its Dayana vs everybody.


Langit malam kota Jakarta kini telah berubah sangat pekat, pacuan menit demi menit terus bertambah pada jam digital yang ditampilkan pada layar datar yang kini masih bisa-bisanya mengalunkan lagu favorite dari laki-laki berbalut kaos hitam, suara Gentle Bones membawakan lagu I wouldn't know any better than you semakin lama semakin sayup terdengar bersamaan dengan BMW M5 berwarna merah yang dikendarai oleh kedua insan dengan buncah detak jantung keduanya yang bederu sangat cepat. Perempuan bersurai kecoklatan dengan sedikit bergelombang dibawahnya semakin melemas kala ia disambut dengan keempat sosok yang sangat ia kenal, menunggu didepan pintu utama dari kediaman keluarga Kentara.

Seseorang dengan kaos tanpa lengan berwarna hitam dengan rahang tegas dan tatapan tajam langsung menghampiri pintu kemudi disamping satu-satunya perempuan yang ada disana, Alsava Dayana, sudah sangat mengantipasi tentang hal ini, pasalnya ini memang kesalahannya karena tidak membicarakan rencana pelariannya ini pada siapapun, sedangkan pintu disamping Dayana langsung terbuka dengan perlahan, Dayana mengalihkan pandangannya kearah wajah yang sedikit tersenyum dengannya,

“Alsava masuk kerumah,” ucap laki-laki berahang tegas yang kini telah berada didepan seorang laki-laki yang menghabiskan hampir setengah harinya bersama Dayana itu, “Alsava.” ucapnya kembali dengan nada suara yang kian rendah.

Basudeo Haris yang telah melihat tatapan Edhan Samudera yang sedari tadi semakin tajam, suaranya juga kian rendah, menghela napasnya lalu mengusap punggung perempuan disampingnya dengan pelan, “Cantik yuk masuk aja,”

Dayana yang berada dalam rengkuhan Basudeo tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun saat ini, ia melepas rengkuhan tangan Basudeo pada dirinya, dengan rasa keberanian yang tersisa pada dirinya, Dayana menghampiri seorang Edhan Samudera yang berada disebrangnya, menjulurkan tangannya hendak merengkuh tubuh masnya itu, tapi sayangnya seorang Edhan Samudera dengan seluruh keberaniannya juga tanpa menatap Dayana menghindari rengkuhan dari satu-satunya perempuan yang ada dihidupnya itu, “Mas....” suara parau nan lemah itupun keluar dengan bulir air mata yang tertahan dipelupuk mata Dayana pula.

“Mas bilang masuk Alsava. Paham gak?” ucap Edhan penuh penekanan dengan menatap tajam tepat kearah manik mata dari Dayana. “Kita bicara nanti didalam.” sambung Edhan kepada Dayana.

Setelah perdebatan panjang pada batinnya dan setelah keterdiamannya, Dayana tanpa ragu langsung berjalan ke arah dalam dari kediaman Kentara.

Basudeo menepuk dua kali bahu saudaranya satu-persatu yang berada disana seraya mengikuti langkah Dayana yang telah berada didepannya, dan Aydhanpun mengikuti mereka dibelakangnya seraya menganggukkan kepalanya kepada Affandra, ia yang kini tanpa memutuskan pandangannya ke arah depan penglihatannya, melihat ke satu titik tempat saudaranya berhadapan dengan seorang laki-laki dengan kaos hitamnya yang setengah harinya ini menghabiskan waktunya bersama adik perempuan mereka,

Bugg!!

Tatapan Edhan dan Reygas terputus tatkala bunyi hantaman keras dari kepalan tangan Edhan menyentuh rahang tegas dari seorang Reygas,

“Udah, Edh.” Affandra mengucapkannya seraya menahan kepalan tangan yang akan dilayangkan kembali oleh Edhan Samudera, tatapan mereka bertemu, Affandra dengan tatapan meyakinkannya berhasil membuat seorang Edhan mundur dan membalikkan tubuhnya,

“ARGHH! ANJING!!” Edhan berjalan cepat menghampiri Reygas kembali, mencengkram kerah kaos hitam yang digunakan oleh Reygas dengan kuat, “Gausah lo berani muncul dihadapan adek gue.” ucap Edhan Samudera dengan suaranya yang sangat rendah penuh penekanan dan tatapan tajamnya yang tepat ke arah manik mata hitam pekat itu.

“Edh udah lepas.” Affandra ikut melepaskan cengkraman dari kaos Reygas dan menyuruh Reygas untuk segera pergi.

Mobil BMW M5 yang dikendarai Reygas pun berlalu meninggalkan kediaman keluarga Kentara, “Good boy, good boy, Edhan good boy karena gak terlalu emosi.” Affandra mengucapkannya seraya mengelus puncak kepala dari seorang Edhan membuat Edhan mendengus dan berlalu meninggalkan Affandra dibelakangnya.

Affandra menggelengkan kepalanya “Cih. Kalau udah emosian susah emang.” ucapnya bermonolog, lalu berlalu menyusul Edhan.


Suhu ruangan yang didominasi warna hitam dan coklat tua itu semakin rendah, membuat siapa saja yang masuk kedalamnya dapat dipastikan membutuhkan baju hangat berlapis, tetapi berbeda dengan ketujuh laki-laki yang kini sedang menatap satu titik, perempuan dengan rambut kecoklatan bergelombangnya mengeratkan kembali cardigan yang sedang dipakainya,

“Mau sampai kapan kamu diam, Alsava?” suara berat nan tegas itupun memecahkan keheningannya yang ada pada ruangan tersebut, Dayana perlahan mendongakkan kepalanya, melihat kearah ketujuh para masnya itu, tatapan pertamanya tentu jatuh kepada mas tertuanya yang baru saja menghentikan keheningan beberapa menit didalam ruangan itu dengan masih mengenakan pakaian formalnya ia menatap kembali manik mata Dayana seraya menyalurkan tanda tanya yang ada pada tatapannya, Dayanapun menghela napasnya menatap dengan sedikit cepat keenam para masnya yang lain, Kayvan Tian dengan masih mengenakan turtleneck hitamnya dan celana bahan hitamnya, Davendra yang sedikit lebih santai mengenakan polo shirt yang Dayana yakini itu keluaran terbaru yang Davendra dapatkan dari brand yang berkerja sama dengannya, lalu kearah dibelakang ketiga mas tertuanya itu, ada Byantara, Kegan, Domicia dan Aidan yang masing-masingnya masih mengenakan kaos dengan dibalut blazer formal mereka, sedangkan kedua lainnya ada Basudeo dan Aydhan yang masing-masing telah mengganti pakaiannya dengan yang pakaian santai mereka. Ketujuhnya membalas tatapan Dayana dengan beragam, tapi diantara semuanya tatapan Byantara dan juga Aydhan yang membuat akhirnya Dayana berdehem sebentar dan memejamkan matanya, guna menenangkan dirinya sendiri.

“Tadi pas habis kelas Day langsung buru-buru ke sekre buat ngambil proposal yang mau dinaikkin ke fakultas, tapi ternyata proposalnya udah dinaikkin dulu sama Gita, sekretaris himpunan, terus karena Alesh belum ngabarin sama sekali, akhirnya Day nunggu disekre beberapa menit, terus tiba-tiba Kak Reygas ngajakin makan, karena ya emang Day laper akhirnya aku iyain, tapi ternyata tiba-tiba kak Reygas ditelfon sama mamahnya buat ke bogor sebentar nemuin mamahnya, karena ya kirain cuman sebentar, akhirnya aku bilang yaudah aku ikut aja, pas udah selesai makan, aku mau ngabarin Alesh, ternyata handphone ku mati, sedangkan dimobil kak Reygas gak ada chargeran. Jadi gitu mas...” Dayana menghela napasnya lagi setelah ucapan panjangnya yang tiada jeda menatap kembali kuku cantik yang ada dikakinya seraya memjamkan matanya itu, “Dayana tau Day salah, Day minta maaf mas... maaf banget Day udah buat semua mas khawatir dan jadi nyalahin satu sama lain,” suara isakan samar menutup kalimat terakhir yang dikeluarkan Dayana,

Ketujuh laki-laki itu menghela napas mereka perlahan, dengan masih memperhatikan satu-satunya perempuan yang ada disana.

Byantara menggelengkan kepalanya kala tatapan Aydhan bertemu dengan manik matanya, sedangkan pergelangan tangannya masih digenggam oleh masnya itu, Byantara menggeleng kembali dengan masih menahan pergelangan tangannya, Byantara mensejajarkan dirinya dengan Aydhan “Jangan disamperin, biarin aja. Dia harus bertahan sendiri.” ucap Byantara yang sedetik kemudia menatap kearah perempuan yang masih menundukkan kepalanya dengan bahu yang sedikit bergetar.

Suara isakan kian mereda, kala kepala yang sebelumnya menunduk kini menatap kembali kearah depannya, “Sudah?” ucapan sedikit dingin dari Kayvan berhasil membuat perasaan sedih kembai mengerayapi tubuhnya, “Kamu tau kan semua perbincangan kamu tadi mas denger juga?” ucapan Kayvan dibalas anggukan oleh seorang Dayana, ia tentu ingat jika seluruh gerak geriknya diawasi penuh oleh masnya, maka dari itu ia merasa selalu aman jika berpergian dengan siapapun itu, “Dan apa kamu tau ketika kamu keluar izin ke toilet, apa yang mereka bicarakan tentang kamu?”

“Kayvan.” Ramadella mencengkram secara tiba tiba telapak tangan seorang Kayvan,

“Kenapa mas? biar dia tau gimana busuknya keluarga pacarnya itu.”

“Kayvan.” Davendrapun mau tidak mau ikut menahan ucapan Kayvan.

“Dayana kamu tau kan yang kamu lakuin itu salah? para mas mu ini udah percaya sama kamu, kalau kamu tuh bakalan selalu dengerin dan patuhin apa yang kita buat untuk kamu. Kita semua mau kamu aman, Alsava.” Aidan akhirnya menumpahkan semua kalimat yang telah berada diujung lidahnya kepada adik perempuannya itu dengan tatapan nanarnya kesosok yang ada didepan pandangnya.

“Kalau kamu gak mau seperti ini, silahkan Alsava, bilang sama kita semua, jangan malah memberontak seperti ini.” ucapan Kegan membuat Dayana menengadahkan kepalanya lagi dan menatap tepat ke manik seorang Kegan.

“Aku kan udah bilang kalau ini semua gak aku sengaja lakuin, siapa yang bakal tau kalau kak Reygas tiba-tiba ditelfon mamahnya?! siapa yang bakal tau kalau handphone aku tiba-tiba mati? siapa mas?” nada ucapan Dayana sedikit meninggi itupun keluar, dengan bulir air mata yang masih mengalir kearah pipinya.

“Alsava. Suara kamu.” Aydhan yang sedari tadi diam memperhatikan ikut menengahi perseteruan yang terjadi,

“AKU INI UDAH 20 TAHUN LEBIH MAS! MAU SAMPAI KAPAN RUANG GERAK KU KALIAN BATASI?!”

“Alsava.” suara interupsi dengan nada rendah dari Domiciapun keluar memperingatkan Dayana untuk merendahkan nada suaranya

“KAMU ITU MASIH 20 TAHUN ALSAVA! BELUM NGERTI SAMA DUNIA LUAR SANA.”

“TERUS KAPAN AKU BISA NGERTI SAMA SEMUANYA KALAU KALIAN TERUS MEMBATASI GINI?!! MAS AKU INI UDAH CUKUP BISA MENJAGA DIRIKU SENDIRI! KALIAN TUH PERCAYA GAK SIH?!” Dayana semakin memanas, nada suaranya meninggi kala ia mendengar balasan dari seorang Kegan.

“KITA CUMAN GAK MAU KEJADIAN KEMARIN TERULANG LAGI! KALAU KAMU NANTI NINGGALIN KITA, KITA BISA APA?!” Kayvan mengucapkannya seraya ikut berdiri dan menatap tajam tepat kearah manik mata seorang Dayana.

Ucapan terakhir dari seorang Kayvan berhasil membuat seorang Dayana akhirnya terdiam, dan membuat yan lainnya juga ikut terdiam sepersekian detik, menelan ucapan Kayvan yang sepenuhnya benar.

Ramadella yang memang sudah lebih dulu tenang dari semua adiknya itu kembali menghela napasnya, memejamkan matanya sebentar, menelan semua amarahnya agar tak keluar dan menyakiti Dayana, “Kamu akan paham, Dayana, kenapa kita seperti ini sama kamu. Kehilangan udah bukan hal yang bisa kita tolerir lagi.”

“Tapi aku punya kehidupan ku sendiri.”

“Bukan berarti kita kaya gini itu merebut kehidupan kamu Dayana. Semua keputusan dihidup kamu tetap kamu yang menentukan, kita hanya menjaga kamu.” Byantara menatap manik adik perempuannya dengan tatapan yang lebih lembut dari keenam orang yang malam ini menatapnya, Byantara tau bahwa sebenarnya adik perempuannya ini mengerti.

“Dengan cara kita, tentunya.” Aydhan menambahi ucapan masnya itu penuh penekanan, membuat Alsava Dayana Kentara akhirnya menghembuskan napasnya panjang seraya menundukkan kepalanya.

Dan suasana yang kembali hening didalam ruangan itupun berhasil menutup seluruh gemuruh emosi yang ada didalam ruangan tersebut dan menutup seluruh pemikiran liar yang ada pada pikiran mereka masing-masing.