung melesat dengan cepat keruangan yang diberitahukan oleh Byantara dalam kolom chatnya tadi, kerisauan serta keburu-buruannya mengundang tanya dari kedua saudara kembar sekaligus sahabatnya itu yang memang sedang berada didalam kamarnya.

“DAYANA MAU KEMANA?” Ailesh Reka memanggil saudara perempuannya itu dengan sedikit berteriak.

“BENTAR!” seruan tak kalah keras dari Dayana seraya segera keluar dari kamarnya itu.

Dayana berpikir dengan cepat bagaimana menjelaskannya, didalam otaknya saat ini ia mulai memilah kata mana yang tepat untuk ia sampaikan kepada ketiga masnya itu yang memang terkenal sedikit posesif pada dirinya, apalagi disana ada seorang Edhan, karena bahkan satu fakultasnya tau bagaimana keposesifan Edhan pada dirinya.

Tiba-tiba saat ia terburu dengan langkah kaki cepatnya, tubuhnya ditahan oleh rentangan tangan didepannya, dilihatnya seorang Affandra dengan kacamata yang masih bertengger ditulang hidungnya, dan juga tak jauh darinya ia melihat wajah yang hampir sama oleh mas sepupu yang menghentikan langkahnya itu, dengan tatapan bertanya ia menatap manik hitam kecoklatan itu,

“Jangan dulu, ntar aja.” Affandra langsung menatap manik mata Dayana untuk meyakinkannya,

“Gak bisa aku harus jelasin,” “MAS IHHH!!” ucapan keras dari Dayana berhasil membuat kelima manusia yang jaraknya sedikit jauh didepannya ikut melihat kearahnya, “Dayana mau jelasin.”

Aydan yang melihat Dayana langsung menghampiri Dayana tanpa berpikir dua kali, tapi langkahnya tentu kurang cepat dibanding seseorang yang saat ini telah menyingkirkan tangan seorang Affandra dari bahu Dayana, dengan auranya yang masih cukup mencekam, dengan tatapannya yang menajam dan rahang mengeras, Edhan Samudera berhenti tepat beberapa jengkal didepan Dayana dengan tangannya yang ia silangkan didepan dadanya.

Dayana menghela napasnya, melihat kesekitarnya lalu berhenti sebentar menatap manik mata dari seorang Byantara yang langsung mengangguk meyakinkan ke arahnya, “Jadi, tadi tuh...” Dayana menjeda kalimatnya, karena tiba tiba saja ada rasa sedikit takut mengucapkan kalimat selanjutnya itu, dengan masih terdiam, menghitung mundur dari urutan 5 hingga 1 didalam otaknya, lalu ia mulai menghela napasnya lagi, “Tadi itu aku jalan berempat, aku as you guys know, Alesh, Anesh, dan pasti kalian udah tau, the main topic ka Reygas...” ia menghentikan ucapannya lagi, “TAPI TAPI TAPI!! tadi itu jalan idenya aku, bener bener semuanya itu IDE. AKU.” sengaja ia tekan kata terakhirnya agar setidaknya para mas didepannya ini tau.

“Tapi kan kam-”

“Aku udah besar mas Edhan. Ini udah 2025, aku bahkan udah legal, karena aku 21 tahun sekarang, kalian inget gak sih? dan masalah tadi tuh cuman kecil.” ucap Dayana dengan nada suara lemah, ia sungguh lelah sebenarnya saat ini, dengan kegiatannya yang cukup padat, apalagi tadi rapat himpunannya cukup menyiksa dirinya, dan ditambah persoalan yang menurutnya kecil.

“Tapi kamu disini salahnya gak bilang dulu ke para mas mu,”

“Para mas mu ini taunya kamu jalan sama Anesh Alesh,”

ucapan bergantian dari seorang Edhan dan juga Aidan berhasil membuat Dayana tertegun, ia baru sadar ia juga salah disini.

“Maksudnya para mas itu, kamu gak bisa gitu aja pergi seenak hati, Cantik. Banyak orang jahat diluar sana dan mas gak tau itu. Kita cuman khawatir,” Byantara akhirnya mengambil hak bersuaranya, dengan suara lemah lembutnya seraya menghampiri Dayana yang sedari tadi hanya diam saja, Ia langsung rengkuh Dayana lalu mengusapkan punggung perempuan itu dengan lembut.

Aidan, Aydan dan juga Edhan pun menghela napasnya, sedangkan Basudeo, Affandra dan juga Kegan hanya terdia sedari tadi, karena mereka tau ketiga saudaranya yang lain itu sudah cukup mewakilkan mereka.

“Dayana paham kan harus apa?” “Jangan git-”

“Aidan?”

ucapan Aidan terputus tatkala kepala seorang Domicia muncul dibalik pintu yang membatasi antara area kolam renang milik mereka yang berada diruangan dengan sebuah ruang tamu yang memang selalu digunakan untuk menerima tamu atau teman-teman dari keluarga Kentara.

“Temen temen lo dateng,” ucap Domicia setelah ia berhasil menterjemahkan raut wajah bertanya dari Aidan, “Ini ada apa ya?”

Dayana menyembulkan kepalanya dari balik lengan seorang Byantara yang mendekapnya, “Mas Ci-”

“Gapapa Ci, ayo.” ucap Aidan yang langsung memotong ucapan Dayana dan langsung berlalu menghampiri Cia,

“Ay lu lam- eh sorry sorry kirain Aidan sendiri, maaf ya.” ucap seseorang laki-laki -yang kebetulan temannya Aidan yang baru saja datang- dengan raut wajah terkejutnya itu, pakaiannya yang cukup dibilang sedikit formal, dengan kancing kemeja teratasnya yang ia sengaja lepaskan, dan dengan lengan kemeja yang telah ia gulung dengan asal, ia tersenyum kearah semua manik mata yang ada didalam ruangan itu, hingga ia berhenti didalam kedua manik mata seseorang.

“Eh iya, lu mah udah kenal sama semuanya ya, kecuali dia nih, nih kenalin the last Kentara,” ucap Aidan seraya menuntun jalan dari temannya itu,

“Alsava Dayana,” Dayana mengulurkan jabatannya kearah teman dari salah satu masnya itu,

“Prananta Theo, panggil Theo aja,” ucap laki-laki didepan Dayana dengan senyuman sedikit lebar dari wajah laki-laki yang sedikit seperti kucing itu, Pranta Theo Delion, menatap manik mata kecoklatan didepannya.

perdebatan 3 Kentara.


Alsava Dayana Kentara mengeratkan kembali cardigan berwarna hitam yang ia kenakan,

“Mau makan dulu ga?” tanya Aydan yang baru saja duduk dikursi samping pengemudi dengan menatap manik kedua saudaranya itu.

“Mas tadi kenapa nanyain Danis?”

“Danis who?” bukan suara Aydan yang menimpali pertanyaan dari Dayana, tapi malah suara sosok dibelakang kemudi yang menimpalinya dengan tatapan bertanya kearah saudara kembar disampingnya itu.

“Lo tadi jadi ketemu bang Septi?” Aydan Samudera langsung mengalihkan topik pertanyaan itu dengan pertanyaan lainnya yang ia arahkan kembali ke kembarannya itu.

“Hah? Bang Septi ketua bem pusat mas?” timpal Dayana seraya melongokkan kepalanya ketengah keduanya guna menatap wajah masnya yang terkenal dengan moon smilenya itu, Edhan Samudera.

Edhan menggelengkan kepalanya, seraya mengangkat satu tangannya, “Tardulu, tadi itu Danis siapa?”

“Danis maba ada anak ikom, bang Septi kenapa?” Dayana menimpali pertanyaan Edhan dengan cepat,

“Maba Ikom?”

“Bang Septi nawarin lu jadi menteri dibem pusat ya?”

“Hah? Nawarin jadi menteri?”

“Lu ngapain nanyain maba?” “Mau lu gebet?” Edhan tak mau kalah dengan Aydan yang sedari tadi mengalihkan pembicaraannya.

“Hah mas Aydan mau gebet Danis?” ucap Dayana terkecoh akan topik yang dibawa Edhan seraya berusaha meraih handphone dikantung celananya yang sedari tadi bergetar, “Aduh siapa si yang nelfon,”

“Beneran mau gebet?”

“Lu diomongin apa aja sama bang Septi?”

“Kenapa nanyain maba ikom?”

“Ditanyain mas Deo mau pada makan apa?”

“Bang Septi ngomongin visi misinya ke lo ga tadi?”

“Danis itu kenapa lo tanyain?”

“Ini mas Deo nan-”

“TARDULU!” ucap Aydan dan Edhan serentak memotong ucapan Dayana, membuat Dayana memperhatikan keduanya,

“Ada kejadian apa sama si Danis itu?

“Lo mau nerima tawarannya bang Septi kalo dia nawarin offer jadi menteri pusat?”

“Tadi emang mas sama Danis kenapa? terus bang Septi ngomong apa?” ucap Dayana yang langsung bergabung ke perdebatan keduanya kembali,

selama lebih dari 30 menit ketiganya masih saling bertanya tanpa ada ujungnya, yang mengakibatkan mobil yang ketiganya tumpangi juga masih berada diplataran fakultas komunikasi dari kampus mereka itu,

UDAH UDAH WOY! SEKARANG GUE YANG NGOMONG suara Basudeo Haris terdengar sedikit keras dari arah telephone genggam yang saat ini Dayana masih pegang, ternyata selama perdebatan berlangsung Dayana lupa mematikan telfon yang tadi masih tersambung,

“Lah masih nyambung?”

Udah ya dek bilang mereka debatnya nanti aja, oke? udah malem kasian kamu cape ucap Basudeo diujung telfon lainnya, yang langsung membuat seorang Aydan melirik jam tangan hitam yang digunakan oleh Edhan,

“Iya udah mau jam 11, cabut udah,”

dan ucapan Aydanpun menjadi ucapan yang mengakhiri sesi debat tiada ujung mereka itu, dan membuat selama perjalanan kekediaman Kentara menjadi sunyi.

Aidan dan masalahnya.


Bagi seorang Aidan Zavier Kentara, malam ini adalah saat yang sangat menegangkan baginya, bagaimana tidak, dihadapkan oleh ketiga kakak laki-laki tertuanya seorang diri diruang yang cukup sempit dan juga jangan lupakan tentang suhu ruangan yang kini dapat membuat bulu disekitar tangannya meremang.

Aidan membasahi sekali lagi tenggorokannya yang sebenarnya dari tadi sudah ia basahi, hal itu juga ia manfaatkan untuk menghilangkan semua kekhawatiran dan kegugupannya sedari tadi.

“Jadi, kenapa Ay?” pertanyaan pertama dari seorang Davendra Argha, kakak laki-laki kedua tertuanya, pertanyaan pertama dan juga suara pertama yang keluar setelah hening beberapa saat.

“Jadi gini mas, hm…. setelah gue berpikir, dan setelah gue bicarain semua ini sama mas Byant, dan juga tentunya Arvel dan Cia, akhirnya gue mutusin buat gak lanjut untuk S2 yang udah gue ambil satu semester kemarin, dan juga…” Aidan memberhentikan suaranya, membasahi tenggorokannya lagi yang tiba-tiba terasa kering, peluh dari dahinya dapat menjadi pertanda bahwa laki-laki dengan kaos berwarna biru dongker dan celana pendek berwarna khaki ini sedang gugup -teramat sangat, dengan menghela napasnya kembali-guna mengembalikkan keberaniannya, menatap netra kecoklatan milik seseorang didepannya dengan pakaian formal serba hitamnya saat ini, “dan juga berhenti dari Blackcube.” Final. ucapan terakhir dari seorang Aidan Zavier berhasil menghadiahkan dirinya tatapan tajam dari kedua kakak laki-laki tertuanya yang masih mengenakan pakaian formal dan tatapan terkejut dari kakak laki-laki tertuanya yang memiliki kulit bak porcelain itu.

Laki-laki bernetra coklat yang baru saja Aidan tatap langsung bangun dari duduknya, masih dengan netra menyalang menatap kearah Aidan, dan langsung berdecak, “Dari dulu, keburukan kamu masih sama ya Ay, masih gak bisa megang keputusan yang udah diambil, masih gak bisa tanggung jawab sama apa yang udah diambil, dan sekarang? dengan pengecutnya kamu minta mundur dari Blackcube?” Kayvan mengucapkannya dengan nada yang sengaja ia buat remeh, dengan tatapannya yang juga masih sama tajamnya sedari tadi, dengan rahangnya yang kian mengeras, dan dengan deru jantung yang masih menggebu didalam dirinya, kini berjalan beberapa langkah dengan sedikit cepat, meraih kencang leher kaos berwarna biru dongker dihadapannya dengan kencang, “Kamu tau kan Blackcube itu artinya apa untuk keluarga kita Aidan Zavier? kamu tau kan seharusnya siapa yang meneruskannya? dan kamu tau kan harapan terakhir dari seorang laki-laki tua yang kamu panggil Ayah itu? Kamu sangat amat tau kan?” ucap Kayvan dengan penuh penekanan disetiap kalimatnya, dengan mata tajamnya ia masih menatap netra adiknya itu.

“Tapi saya tidak pernah merasa jika Blackcube adalah tanggung jawab saya.”

Skakmat. Kayvan melepaskan genggamannya dari kaos biru dongker itu, mengalihkan pandangannya dan sedikit tertawa mengejek.

BUGG!!

Bunyi pukulan keras menggema didalam ruangan, berhasil membuat badan seorang Aidan Zavier terhuyung sedikit kebelakang, tak mau mengulur waktu terlalu lama seorang Kayvan mengcengkram lagi kaos yang tadi ia lepas, “NGOMONG SEKALI LAGI SEKARANG?!”

BLACKCUBE ISN’T MY FUCKING RESPONBILITY!”

BUGG!!

ENOUGH KAYVAN!” suara meninggi dari Ramadella menghentikan pukulan ketiga yang akan Kayvan hempaskan pada rahang yang kini mulai membiru, “Kita bisa bicarain ini baik baik.” Ramadella mengucapkannya seraya menatap tajam kearah netra seorang Kayvan Tian Kentara dengan meyakinkannya.

Davendra yang memang sudah mengetahui semua itu, dan memang berniat hanya menjadi pengamat disituasi inipun menggelengkan kepalanya pelan, ia sangat tau saudaranya itu akan seemosi ini, seorang Kayvan tersulut emosinya bukan karena S2 seorang Aidan yang akan terhenti, tapi emosinya tersulut karena Aidan enggan berkontribusi kepada Blackcube — perusahaan yang memang sengaja didirikan oleh Ayahanda tercinta mereka, untuk ditinggalkan kepada ketiga anak tertuanya — Kayvan, Kegan dan Aidan. “Apa alasannya Ay?”

Kayvan yang kini telah duduk ditempatnya tadi berdecak meremehkan, dengan masih menatap tajam seorang Aidan, “Simple, Kalau S2-”

The Blackcube one, idiot,” ucap Kayvan dengan nada sinis dan tatapan lekat yang masih tajam kearah adiknya yang sedang duduk dengan semakin gelisah itu.

“Aidan mau buat perusahaan sendiri, untuk diri Aidan,”

“LO KIRA BUAT PERUSAHAAN ITU MUDAH?! LO KIRA SEMUA ITU NYUSUNNYA CUMAN KAYA NGEBALIKKIN TELAPAK TANGAN DOANG?!” Kayvan menatap nyalang netra hitam pekat milik adiknya dihadapannya, dengan telunjuk yang tepat menunjuk kearah wajah dari adiknya itu

“Kayvan Tian..” suara rendah dari seorang Ramadella menahan emosi yang ingin meluap dari seorang Kayvan Tian Kentara,

“Aidan,” suara tegas dari seorang Davendra Argha yang sedari tadi diam langsung mengalihkan pandangan dari Aidan, “Kamu tau kan untuk bikin semua itu gimana? kamu tau kan perjuangan saya gimana buat ngebangun agensi semua itu,”

“Apa Ruang Antara gak bisa ngebuktiin itu?” Aidan mengucapkannya dengan penuh penekanan walau dengan tatapan memelas nan memohonnya, Aidan tau bahwa ketiga kakak tertuanya ini sangat meragukan gagasan yang ia buat,

“70% dari Ruang Antara itu dari siapa, tuan Aidan?” Kayvan membalasnya dengan senyuman miring yang meremehkan, “Dari kami bukan? lalu 30%nya kamu mengerjakan semuanya itu secara bertiga kan? bukan sendiri? kamu bilang mau ngebuktiin itu? are you losing your mind atau kamu emang sudah gak punya otak?”

Aidan terdiam. Kini perasaannya seperti dihujani batu berat dari atas ketinggian tepat diatas dadanya, ia sudah tidak bisa berbicara apa apa lagi, rasanya seperti setengah jiwanya yang masih tersisa meluap dan menghilang.

ia sudah tidak bisa mengharapkan apa-apa lagi– monolognya pada dirinya sendiri saat ini.

“Kamu butuh apa buat gagasan kamu?”

“MAS?!”

“Mas?”

ucapan bergantian dari mulai kakak tertuanya, Kayvan, dan terakhir ditutup oleh Davendra.

Ramadella menghela napasnya, ia tau ia akan dihujani penolakan dari kedua adiknya itu, tapi ia juga tidak bisa menghiraukan keinginan dari adik kecil didepannya, Ramadella menatap bergantian netra kedua adik yang tepat berada disampingnya itu, lalu bergantian menatap lama netra dihadapannya,

Netra yang ditatap oleh Ramadella itu menatap kembali netra Ramadella dengan penuh harapan dan penuh cemas, seakan dari tatapannya itu ia ingin menyalurkan keyakinan,

“2 minggu. Mas kasih kamu waktu 2 minggu untuk buat semua proposal gagasan perusahaan kamu dengan lengkap, dan kita diskusikan itu semua lagi.” ucap Ramadella dengan tegas dan seakan menyiratkan bahwa ia tidak mau dibantah kembali.

Kayvan dan Davendra yang sedari tadi terdiam langsung menghela napasnya dengan berat dan perlahan, karena mereka tau mau bagaimanapun jika ucapan seorang Ramadella dikeluarkan dengan nada tegasnya sudah dapat dipastikan itu tidak bisa dibantah lagi, dan itu keputusan final dari semua diskusi panas malam ini.

I'm really dissapointed, Aidan. You have to remember that in your whole life” Kayvan mengucapkannya samar seraya berlalu meninggalkan ruangan dari Ramadella meninggalkan kedua kakak tertuanya dan juga adik kecilnya, dan disusul oleh Davendra.

makan malam bersama.


Suara dentingan piring bersentuhan dengan sendok dan garpu yang bersahutan memenuhi seisi ruang makan dari keluarga besar Kentara pada malam dipertengahan bulan Agustus.

Malam ini kehangatan pada makan malam yang biasanya dirasakan oleh seluruh anggota keluarga seakan menguap memenuhi udara sehingga menjadi sedikit dingin bagi beberapa orang, tidak ada obrolan hangat dari mereka, tidak ada sahutan kekonyolan dari beberapa orang disana, hanya sunyi dan saling tatap bertanya pada satu dengan yang lainnya.

“Gimana kegiatan kampus kalian? Basudeo? Aydhan? Affandra? Edhan?” suara Ramadella menghancurkan kesunyian diruangan tersebut, membuat keempat orang yang namanya disebutpun melemparkan tatapan saling tanya dengan raut wajah bingung tak tahu apa-apa.

Basudeo berdehem guna membasahi tenggorokannya yang sebenarnya tidak terlalu kering itu, “So far so good sih mas, aman aja, baik Deo, Ay, Ed maupun Affand,” Basudeo menghentikan ucapannya seraya menatap ketiga saudara sepupunya dengan tatapan memohon bantuan,

Just like usual aja sih mas, praktek a b dan c, ujian a b dan c segala macem gitu lah,”

“Rapat, kalau Ay rapat sih tapi ya gitu aman selama ini,”

“Aku sibuk sih, sibuk makan, sibuk latihan ini itu, sibuk-”

“Sibuk ngeceng cewek, ya kan?” Arvel yang mengucapkan hal tersebut membuatnya mendapatkan pukulan pelan dilengannya oleh Cia yang berada disampingnya, Arvel tersenyum lebar menampilkan gigi berserta lesung pipinya kearah Edhan yang baru saja ia potong omongannya tadi, “Sorry bro,” ucap Arvel yang langsung dibalas tatapan tajam dan gelengan oleh Edhan.

“Mas tunggu diruangan mas Rama ya,” Kayvan mengucapkannya seraya menepuk bahu Aidan dan langsung berlalu, sedangkan seorang Aidan yang bahunya ditepuk langsung merespon dengan respon tubuh yang menegang seakan tubuhnya tersengat aliran listrik, dirinya langsung menatap kearah netra keempat manusia yang telah mengetahui semua masalahnya dengan tatapan memelas, sedangkan keempat manusia tersebut langsung membalas dengan tatapan seakan menyemangatinya, bagaimana tidak Aidan akan dihadapkan oleh ketiga kakak laki-laki tertuanya, jika diibaratkan dengan kejadian di kehidupan ini, Aidan seakan akan ingin menghadapi perang antar negara yang mempertaruhkan nyawanya.

Dan akhirnya ucapan seorang Kayvanpun menghentikan seluruh hawa keinginan makan dari seluruh anggota keluarga Kentara dan kegiatan makan malam inipun terhenti seketika.

Can i just die now?” Aidan mengucapkannya didalam hatinya seraya mengacak puncak rambut hitam kecokelatannya.

selamat pagi, kentara.


prangg pranggg

Suara pecahan bersahutan menyambut ketiga orang termuda dari keluarga besar yang sedang bersiap dengan ritual sarapan bersama mereka ini,

“Basudeo Haris...” “Edhan Samudera..” suara bariton berat dengan nada yang sangat rendah membuat semua orang didalam ruang makan keluarga Kentara kini bergedik ngeri, pasalnya suara tersebut berasal dari kakak tertua mereka, Ramadella. “Makanya kalau lagi makan tuh ya makan aja gitu loh, itu handphone sama tugas nanti dulu bisa gak sih? lama lama mas lempar itu semua ke kolam renang.”

Final. Ucapan galak nan ketus dari Ramadella berhasil membuat seorang Basudeo Haris langsung merapihkan kertas yang memang sedang ia kerjakan, dan membuat seorang Edhan Samudera langsung memasukkan telepon genggamnya kedalam jaket jeans yang ia pakai saat ini,

“Sukurin,” ucap pelan seorang Aydhan yang langsung dipukul pelan lengannya dan ditatap tajam oleh Affandra Haris yang memang berada disebelah kirinya,

Dayana yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepala pelan, “Pagi mas,” sapanya kepada seluruh masnya itu yang langsung menyambut hangat dirinya dengan senyuman dan sapaan, tak lupa juga beberapa orang seperti Arvel, Aidan dan juga Aydhan langsung menubrukan tubuhnya dan membungkus tubuh kecil adik perempuan mereka dengan erat,

“Adek mau sarapan roti aja atau mau carbonara?”

“Carbonara aja mas, aku agak laper soalnya,” ucap Dayana menjawab pertanyaan Byantara itu,


“AYDHAN SAMUDERA CEPETAN UDAH TELAT!!”

“ALESH GUE TINGGAL YA, LAMA BANGET NGAMBIL KAOS KAKI DOANG”

“DEO BURUAN GUE TELAT, NIAT NGANTER GAK SIH?!”

Yap. Seruan berbalapan dari seorang Edhan Samudera, Avanesh Reka dan Affandra Haris menjadi awal pagi dari seorang Davendra yang baru saja turun dari mobil karena ia baru saja sampai setelah menjalani perjalanan panjang 12 jam.

Welcome home” ucap Davendra seraya tersenyum dan mengelus beberapa kepala dari adik-adiknya yang ingin memasukki mobil dan berpamitan padanya.

bertemu sang nona.


Melampaui jarak demi jarak, akhirnya kedua insan yang berada pada mobil BMW hitam keluaran terbaru itu sampai pada tujuannya, hamparan rumput hijau dengan beberapa nisan bertuliskan nama nama itu terlihat jelas disepanjang arah mata perempuan dengan blouse biru langit keluaran designer ternama yang dipadukan dengan rok putihnya dan sepatu ketsnya itu, wajahnya menampilkan tanda tanya besar yang ia langsung tujukan pada seorang laki-laki berpakaian hitam disampingnya,

“Yuk turun,” ucapnya sebelum akhirnya keluar dari mobil yang mereka kendarai, dan membukakan pintu mobil sang perempuan berpakaian biru langi itu, “Gapapa, ada gue,”

Langkah demi langkah mereka pijakan, hingga akhirnya mereka sampai pada satu nisan dengan nama yang selama ini terus ada dipikiran sang laki-laki berbaju hitam itu, Arshena Angel Tira, perempuan yang telah mencuri hati seorang Aidan Zavier Kentara sepenuhnya.

“Hai cantik, udah lama ya aku gak kesini, tapi setiap harinya aku selalu mastiin kalau bunga yang ada disini selalu ganti sesuai dengan bunga-bunga yang kamu suka. Cantik, hari ini aku gak sendiri, gak sama Arvel atau Cia juga, tapi sama..” ucapannya menggantung seraya mengarahkan untuk perempuan disampingnya ikut mendekat,

Perempuan itu terdiam, tercekat lebih tepatnya, ia tidak menyangka akan seperti ini, tidak menyangka akan merasakan gejolak kesedihan seperti ini, perempuan itu mengenal dengan jelas siapa pemilik nisan ini, tapi bibirnya kelu, ia hanya memandang lurus kearah nisan didepannya, bergantian dengan laki laki yang masih ntah merapalkan doa atau kalimat-kalimat rindunya.

Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, mengapa harus hari ini mereka bertemu? mengap harus pada situasi ini ia bertemu? mengapa harus berhubungan kembali satu sama lainnya.. Pikiran demi pikiran itu terlintas dikepala, Pradira Julian Delion, seorang perempuan yang baru saja dikenalkan oleh Aidan Zavier Kentara kepada mendiang perempuan terkasihnya itu.

You're okay Dir?

“Hah? Iya, I'm okay kok, cuman agak terik ya,” ucapnya asal kepada laki-laki disampingnya yang tercetak jelas pada wajah laki-laki itu bahwa ia khawatir dengan perempuan disampingnya.

Dan selanjutnya, Nona, Tuanmu kini sepertinya telah bertemu dengan bahagianya lagi, telah melabuhkan dirinya pada Nona yang lainnya, hingga akhirnya muncul pertanyaan boleh kah Nona yang lainnya itu memikat Tuanmu seperti dirimu dahulu yang memikatnya?

ini tentangnya.


Laki-laki dengan turtle neck hitam dipadu dengan celana coklat mudanya itu menatap dengan lembut perempuan berambut hitam legam disampingnya, memuja penampilan disampingnya ini dengan sempurna, menelusuri lekukan demi lekukan wajah yang selama beberapa bulan ini telah menemaninya,

Sang perempuan menengokkan kepalanya, lalu tersenyum dengan lembut, “Aku cantik ya?” ucapnya dengan nada riang seraya tersenyum menampilkan deretan giginya kepada laki-laki disampingnya,

Laki-laki disampingnya itu hanya tersenyum dan mengelus dengan lembut puncak kepala sang perempuan, “Semua perempuan itu cantik Arshen,” ucap sang laki laki dengan lembut, Aidan Zavier Kentara langsung menatap kearah hamparan danau didepannya itu,

“Aku mau deh kamu manggil aku cantik, jadi bukan nama kontak aku aja yang namanya si cantik,”

“Kan itu kamu yang ganti,”

“Ya iya tau Aidan, maksudnya aku juga mau gitu kamu panggil cantik, kamu jarang banget muji aku, kaya aku suka nanya aku bagus pake a atau b kamu selalu jawabnya cocokkan blabla bukan cantikkan blabla gitu loh,” Arshena mengucapkan seraya merenggut dibuatnya,

Aidan yang mendengarkan hanya bisa tertawa kecil seraya mengeratkan lagi rangkulannya dipinggang perempuannya itu.

Tanpa perempuannya ketahui, Aidan sudah selalu memuja dengan penuh suka cita paras cantik perempuannya itu, setiap harinya, seluruh kegiatannya dipenuhi dengan paras cantik perempuannya, pada layar depan handphonenya terpampang jelas paras cantik perempuannya itu, layar laptopnya, meja kantornya, dan juga dompetnya yang selalu ia bawa dan sering ia buka tak ada satupun yang tidak ada paras cantik perempuannya itu, Aidan memuja, sangat memuja kecantikan perempuannya

“Aidan kamu sayang aku gak?”

Pertanyaan itu terus terulang sejak awal mereka menjalin hubungan, pasalnya memang seorang Aidan sunggu jarang sekali mengatakan cintanya pada perempuannya itu, Aidan tersenyum, lalu memegang pundak perempuannya hingga menghadap menatapnya, ia tersenyum kala dihadapkan dengan jelas paras perempuan yang selalu ia puja itu, “Cantik, kenapa nanya gitu terus? Kenapa nanya aku sayang apa gak sama kamu terus, Kan udah jelas kalau aku tuh sayang sama kamu, gak perlu diraguin lagi, gak perlu ditanyain lagi, kalau aku gak sayang sama kamu, aku gak akan disini, gak akan bareng-bareng sama kamu, gak akan ngelus kepala kamu, ngerangkul pinggang kamu, nyium kamu, dan aku juga gak akan sampe ngenalin kamu ke temen-temen aku, ke Cia dan Arvel yang notabenenya orang yang tau aku banget, gak akan aku kaya gitu kalo bukan karena aku sayang sama kamu, paham kan sekarang?”

Perempuanya tersenyum riang, dengan menampilkan deretan giginya, dan sedikit lesung pipi yang perempuannya punya, Aidan yang melihat itu langsung merangkum tubuh mungil perempuannya, dan mencium puncak kepalanya.

“Aku sayang kamu, Arshena, sangat.”*


Aidan tersentak kala ia merasakan guncangan cukup keras pada tubuhnya, “Shit.” ucapnys secara spontan.

“Bangun anjir, lo dari tadi tidur kaya simulasi mati, dipanggi lo sama mas Kayvan,” Kegan mengucapkannya dan langsung berlalu meninggalkan Aidan.

Aidan membeku, masih memproses yang baru saja ia alami, setelah hampir 3 tahun ini ia sudah cukup tenang dan tidak terbayang oleh mendiang kekasihnya itu, hari ini, ia melihat perempuannya lagi, dengan pakaian favoritnya, dan ditempat favorit mereka. Aidan berdecak frustasi seraya mengacak rambutnya yang memang sudah berantakan karena tidurnya tadi, pikirannya berkerja dengan cepat, menghubungkan beberapa kejadian belakangan ini yang ia lalui dengan mimpinya itu,

“Apa gue harus nemuin Dira sama Arshen? Arghh emang anjing nih pacaran pacaran palsu,” ucapnya pada dirinya sendiri,

“AIDAN ANJIR DIPANGGIL MAS KAYVAN!!”

“ARVEL JANGAN TERIAK!!”

“YA ABIS SI AIDAN LAMA!!”

Aidan mendengar teriakan yang berasa dari bawah lantai rumahnya dan langsung bersiap menemui kakak tertuanya itu.


“Terus kamu setuju buat ngejalanin drama cinta cintaan itu?”

“Ya si Aidan mah setuju setuju ajalah orang si Dira cakep gitu,”

“Arvel, mas Kayvan lagi gak ngomong sama lo,”

Aidan terkekeh sebentar, setelah beberapa tahun berlalu kini dirinya telah kembali pada dirinya yang sebenarnya, ia sangat berterimakasih kepada dua saudara didepanny ini, Arvel dan Domicia yang selalu mendampinginya, dan tentunya pada adik perempuan kecilnya yang tidak pernah tidak memeluknya setiap malam untuk mengeluarkan semua rasa sakit dan tangisan yang ia tahan setiap harinya.

“Aidan udah kenal Dira udah lama mas, dan Dira baik kok, Aidan ya kasian aja karena Dira terus diremehin sama Agency dan para staffnya, maybe hubungan ini bikin Dira jadi punya rasa percaya diri soalnya dia udah naikkin pamor agencynya gitu deh, Aidan gak bener-bener ngerti.”

Kayvan yang mendengarkan penuturan adiknya itu hanya mengagukkan kepalanya, tanda ia mengerti.

“Tapi lo baper juga kan sebenernya sama Dira? masih ada perasaan kan lo?” Arvel yang bertanya seperti itu langsung ditarik rambut kecoklatannya oleh Domicia, dan langsung dipukul punggungnya oleh kembarannya itu, “ANJING, SAKIT CIA!!! KDRT!!”

Sementara kedua saudaranya itu tengah beradu mulut yang ditengahi oleh kakak tertuanya, Aidan Zavier tenggelam dengan pikirannya, akibat pertanyaan yang tidak disangka ia akan terima dalam waktu ini.

Ketika sang Tuan hendak memilih pergi untuk bertemu Mona yang lainnya, mengapa sang Nona seakan tidak rela untuk melepaskan? Nona, bukankah Tuan juga berhak bahagia?