luka baru.
Suasana redup dan mendung dipertengahan bulan Maret, diawal tahun 2026 menjadi saksi seseorang yang kini tengah terdiam membisu diatas kursi kemudinya, jika ada yang bertanya padanya tentang harinya, ia akan pastikan ia akan langsung menjawab dengan satu kata, lelah. Tubuhnya kini sangat lemah sebenarnya, tetapi adrenalin dalam dirinya memuncak seketika kala ia membayangkan peristiwa yang baru saja ia lihat beberapa jam kebelakang.
Tubuh tegapnya dengan balutan kemeja hitam dengan kancing atas yang telah terbuka dan dipadukan dengan celana bahan berwarna abu-abu tua dan sepatu pantofel hitamnya itu dengan cepat melewati beberapa orang yang tentunya ia kenal diruangan yang baru ia masukki itu, suara panggilan disertai pertanyaan yang hampir sama tidak ia hiraukan saat ini, karena fokusnya hanya satu, menyalurkan apa yang saat ini ingin meledak dalam dirinya.
BUG!
Suara pukulan keras membuat semua pasang mata yang ada diruangan itu mengalihkan pandangannya kearah sumber suara,
“Anjing! Lo anjing mas! Gara-gara lo Arshen pergi mas gara-gara lo anjing!” Aidan Zavier Kentara mengucapkannya seraya air matanya yang terus turun keatas permukaan pipinya, seraya menggoyang-goyangkan tubuh seorang mas tertuanya, Kayvan Tian Kentara.
“Lo apaan sih? Arshen kemana? kenapa sih?” Kayvan menjawab seluruh ucapan melayang Aidan tadi,
“Kemana? Lo nanya dia kemana? Dia udah pergi mas, pergi ninggalin gue! Kalo aja gue gak nurutin lo, kalo aja tadi gue ke bandung, dia masih disini sama gue dia masih disini bangsat!”
prangg
Suara pecahan kaca yang berasal dari sebuah pajangan yang baru saja dilempar kesembarang arah itu langsung mengakhiri ucapan seorang Aidan, “Balikin Arshen anjing! Balikin! Gara gara lo mas! Gara gara lo gue gak bisa jagain dia! Gara gara lo gue gak bisa ngeliat dia terakhir kalinya! GARA GARA LO SEMUANYA!!” teriakan memekakkan telinga itu langsung membuat siapa saja yang mendengarnya ikut merasakan sakitnya.
Tangisan, dan raungan sakit secara bersamaan keluar dari seorang Aidan Zavier yang saat ini wajahnya telah basah oleh air matanya sendiri, “I'm done.” Aidan langsung berlalu meninggalkan ruangan tengah tempat seluruh anggota keluarga itu sedang berkumpul.
“Biar Cia aja mas,” Domicia langsung menyusul Aidan yang telah jauh didepannya, diikuti oleh seorang Arvel pula.
Kayvan masih diam membeku, masih terkejut dengan semua serangan yang dilakukan oleh adiknya itu, semua pasang mata melihat ke arah dirinya dengan khawatir, pasalnya pada sisi sebelah kanan bibirnya terlihat jelas darah segar bertengger disana,
“Mas..” Kegan menghampiri kakak tertuanya itu setelah beberapa anggota keluarga seperti Ailesh, Avanesh, Dayana dan 4 sekawan dari Kentara itu telah kembali ke kamar masing-masing.
“Travelnya Arshen kecelakaan beruntun, seluruh penumpang di travelnya tewas ditempat karena mobilnya sempet keguling beberapa kali,” ucap Kegan menjelaskan kepada kakak tertuanya.
Kayvan yang mendengar itu langsung terduduk dengan diam, pikirannya langsung terbang jauh kesana kemari, tubuhnya langsung lemas, benar-benar langsung tidak bisa memproses sekitarnya.
“Ini ada apa Kayvan?” Ramadella yang baru saja menapakkan kakinya kedalam ruangan tengah keluarganya langsung bertanya setelah melihat keadaan ruangan tersebut.
“Mas... Kayvan gagal lagi....” ucap Kayvan dengan lemah seraya menatap kakak tertuanya itu juga dengan tatapan kosong.
Hampir satu bulan sudah hidupnya seperti seonggok daging yang bernyawa, tapi tidak berjiwa, Aidan Zavier kembali menghembuskan napasnya kala ia harus menyuapkan makanan yang ada didepannya, “Dimakan Ay, udah dibikinin sama mas Byant itu,” ucap Domicia yang telah berada didepannya selama beberapa menit itu, “Lo hari ini gimana?” Domicia masih berusaha untuk memulai obrolan kepada saudara sepupunya itu, yang memang hampir sebulan ini sudah tidak ada lagi cahaya dalam kehidupannya.
“Biasa aja,”
Arvel menghembuskan napasnya, “Lo mau kaya gini sampe berap-” ucapan Arvel terpotong kala dirinya langsung disenggol dengan keras oleh kembarannya yang berada disampingnya itu,
Aidan yang tau maksud pertanyaan Arvel langsung diam dan menatap kearah depannya dengan lemah, tatapannya menatap lurus kedepan dengan kosong, “Gak tau,” jawab Aidan dengan singkat.
Ketukan pintu menginterupsi dirinya yang sedang termenung menatap lurus kearah layar laptopnya yang terbuka dan terus menampilkan fotonya dengan seorang wanita cantik, Aidan Zavier langsung menutup rapat laptopnya itu, “Masuk,”
Seorang perempuan berpiyama hijau pastel menyembul masuk kedalam kamar yang selama beberapa bulan ini sungguh kelabu, “Mas, Day bawa cookies, mas mau?”
Aidan tersenyum lalu mengangguk, “Makasih bayi,” ucapnya seraya mengelus puncak kepala adik perempuan satu-satunya itu,
“Gapapa?”
“Gapapa.”
Dayana menatap lekat kearah mata berwarna hitam pekat itu, ia tau kalau seseorang yang berada didepannya itu telah berusaha dengan keras menahan kelabunya.
“It's okay, mas. I'm here,” Dayana mengucapkannya seraya merangkul dengan erat bahu dari masnya itu, “Aku disini kok sama mas,” ucap Dayana seraya mengecup puncak kepalanya
Tangisan demi tangisan terdengar, ruangan rasa sakit yang Aidan rasakan semakin bersuara, cengkramannya pada pinggang mungil seorang Dayana semakin erat, wajahnya ia semakin tenggelamkan pada bagian perut adiknya itu, “Mas gak becus Dayana, mas bego, mas brengsek, ini salah mas Dayana, mas... Mas gak bisa jadi pacar yang baik selama ini buat dia, mas selalu...” ucapannya terhenti kala pikirannya terus mengulang memori-memori indah dengan sang kekasihnya, ucapanya menyalahkan terus keluar dari mulutnya, cengkramannya semakin erat dan air matanya juga semakin jatuh, dirinya hancur berkeping.
Rangkulan Dayana pada masnya itu semakin kuat dan semakin erat, dirinya juga berusaha keras agar tidak menimbulkan suara dari isakannya yang diam diam ia biarkan keluar kala ikut merasakan kesakitan yang masnya itu rasakan, doa demi doa ia panjatkan untuk keikhlasan masnya ini, semua yang masnya rasakan ini sunggu menjadi sebuah rasa sakit yang terdalam bagi para saudaranya lain, pasalnya seorang Aidan Zavier Kentara, seseorang yang karakternya terkenal akan kekonyolan dan tingkahnya yang selalu bisa membuat suasana disekitarnya mencair kini tengah berubah menjadi sebuah es batu yang sangat dingin.
Isakan demi isakan keluar dari seorang laki-laki yang sedang didekap erat itu, beberapa pasang telinga diluar kamar berdominasi warna hitam yang tidak ditutup pintunya itu ikut mendengar semua isakan dan kesakitannya, ikut terisak dan ikut jatuh melemah juga. Mereka ikut merasakannya bersama, semua kehancuran yang dirasakan seorang Aidan Zavier Kentara.
Sayangnya kala sang Nona sudah melebur dan menghilang, sang Tuan baru merasakan kalau dirinya sudah jatuh teramat jatuh pada diri sang Nona yang selama ini menemaninya.