©loeyhunJ4d

An alter universe

luka baru.


Suasana redup dan mendung dipertengahan bulan Maret, diawal tahun 2026 menjadi saksi seseorang yang kini tengah terdiam membisu diatas kursi kemudinya, jika ada yang bertanya padanya tentang harinya, ia akan pastikan ia akan langsung menjawab dengan satu kata, lelah. Tubuhnya kini sangat lemah sebenarnya, tetapi adrenalin dalam dirinya memuncak seketika kala ia membayangkan peristiwa yang baru saja ia lihat beberapa jam kebelakang.

Tubuh tegapnya dengan balutan kemeja hitam dengan kancing atas yang telah terbuka dan dipadukan dengan celana bahan berwarna abu-abu tua dan sepatu pantofel hitamnya itu dengan cepat melewati beberapa orang yang tentunya ia kenal diruangan yang baru ia masukki itu, suara panggilan disertai pertanyaan yang hampir sama tidak ia hiraukan saat ini, karena fokusnya hanya satu, menyalurkan apa yang saat ini ingin meledak dalam dirinya.

BUG!

Suara pukulan keras membuat semua pasang mata yang ada diruangan itu mengalihkan pandangannya kearah sumber suara,

“Anjing! Lo anjing mas! Gara-gara lo Arshen pergi mas gara-gara lo anjing!” Aidan Zavier Kentara mengucapkannya seraya air matanya yang terus turun keatas permukaan pipinya, seraya menggoyang-goyangkan tubuh seorang mas tertuanya, Kayvan Tian Kentara.

“Lo apaan sih? Arshen kemana? kenapa sih?” Kayvan menjawab seluruh ucapan melayang Aidan tadi,

“Kemana? Lo nanya dia kemana? Dia udah pergi mas, pergi ninggalin gue! Kalo aja gue gak nurutin lo, kalo aja tadi gue ke bandung, dia masih disini sama gue dia masih disini bangsat!”

prangg

Suara pecahan kaca yang berasal dari sebuah pajangan yang baru saja dilempar kesembarang arah itu langsung mengakhiri ucapan seorang Aidan, “Balikin Arshen anjing! Balikin! Gara gara lo mas! Gara gara lo gue gak bisa jagain dia! Gara gara lo gue gak bisa ngeliat dia terakhir kalinya! GARA GARA LO SEMUANYA!!” teriakan memekakkan telinga itu langsung membuat siapa saja yang mendengarnya ikut merasakan sakitnya.

Tangisan, dan raungan sakit secara bersamaan keluar dari seorang Aidan Zavier yang saat ini wajahnya telah basah oleh air matanya sendiri, “I'm done.” Aidan langsung berlalu meninggalkan ruangan tengah tempat seluruh anggota keluarga itu sedang berkumpul.

“Biar Cia aja mas,” Domicia langsung menyusul Aidan yang telah jauh didepannya, diikuti oleh seorang Arvel pula.

Kayvan masih diam membeku, masih terkejut dengan semua serangan yang dilakukan oleh adiknya itu, semua pasang mata melihat ke arah dirinya dengan khawatir, pasalnya pada sisi sebelah kanan bibirnya terlihat jelas darah segar bertengger disana,

“Mas..” Kegan menghampiri kakak tertuanya itu setelah beberapa anggota keluarga seperti Ailesh, Avanesh, Dayana dan 4 sekawan dari Kentara itu telah kembali ke kamar masing-masing.

“Travelnya Arshen kecelakaan beruntun, seluruh penumpang di travelnya tewas ditempat karena mobilnya sempet keguling beberapa kali,” ucap Kegan menjelaskan kepada kakak tertuanya.

Kayvan yang mendengar itu langsung terduduk dengan diam, pikirannya langsung terbang jauh kesana kemari, tubuhnya langsung lemas, benar-benar langsung tidak bisa memproses sekitarnya.

“Ini ada apa Kayvan?” Ramadella yang baru saja menapakkan kakinya kedalam ruangan tengah keluarganya langsung bertanya setelah melihat keadaan ruangan tersebut.

“Mas... Kayvan gagal lagi....” ucap Kayvan dengan lemah seraya menatap kakak tertuanya itu juga dengan tatapan kosong.


Hampir satu bulan sudah hidupnya seperti seonggok daging yang bernyawa, tapi tidak berjiwa, Aidan Zavier kembali menghembuskan napasnya kala ia harus menyuapkan makanan yang ada didepannya, “Dimakan Ay, udah dibikinin sama mas Byant itu,” ucap Domicia yang telah berada didepannya selama beberapa menit itu, “Lo hari ini gimana?” Domicia masih berusaha untuk memulai obrolan kepada saudara sepupunya itu, yang memang hampir sebulan ini sudah tidak ada lagi cahaya dalam kehidupannya.

“Biasa aja,”

Arvel menghembuskan napasnya, “Lo mau kaya gini sampe berap-” ucapan Arvel terpotong kala dirinya langsung disenggol dengan keras oleh kembarannya yang berada disampingnya itu,

Aidan yang tau maksud pertanyaan Arvel langsung diam dan menatap kearah depannya dengan lemah, tatapannya menatap lurus kedepan dengan kosong, “Gak tau,” jawab Aidan dengan singkat.


Ketukan pintu menginterupsi dirinya yang sedang termenung menatap lurus kearah layar laptopnya yang terbuka dan terus menampilkan fotonya dengan seorang wanita cantik, Aidan Zavier langsung menutup rapat laptopnya itu, “Masuk,”

Seorang perempuan berpiyama hijau pastel menyembul masuk kedalam kamar yang selama beberapa bulan ini sungguh kelabu, “Mas, Day bawa cookies, mas mau?”

Aidan tersenyum lalu mengangguk, “Makasih bayi,” ucapnya seraya mengelus puncak kepala adik perempuan satu-satunya itu,

“Gapapa?”

“Gapapa.”

Dayana menatap lekat kearah mata berwarna hitam pekat itu, ia tau kalau seseorang yang berada didepannya itu telah berusaha dengan keras menahan kelabunya.

It's okay, mas. I'm here,” Dayana mengucapkannya seraya merangkul dengan erat bahu dari masnya itu, “Aku disini kok sama mas,” ucap Dayana seraya mengecup puncak kepalanya

Tangisan demi tangisan terdengar, ruangan rasa sakit yang Aidan rasakan semakin bersuara, cengkramannya pada pinggang mungil seorang Dayana semakin erat, wajahnya ia semakin tenggelamkan pada bagian perut adiknya itu, “Mas gak becus Dayana, mas bego, mas brengsek, ini salah mas Dayana, mas... Mas gak bisa jadi pacar yang baik selama ini buat dia, mas selalu...” ucapannya terhenti kala pikirannya terus mengulang memori-memori indah dengan sang kekasihnya, ucapanya menyalahkan terus keluar dari mulutnya, cengkramannya semakin erat dan air matanya juga semakin jatuh, dirinya hancur berkeping.

Rangkulan Dayana pada masnya itu semakin kuat dan semakin erat, dirinya juga berusaha keras agar tidak menimbulkan suara dari isakannya yang diam diam ia biarkan keluar kala ikut merasakan kesakitan yang masnya itu rasakan, doa demi doa ia panjatkan untuk keikhlasan masnya ini, semua yang masnya rasakan ini sunggu menjadi sebuah rasa sakit yang terdalam bagi para saudaranya lain, pasalnya seorang Aidan Zavier Kentara, seseorang yang karakternya terkenal akan kekonyolan dan tingkahnya yang selalu bisa membuat suasana disekitarnya mencair kini tengah berubah menjadi sebuah es batu yang sangat dingin.

Isakan demi isakan keluar dari seorang laki-laki yang sedang didekap erat itu, beberapa pasang telinga diluar kamar berdominasi warna hitam yang tidak ditutup pintunya itu ikut mendengar semua isakan dan kesakitannya, ikut terisak dan ikut jatuh melemah juga. Mereka ikut merasakannya bersama, semua kehancuran yang dirasakan seorang Aidan Zavier Kentara.

Sayangnya kala sang Nona sudah melebur dan menghilang, sang Tuan baru merasakan kalau dirinya sudah jatuh teramat jatuh pada diri sang Nona yang selama ini menemaninya.

knight whithout a horse.


Suara dentingan dari gelas kaca silih berganti, menjadi suara pendukung yang semakin memenuhi ballroom hotel tempat terlaksananya acara bergengsi dari para pebisnis ulung nan sukses negri setiap tahunnya, The Great Golden Business adalah sebuah acara lelang amal tahunan yang dilaksanakan oleh salah satu forum tempat para pebisnis berkumpul menyalurkan ide atau bahkan koneksi satu sama lainnya, sebenarnya seperti acara bisnis pada umumnya, selain acara utamanya yaitu lelang amal, acara ini juga merupakan sebuah ajang bagi para pebisnis saling adu gengsi dan pamor mereka terhadap satu sama lainnya.

You're okay princess?” ucap seorang laki-laki bertubuh tegap tinggi dengan balutan tuksedo hitam rapih dan elegan, disampingnya terdapat seorang perempuan berparas cantik yang disempurnakan dengan balutan gaun malam hitam yang anggun serta stiletto heels dari brand ternama yang ikut melengkapi penampilannya saat ini, Dayana dan Kayvan, kini bersisian dengan tangan Dayana yang terkunci rapat menggenggam lengan dari kakak laki-laki disampingnya itu, mengikuti langkah dari kakak laki-laki tertuanya didepannya,

“Mas mending kita duduk aja, kasian Dayana pegel kali itu kakinya,” ucap suara bariton disisi lain dari Dayana, ya saat ini memang posisinya diapit oleh kedua kakak laki lakinya itu, Kayvan Tian Kentara disebelah kanan, dan Kegan Ayundra Kentara disebelah kirinya diikuti oleh ketiga kakak laki-lakinya yang lain, yaitu Byantara, Aidan dan juga Edhan seperti mengamankan sesuatu berharga yang berada ditengah mereka, Alsava Dayana.

“Gak terlalu pegel sih, tapi ya paling abis pulang dari sini aku langsung nyuruh Alesh sama Anesh buat mijetin kaki aku sama nempelin koyo,” ucapan polos dari Dayana sukses membuat ke lima kakak laki-lakinya yang sedang berada didekatnya itu tertawa,

“Ada apa kalian ketawa?” ucap seorang laki-laki yang memiliki prawakan tak kalah menawan dari keenam orang didepannya itu, hanya yang membedakannya, ia yang paling tinggi serta paling tua dari keenamnya.

“Ini si Dayana, kalo gak duduk nanti minta dipakein koyo,” jawab asal Aidan yang langsung dihadiahi tonjokan diperutnya, “Aduh! Kok ditonjok sih orang bener tadi kamu ngomong gitu.”

“Kita beneran kemusuhan aja deh mas beneran deh.”

Edhan yang mendengar itu sedikit tertawa dan langsung mengambil alih adik perempuannya itu dengan mengalungkan lengannya pada leher adiknya, “Ayo kita cari duduk aja Day,”

“Eh tunggu tunggu,”

Dan keenam kakak laki-laki dari Dayana lainnya pun mengikuti langkah dari Dayana dan Edhan tersebut,

Semua pasang mata tak terkecuali memalingkan matanya seakan mereka merupakan barang antik dan keberadaannya sangat jarang terlihat, tak ayal beberapa orang pun mulai mengeluarkan beberapa telephon genggam mereka untuk memotret ketujuh orang cucu dari The Kentara Corps, yang dimana pasalnya sangat jarang sekali untuk hadir kedalam acara The Great Golden Business ini, apalagi ini tidak hanya satu atau dua orang saja,

“Berasa primata dikebun binatang dah,” Aidan langsung meneguk minuman kekuningan didepannya kala ia langsung dihadiahi tatapan tajam dari kedua kakak laki-lakinya setelah menyelesaikan ucapannya,

Byantara menahan pergerakan dari tangan Ramadella, “Jangan asal makan cake mas, takut ada kacangnya, mas kan lagi gak bisa makan kacang,” setelah mengucapkannya Byantara langsung mengangkat piring kecil yang ada didepan kakak laki-lakinya itu,

“Padahal gak ada kacangnya,” ucap Kegan seraya menyuap kue yang sama dengan yang Byantara sisihkan tadi, dan hal tersebut langsung membuat Ramadella menatap Byantara yang langsung mengalihkan pandangannya kearah panggung tempat acara utama The Great Golden Business dilaksanakan.

Benda demi benda ditunjukkan oleh para pebisnis yang hadir, tawaran rendah hingga tinggi diajukan terus menerus secara bergantian, dari mulai lukisan, pakaian, hingga beberapa barang antik sukses dibawa pulang oleh pemiliknya, dan nanti uang jual beli yang sudah ditawarkan tadi 50%nya tentu diperuntukkan untuk kegiatan amal pada panti asuhan atau beberapa posko bencana yang sedang terjadi dibeberapa negara,

prangg

Suara pecahan gelas sukses membuat beberapa pasang mata teralihkan kesumber suara, Dayana terpaku kaget karena pasalnya ternyata dirinyalah yang tidak sengaja membuat kegaduhan itu,

“maaf maaf nona saya tidak sengaja,” ucap seorang pelayan laki-laki yang tadi membawa baki berisi gelas-gelas yang tidak sengaja tersenggol oleh Dayana itu,

“Ah tidak ini aku yang salah maaf,” Dayana terkejut kala tangannya yang hendak membantu pelayan itu ditahan oleh kakak laki-lakinya, Kayvan,

“Biar mas aja, kamu cukup minta maaf,” Kayvan langsung menggantikan posisi Dayana, dengan mata tajamnya ia menelisik sesuatu, ada beberapa hal yang ia curigai ketika awal masuk kedalam ballroom ini, tapi hal itu ia langsung tepis karena tak mau mengganggu jalannya acara besar ini, terlebih membuat kegaduhan dan membuat malu kakak tertuanya, “Who send you?” ucap Kayvan setengah berbisik kala ia menunduk membantu pelayan laki laki didepannya itu,

“Maksud bapak apa ya?”

Kayvan tak langsung menjawab, ditodongnya secara diam-diam sebuah senapan yang telah ia persiapkan, “Let's make it this time more quite, and don't make any ocean of blood in this room, shall we? I know exactly how many of them in this room tonight,”

In your dream, Kayvan,”

“KEGAN! AIDAN!”

dorrr dorr dorr

Bunyi tembakan keras yang berasal dari senapan disamping sudut ruangan lain sukses membuat Kayvan mengalihkan pandangannya, pasalnya ia mengira pelatukan itu akan mengenai kedua adik laki-lakinya, tapi ternyata salah, dan hal itu sukses membuat ketiga saudara laki-lakinya yang ikut waspada akan sekitarnya, mereka langsung berdempet kearah adik perempuan mereka,

Hei hei, look at me, okay? Pejamin mata princess, dan dengerin aja suara yang dari airpod oke? You'll be fine, I promise, and they would be fine too,” ucap Kayvan kepada adik perempuannya yang sekarang berada diantara keempat kakak laki-lakinya termasuk dirinya itu, sedangkan Aidan dan Kegan setelah diteriaki oleh Kayvan tadi langsung terburu-buru keluar dari ballroom dan mengabari pasukan dari kakak laki lakinya itu,

You should too,”

Of course baby, don't worry,” Kayvan mengecup puncak kepala adik perempuannya itu dengan perlahan,

Setelahnya suara tembakan tembakan dan jeritan beberapa orang sukses menjadi iringan ditelinga Dayana pula, Dayana dengan kuat memejamkan matanya, menggenggam dengan erat tangan salah satu kakak laki-lakinya, Byantara, yang memang selalu sukses menjadi penenang dari para adik-adiknya itu.

“Kayvan, kayvan, serahin disk biru itu sekarang, atau kalo enggak orang orang disini abis semua,”

“Lo siapa? Lo pikir gue takut hah?” ucap Kayvan menantang seseorang laki-laki dengan prawakan sedikit timur tengah didepannya,

Seseorang itu maju kearah Kayvan dengan berani, dengan berjarak hanya sepersekian centi dengan Kayvan,

Sedangkan Kayvan langsung mendorongnya menjauh, karena posisi dirinya tadi terlalu dekat dengan keempat saudaranya itu, “Lo kalau ada masalah sama gue, selesaiin sama gue,” Kayvan menatap lawan bicaranya dengan tajam diikuti suara kekehan dari lawan bicaranya itu,

“Lo kalah jumlah Kayvan, akui itu, lo gak bisa menang lawan gue,”

dorr dorr dorr dorr dorr dorr

bunyi tembakan dari senapan kembali terdengar, lalu setelahnya beberapa orang yang memakai pakaian pelayan yang meyandera beberapa orang didalam ballroom ikut tersungkur dan tergeletak dengan darah yang mengalir dari kepala mereka,

“Anda yakin anda bisa kalah dari saya?” Kayvan tersenyum menang, pasalnya semua orang yang ia tembaki itu adalah orang suruhan yang bodoh dari pria didepannya, dan setelah kekacauannya itu bunyi tembakan lain kian terdengar bergantian.


plakk

Suara tamparan sukses membuat semua pasang mata yang ada didalam ruang keluarga itu mengalihkan pandangannya,

“Aw!! Sakit la,” ucap Kayvan mengadu kepada perempuan cantik didepannya,

Alana hanya bisa mendengus dan memincingkan pandangannya kearah laki-laki didepannya itu, “5 bulan Kayvan, 5 bulan, kenapa sih gak bisa nahan yang begini begian?” ucap Alana seraya menekan secara sengaja lagi dan lagi luka yang sedang ia obati itu.

“Aaaw sakit la sakit, iya ampun la anjir sakit, gila lu ya,”

“Iya gue gila, gue gila gara-gara calon suami gue sinting juga,” Alana menghentakkan kakinya keatas ubin marmer berwarna krem khas ruang keluarga dari kediaman Kentara Saudara,

“Kak Ala udah makan?” tanya Aydhan kala ia baru saja masuk kedalam ruangan keluarga itu, yang langsung dihadiahi gelengan oleh saudaranya lain,

Kini Kayvan, Ramadella, Edhan, Byantara, Kegan, Aidan serta Dayana telah berada didalam rumah tersayang mereka, dengan Dayana yang langsung diurus oleh Domicia dan juga Affandra, sedangkan Edhan dan Aidan tadi baru saja dibersihi luka bekas perkelahian mereka oleh Arvel, sedangkan Kegan dan Byantara langsung diurus oleh Davendra yang langsung pulang dan membatalkan perjalanan dinasnya, sedangkan Ramadella, langsung diobati oleh kekasih hatinya, Jovanka Alya,

“Tau omelin aja Al, masa mau nikah malah babak belur gak keren banget,” Davendra langsung dihadiahi timpukan bantal sofa oleh Kayvan yang langsung membuat beberapa orang tertawa itu.

Alana yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya dan beberapa kali memicingkan senyumnya dengan getir.


Alana mendekati sosok laki-laki dengan piyama hitam khasnya, ia tahu siapa laki-laki tersebut,

“Hai,”

“Kok belum tidur?” ucap laki-laki yang dihampirinya dan langsung membersihkan tempat duduk disamping laki-laki untuk Alana duduki, “Gak bisa tidur atau gimana?”

“Aku kepikiran kamu,”

“Kepikiran aku?” “Kenapa?”

“Kalau kita nikah nanti, kamu akan gini juga?”

“Gini? Gimana?” Kayvan langsung tersenyum kala mengerti maksud dari Alana itu, “La, waktu aku minta kamu jadi pacar aku waktu itu, aku udah ngomong kan keadaan keluarga ku gini, aku dintuntut untuk ini, dan aku bener-bener ngomong kan waktu itu sama kamu, kalo kamu sanggup ayo jalan sama aku, kalo enggak yaudah gak usah, aku gak pernah minta kamu nyoba ngerti, tapi aku langsung menuntut kamu untuk ngerti, karena hal ini emang gak bisa aku batalin atau aku kesampingin, aku pelindung mereka sejak dulu, takdir aku jadi pelindung mereka dan akan selalu seperti itu,”

Alana menghela napasnya pelan, ia salah bicara seperti itu oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya ini, ia padahal sudah tau bagaimana konsekuensi hidup dengan seorang Kayvan Tian, dan ia sebenarnya sanggup akan itu, tapi melihat lukanya tadi, melihat luka dari adik adiknya tadi, ia kembali mempertanyakan beberapa hal tidak masuk akal,

“Aku bakalan tetap dan akan selalu jadi baja pelindung mereka, Alana, apapun yang terjadi.” Kayvan langsung berdiri dan meninggalkan seorang Alana Berlyn merutukki kebodohannya akan ucapannya itu.

fifth chapt.


Perempuan bersurai kecoklatan itu menghela napasnya lagi sebelum ia taruh handphonenya dengan layarnya yang ia sengaja hadapkan pada permukaan meja didepannya, dan setelahnya ia sesap lagi cairan merah yang memang sedari tadi ia nikmati.

“Di chat ya?” Suara bariton dari salah satu laki-laki didepannya membuatnya menganggukkan kepalanya dengan malas, “They just worry about you Day, kita-no– lebih ke lo tepatnya, jarang banget kan minum kaya gini, sekalipun minum itu kalau lo udah stress banget, terus juga itu terakhir kapan ya?” ucapannya laki-laki didepannya menggantung seraya mengalihkan pandangannya kesamping kanannya, tempat laki-laki lain yang memiliki prawakan yang hampir mirip dengannya,

“Ya terakhir waktu dia mau bikin series baru itu.”

“Ah iya, lo udah mulai mau casting lagi ya?”

Perempuan bernetra hitam itu menganggukkan kepalanya seraya menghembuskan lagi dan lagi napasnya dengan perlahan, “Stress banget sumpah,” Dayana menyesap wine yang sudah dituangkan oleh saudaranya itu, Avanesh, yang memang memilih untuk tetap sadar diantara ketiganya, “Tapi gak tau kenapa, paham gak sih? Kaya I feel like there's to many preasure that hit me, tapi sebenernya mah ya biasa aja, maksudnya kaya gue udah sering ngelakuin ini, since we're totally graduate, 3 tahun lalu, udah banyak banget project yang gue buat, tapi kaya I don't know.”

Ailesh Reka dan Avanesh Reka yang memang sedari tadi menemani perempuan yang saat ini masih setia memandang kearah gelasnya seraya mengeluarkan semua isi kepalanya, keduanya mengangguk tanda mereka memahami dan mendengarkan juga,

“Paham paham, lo tuh terlalu khawatir soalnya series yang sekarang tuh lagi diperhatiin banget sama para citizen Day, makanya lo tuh kaya takut bikin mereka gak puas.”

“Makanya sekarang lo anxious gini, padahal mah ya belum tentu juga ketakutan lo kejadian,”

Ucap keduanya secara bergantian, membuat Dayana lagi-lagi menyesap minuman berwarna merahnya itu, “Tapi gimana kalo gue ngecewain para mas?”

Avanesh berdecak tidak suka dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Dayana itu, “Lo taun lalu juga bilang gitu, waktu mau shooting awal series lo, dan ini udah tahun ketiga lo ngegarap project series Day, dan berarti udah beberapa kali lo ngomong gini, tapi hasilnya?” Laki-laki itu sengaja menggantungkan kalimatnya tanda ingin saudara perempuannya itu menjawab ucapannya tadi dengan sendirinya.

“Hasilnya? BOOM meledak semua series yang lo garap, jangan lupa juga sama beberapa short movie yang para castnya lo yang milih,” Ailesh mengucapkannya dengan matanya yang telah sayu tanda ia sudah mencapai puncak batasnya, Ailesh Reka menangkup kedua pipi Dayana yang berada didepannya itu, “Hehehe lo itu hebat, gue aja salut sama lo,” dan setelahnya kepalanya jatuh kepermukaan meja yang untungnya kosong itu,

Avanesh yang melihatnya hanya memutarkan kedua bola matanya itu, “Just it?” ucap Avanesh menatap kearah Dayana yang masih tampak sibuk dengan pikirannya seraya meneguk bulir bulir cairan berwarna merah itu,

Dayana menaikkan kedua bahunya, “Masih banyak, tapi gak tau isinya apa aja,” ucapnya dengan asal membuat laki-laki didepannya yang sedari tadi memperhatikannya hanya tersenyum miring seraya menggelengkan kepalanya.

“1-10?” Tanya Avanesh yang bermaksud menanyakan seberapa tidak sadarnya saudara perempuannya itu, karena pasalnya perempuan didepannya ini dan saudara kembarnya, Ailesh, sudah menghabiskan 4 botoh untuk hanya untuk mereka bertiga -walaupun dirinya mungkin hanya 3 sampai 4 gelas saja-,

“Masih 6,” ucap Dayana menjawab pertanyaan singkat dari Avanesh,

“Mau lanjut lagi apa udahan? Ini bocah udah teler soalnya,” Avanesh mengucapkannya seraya menunjuk kearah Ailesh, saudara kembarnya yang memang toleransi dengan kadar alkoholnya itu cukup rendah dibanding keduanya,

“Lanjut dikamar aja,”

“Ke hotel aja ya, lo udah 6, dan gue udah di 3 kayanya, gak bisa nyetir jauh,” “Hotel atau apart?”

“Hotel aja,” “Oh iya, udah dibayar sama mas Ayi katanya,”

Avanesh langsung menganggukkan kepalanya dan sedikit memeluk dan membawa kembarannya itu pergi dari sana.

102.7 NEO FM

Laki-laki berambut hitam dengan turtle neck hitam yang ia pakai fokus memutar stir kemudi dari mobil putih yang ia kendarai, sedangkan penumpang disampingnya tidak henti-hentinya menunduk seraya menautkan kedua tangannya dengan gelisah, sebenarnya laki-laki dengan kaos putih dibalut jaket denim jeansnya itu tidak terlalu mengerti apa yang ia rasakan saat ini,

“Yo, napa sih?” ucap seorang laki-laki dibelakang kemudi kepada orang disampingnya,

Laki-laki yang dimaksud pun langsung menengokkan kepalanya dengan sedikit terkekeh, “Gak ngerti gue juga, kaya gue ga enak sebenernya Fand buat ketemu dia,”

“Itu udah 3 tahun lalu, udahlah lupain,” “Lagian dia juga udah lupa kali,”

“Iya kali ya, guenya aja yang terlalu perasa gak sih,” Basudeo bertanya kembali kepada kembarannya untuk meyakinkan dirinya sendiri perihal hal yang menganggu dirinya sekarang,

Affandra terkekeh lalu menganggukkan kepalanya, “Iye udah ayo,” Iapun lalu menepuk pundak kembarannya itu, membuat kembarannya langsung menghela napasnya perlahan seraya memejamkan matanya sebelum akhirnya turun dari mobilnya itu,

Basudeo perlahan membawa dirinya masuk kedalam gedung berwarna hitam didepannya, membuka perlahan pintu kaca didepannya, mempersilahkan kembarannya terlebih dahulu untuk masuk, dan kemudian dirinya seraya menarik rambutnya kebelakang guna menghilangkan kegelisahannya lagi,

“Oh, akhirnya kalian dateng,” ucap seorang perempuan didepan mereka dengan rambut diikat satu,

“Gimana Han? Telat ya gue?” ucap Basudeo kepada perempuan itu, Hana, seorang manager dari awal karirnya itu,

“Enggak enggak belum,” “Lu dimakeup dulu Yo, soalnya kan sekalian rekam video juga,”

“Tipis aja ya,” ucap Basudeo seraya berlalu bersama kembarannya yang mengikutinya, berjalan seraya mengobrol hal tidak penting dengan kembarannya sesekali tertawa karena ucapan kembarannya itu,

Namun tiba-tiba tubuhnya bereaksi menolak, membuat dirinya tiba-tiba berhenti dari pembicaraan serta langkahnya, membuat kembarannya menatap dirinya dengan heran, “Yo? Kenapa dah lu?” membuat Affandra yang disampingnya langsung melihat kearah pandangan yang dilihat Basudeo,

Disana, didepan mereka, diarah pandangan mereka terlihat seorang perempuan dengan kaos hitam dibalut vest berwarna coklat susunya itu sedang mengobrol dengan seseorang yang diyakini menjadi partner dari dj radionya, Basudeo mengenal siapa keduanya, terlebih perempuan manis dengan senyum yang terpatri diwajahnya saat ini, perempuan dengan mata hazel dengan senyum yang indah menurutnya itu masih seperti 3 tahun lalu, masih sama seperti seorang perempuan yang 3 tahun lalu selalu menemaninya, yang 3 tahun lalu masih menjadi seseorang yang ia selalu sematkan dalam segala harinya, tapi hal itu tidak lagi, semenjak dirinya memutuskan untuk berhenti mengejar dan berharap kepada perempuan itu.

“Yo, yuk langsung ke studio aja,” ucapan Hana, sang manager menghancurkan lamunannya itu,


“102.7 NEO FM, balik lagi sama Junio dan Anin disini, wah gak kerasa ya kita tadi udah ngobrol ngobrol tentang banyak hal ya, Nin.”

“Bener banget Jun, sekarang kayanya nih segment yang ditunggu banget gak sih sama para listener di sore hari ini,”

“Ya gimana gak nungguin ya, temen ngobrol kita sore ini lagi hits banget lagu dan albumnya, udah gitu gue denger-denger nih mini albumnya sekarang tuh jadi yang terlaris pertama juga penjualannya,”

“Kalau yang gue denger sih ya Jun, mini album dia nih mini album special,”

“Pake telor gak nin?”

“Pake deh kayanya,” ucap perempuan itu dengan senyuman dengan sedikit tertawaan dibelakangnya, “Yaudahlah, langsung aja gak sih?”

“Langsung aja dong, penyanyi hits, dengan lagu dan album yang memuncakki chart dimana-mana, dengan music video yang udah mencapai 500ribu views hanya dalam 3 hari aja, Basudeo Haris,” ucap laki-laki bernama Junio dengan suara yang sedikit diseretnya guna menambah intensitas kebahagiaan yang ingin ia sampaikan,

Yo yo yo whatsup,” ucap Basudeo merespon sesi perkenalannya tadi,

Obrolan demi obrolan terlontarkan dari mereka bertiga, tak jarang suara renyah tertawa dari ketiganya juga menghiasi obrolan mereka guna mengawali topik utama mereka sore ini,

“Udah udah basa-basinya, jadi gimana nih Yo, cerita dari album lo ini,” ucap perempuan itu seraya mengalihkan pandangannya kearah lawan bicaranya yang dimaksud dengan sedikit kaku,

“Nah bener bener Nin, kan tadi katanya Anin nih album “US” lo ini album special gitu kan, nah apa sih yang buat special dari album ini?”

Basudeo menganggukkan kepalanya tanda mengerti akan obrolan yang mereka maksud, “Jadi album ini tuh kenapa gue bilang special karena album ini tuh gue dedikasiin untuk keluarga besar gue sih, jadi kaya after all that madness yang kita lewatin semuanya akhirnya kaya gue udah melepaskan perlahan gitu loh,”

“Oh i see i see, berarti tuh judul album US itu bukan berarti hubungan lawan jeni gitu ya? Soalnya in the first place gue kira ya ini nyeritain tentang kisah cinta lo gitu,”

Basudeo melirik sebentar kearah perempuan didepannya kala mendengarkan ucapan dari Junio itu, matanya melihat rasa tidak nyaman yang terpancar dari perempuan itu, “Enggak enggak, semua lagu gue bener-bener nyeritain tentang keluarga besar gue,”

Kedua DJ radio itupun menganggukan kepalanya, “Hm gitu, nah kan album ini tuh lo dedikasiin untuk keluarga lo nih, nah boleh gak sih diceritain tentang kisah dibalik lagunya, dari yang main track dulu lah, wounds ya?”

“Iya, wounds

“Gue pas denger awal tuh kaya wah happy ya lagunya gitu kan, karena lo milih nadanya dengan sedikit upbeat r&b gitu, tapi pas gue cari liriknya kok kaya sedih banget gitu, soalnya disana pun lo mention sedikit tentang therapist gitu kan, so i guess its all about your mental healing, gak sih?”

Basudeo sedikit terkekeh, “Iya bener bener, yang wounds tuh emang ceritain tentang healingnya gue beserta para saudara gue dari peristiwa beberapa tahun lalu itu sih, makanya disana gue juga bilang kan kalo my wounds atau luka gue tuh kata mereka bakalan hilang seberjalannya waktu gitu, terus buat yang lainnya kaya a movie, been a while, sama december tuh sebenernya kaya nyambung gitu sih, awalnya yang december nyeritain tentang ya peristiwa itu terjadi karena itu pas banget ditanggal 01 desember kan ya, terus setelahnya a movie nyeritain ya tentang kaya hidup kita semua kaya film yang tiba-tiba alurnya berubah gitu, terus terakhir yang been a while karena ya tahun ini udah 12 tahun lebih berlalu dan kaya gak kerasa aja ternyata udah lama banget gitu,” ucap Basudeo dengan panjang lebar, dengan senyuman yang masih setia terpatri diwajahnya itu,

“Nah terus yang terakhir day-by, itu gimana?”

“Itu nyeritain tentang keadaan kita semua sih, setelah semua cucu mendiang kakek, nenek dan orang tua kita semua, kenapa dipilihnya day-by karena sebenernya 40-50% lagu ini gue maksudin buat my little sissy sih,”

“Oh nah talk about your little sissy, she okay right? Soalnya kaya gue kan sering ya ketemu sama Dayana, Aydan dan Edhan dibeberapa acara pressconnya dia,”

“Baik kok baik, tadi gue baru lunch bareng sama dia sama Aydan dan Edhan juga,”

“Ngomong-ngomong masalah itu juga ya, gue juga salut sih sama kedekatan kalian,” ucap Anin yang akhirnya bersuara, “Soalnya kita kan udah kenal dari SMA ya, terus kuliah juga, walau kuliahpun cuman sebentar gitu kenalnya karena gue sempet harus pindah-,”

“Oh maksudnya ini lo sombong ya, pamer udah kenal dari lama gitu ya,”

“Enggak enggak gak gitu,” ucapan dari perempuan itu pun diakhiri dengan tawa ketiganya juga yang membuat perempuan bernama Anin itu langsung salah tingkah,

Obrolan mereka berlanjut semakin intens dan menarik, hingga tak terasa telah 45 menit waktu berlalu mereka habisi,

Basudeo menyeruput americano yang tadi diberikan kembarannya kepadanya, “Keren lo,” Affandra mengucapkannya yang langsung dibalas seringai oleh kembarannya itu, “Cih, nyesel lah gue,”


Basudeo dan Affandra keluar dari gedung hitam berlantai dua itu dengan bersamaan, berjalan ke arah mobil putih suv yang tadi mereka kendarai, mata Basudeo tiba-tiba melihat kearah satu titik yang menarik perhatiannya, “Udah ayo, entar makin flashback lagi lu,”

Ramadella's day.

Hari menunjukkan pukul 5 sore, langit kota mulai mengganti warnanya dengan yang lebih menyala, seakan menjadi pertanda bahwa waktu istirahat telah tiba, langit kotapun kian lama kian menggelap, kedua insan didalam mobil Jeep Wrangler abu-abu milik sosok laki-laki berbadan tinggi dengan beberapa ototnya yang tercetak jelas dibalut dengan kaos hitam dan jaket kulit hitam andalannya itu,

“Kita mampir beli pasta dulu ya, ini si Ala mau pasta katanya?” “Telfon rumah gak ya mas? Takut pada mau nitip,”

“Coba aja telfon,” ucap sang lelaki kepada wanitanya yang duduk manis disampingnya dengan dress biru muda dan dipadukan dengan heels putih andalannya juga, “Je, tadi kamu nanya Byant gak si Gio udah makan belum, aku lupa tadi,”

Jovanka Alya atau yang biasa disapa Jeje ini tampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan suaminya, Ramadella Ananta Kentara, “Udah deh kayanya tadi aku nanya si Dayana,”

“Dayana?”

“Iya tadi si Gio sempet rewel katanya mau ketemu sama Day,” ucap wanita itu seraya menerbitkan senyum cantik diwajahnya.


“Princess, taro mana ini?” laki-laki bertubuh tegap dibalut dengan kaos putih dan celana sedikit robek dilututnya itu membawa beberapa kursi diikuti oleh laki-laki lainnya yang tingginya tidak beda jauh darinya,

“Disini aja disini, iya situ, ih Alesh jangan disitu,”

“Mas Aidan itu pelan pelan bawanya, isinya kue,”

ucap satu-satu perempuan disana, ia melanjutkan mengarahkan beberapa saudara laki-lakinya dengan berbagai pekerjaan mereka, malam ini, malam ini mereka bersama ingin merayakan hari super hero dari mereka semua, merayakan bertambahnya usia dari tiang penopang hidup mereka,

Kedua laki-laki dengan perawakan yang hampir sama dengan kaos keduanya yang berwarna hitam merapikan beberapa detail kecil yang diperlukan, dengan kedua laki-laki lainnya yang sedang merapikan kue yang mereka buat itu dimeja disamping laki-laki tadi,

“Udah semua kan?” Suara bariton dari seorang laki-laki dengan kulit porcelainnya diikuti dengan laki-laki lain dibelakangnya, “Kay, lu tadi sempet ditelfon mas?” ucapan laki-laki itu langsung dibalas anggukkan oleh Kayvan,

“Tadi dia nanya doang si Alana mau nitip apalagi gitu,”

Dan ucapan terakhir itupun langsung membuat semuanya terdiam kala mereka mendengar beberapa derap langkah dari balik pintu dibelakang mereka itu,

“Danty, is that pappo dan mammo?” ucap seorang anak laki-laki berusia 5 tahun disamping Dayana seraya menarik bahan sweater berwarna coklatnya dibagian bawahnya itu, Dayana tersenyum lalu menganggukkan kepalanya

“Tapi Gio disini aja dulu ya, sampai pappo sama mammo muncul di pintu itu,”

“Iya Gio terus nanti kita teriak sulpais gitu,” “Ya kan Danty?”

Dayana yang ditanya hanya bisa menganggukkan kepalanya dan juga tersenyum seraya mengusap kedua puncak kepala kedua anak laki-laki disampingnya itu,

“Siap siap ya cuy,” ucap suara bariton sedikit berbisik dari seorang laki-laki yang terkenal sangat humoris itu, “hitungan di tiga ya, satu dua tig-”

“HAPPY BIRTHDAY,”

“HAPPY BIRTHDAY PAPPOO,”

“HAPPY BIRTHDAY PAPA RAMAA,”

suata riuh rendah dari ke 16 adiknya berserta kedua anak kecil yang sedang berlompatan dan menari-nari kecil bersama dengan kedua laki-laki yang jauh lebih tinggi dari keduanya,

“Selamat ulang tahun mas Rama,” ucap perempuan bersweater coklat seraya menyodorkan kue dengan kedua lilin diatasnya,

“Makasih sayang, makasih udah nerima mas jadi masnya Dayana ya,” ucap Ramadella seraya meniup lalu mencium puncak kepala dari adik perempuan terakhirnya itu, “Makasih ya,” ucapnya lagi seraya mengusap puncak kepala adiknya itu,

Aidan Zavier, beserta dengan kedua laki-laki favoritnya dibelakangnya menghampiri mas tertuanya itu, “Happy birthday superman,”

“Happy birthday mas,” “Makasih ya mas,”

“Happy birthday masnya Arvel,”

Keempat laki-laki dengan perawakan tinggi yang tidak jauh berbeda tiba-tiba memeluknya, diikuti dengan kedua laki-laki yang terpaut umur cukup jauh dengan keempatnya,

“Mas Rama happy birthday,”

“Kuenya enak banget loh mas, happy birthday ya mas,”

ucap Basudeo dan Aydan bergantian, lalu disusul dengan kedua saudara laki-laki mereka yang berparas hampir sama dengan keduanya,

“Happy birthday mas,” ucap keduanya bersamaan yang langsung mengundang tawa dari semuanya,

Acara dilanjut dengan lantunan gitar yang dipetik dari public figure favorit mereka semua, Basudeo Haris, yang diikuti nyanyian indah bersamaan dengan mereka semua, tiga lagu mereka lantunkan setelahnya makan malampun berakhir,

“Nonton apa nih?” ucap Aidan kepada para saudaranya itu,

“Day,”

“Dayana mau nonton apa?”

“Danty nonton marvel aja yayayaya?”

“Ya Danty ya? Please please,”

Dayana segera tersenyum dan menganggukkan kepalanya, “Iya yaudah marvel aja mas Ayi,”

“Oke marvel,”

“Dari yang pertama ya?” usulan Basudeo langsung disetujui oleh semua saudaranya yang telah berada diposisi mereka masing-masing dengan beberapa cemilan yang telah mereka ambil dan saling merelung kedalam selimut yang tersedia,

Aydan yang berada disamping Dayana, adik perempuan tersayangnya langsung merengkuh tubuh perempuan itu, “Udah hangat belum?” ucapannya langsung dibalas anggukan dan senyuman dari perempuan dibawah rengkuhannya,

Hangat. Itulah yang dirasakan seluruh anggota keluarga Kentara malam ini, merayakan hari besar dari mas tertua mereka yang telah berjasa dihidup mereka, sekali menghangatkan satu sama lain dengan berkumpul dan bercanda gurau bersama.


Ramadella memperhatikan kedua kue yang berwarna gelap dengan lilin berangka 4 dan 0 diatasnya, Ramadella tersenyum seraya mengusap penuh sayang lengan bagian atas wanita cantik direngkuhannya, hidupnya kini sempurna, sangat sempurna, dihadiahi wanita cantik disampingnya, beserta dengan anak laki-laki hebat yang sedang meminum jus disamping anak laki-laki lainnya yang terpaut usia hanya satu tahun seraya fokus melihat kedepan yang menampilkan film superhero favorit mereka semua disini,

“Terimakasih, terimakasih banyak semesta,” ucap Ramadella didalam hatinya seraya tersenyum dan mencium puncak kepala disampingnya

Happy Birthday our hero, Ramadella Ananta Kentara.

kisah anak tengah; keadaan.

Langit didepan keempat laki-laki yang tengah duduk menatap kearahnya itu mulai berganti warna menjadi jingga kemerahan, kini saatnya matahari perlahan-lahan menghilang dibawah garis cakrawala dibagian sebelah barat bumi yang mereka pijaki, keempat laki-laki itu terpanah akan pemandangan yang berada didepan mereka,

Setelah perlahan matahari menghilang, suara dengusan panjang terdengar diantara keempatnya, “Lo semua udah yakin sama pilihan lo?”

“Pilihan?” “Pilihan apaan?”

“Pilihan jurusan univ,”

Ketiga laki-laki lain disampingnya itupun beroh ria, menanggapi ucapan dari saudara laki-laki mereka, yang memiliki kedua bentuk mata bak bulan sabit, ketika ia tersenyum itu,

“Gue jujur ya...” “Jujur,” “Masih bingung,” ucap laki-laki lain berhoodie mint, yang duduk tepat disamping laki-laki pemilik mata bulan sabit, yang garis wajahnya hampir sama dengannya itu

“Kalau gue sih udah yakin,”

“Lo sejak kapan sih Fand mau jadi dokter gitu,” tanya laki-laki pemilik mata bulan sabit itu kepada saudara laki-lakinya yang masih lengkap memakai atribut wajib sekolah mereka, Affandra Haris.

Affandra tersenyum singkat, sebelum akhirnya menghembuskan napasnya perlahan, “Waktu SD, waktu gue ada pr suruh nyeritain cita-cita gue, dan yang ada dipikiran gue saat itu cuman dokter,”

“Gak berubah sama sekali?” ucapan dari seseorang berhoodie mint, langsung dibalas gelengan kepala oleh Affandra, “Kenapa?” ucap laki-laki berhoodie mint itu lagi, Aydan Samudera, semakin penasaran kala saudara laki-lakinya itu terdiam, lalu menghembuskan napasnya lagi, “Kenapa anjir fand?”

“Sabar gila,” helaan napas keluar dari mulut sang empunya, “Karena udah janji sama yang diatas,” ucapnya melihat kearah langit yang telah menggelap itu,

“Hah?” “Tuhan?” ucap laki-laki bermata bak bulan sabit dengan wajah bingungnya, Edhan Samudera.

“Tolol,” suara itu bukan dari ketiga orang yang sedari tadi berdialog, bukan, tapi dari satu orang yang sedari tadi memilih diam menikmati langit yang berganti warna, “Bukan tuhan, Edhan Samudera,”

“Lah?” “Terus apaan”

“Nyokap.” singkat, tetapi bermakna, membuat kedua orang yang sedari tadi mewawancarainya terdiam, “Gue udah kepalang janji sama nyokap, kalau gue mau jadi dokter, gue gak mau dia disurga ngeliat gue tiba-tiba ganti jadi hal lain,”

Edhan menghela napasnya, ia sama sekali tidak bermaksud membawa kenangan saudaranya itu, “Kalau lo yo, sejak kapan lu jadi pengen jurusan musik? Bukannya waktu itu lo mau IKOM?”

“Hmm, sejak gue nemuin foto bokap sama bandnya waktu kuliah kali ya, kaya seakan-akan bokap tuh nyalurin darah musiknya ke gue, terus pas gue nanya mas Kayvan dia bilang bokap dulu pernah cerita kalo dia mau banget aktif dibidang musik, tapi gak bisa, karena gak dibolehin sama eyang,” Basudeo, mengakhiri ucapannya itu dengan sedikit terkekeh, “Akhirnya ya sekarang, gue ngotot banget mau masuk musik, dan jadinya juga gue makin cinta dan asik banget rasanya ngejalaninnya,”

Kedua saudara mereka yang lainnya hanya menatap satu sama lain, pasalnya keduanya benar-benar bingung akan pilihannya kedepannya bagaimana,

“Selain mikirin kita, ada 3 orang lain juga ya yang kita pikirin”

ucapan Basudeo langsung menghamburkan seluruh lamunan dari keduanya itu, mereka langsung menatap kearah saudara laki-lakinya itu,

Basudeo tersenyum seraya menatap langit diatasnya, “Dulu, gue cuman perlu nyontoh para mas gue doang, cuman perlu niruin apa yang para mas gue kasih, dan apa yang gue mau ya ada gitu,”

“Tapi sekarang lo mesti mikirin tindakan lo tepat gak buat diliat sama mereka, tindakan lo kira-kira bakal mereka contohin apa gak,” “Dan itu semua kita mesti pelajarin secara tiba-tiba,”

Edhan terseyum singkat, “Tanpa ada aba-aba, kita berempat harus mempelajari apa yang selama ini dijalanin sama para mas kita,” Edhan menjetikkan jarinya, “Dalam waktu singkat,”

“Tapi bisa kan?” “Bukti nyatanya, sampai saat ini itu anak dua gak aneh-aneh,”

Edhan, Basudeo, dan juga Affandra mengangguk singkat seraya tersenyum, kepada Aydan yang mengucapkan kalimat tadi,

“Tapi kadang lo suka kangen gak sih, maksudnya disaat semua perhatian tertuju sama lo, lo cuman tinggal nyontohin kelakuan mas lo tanpa harus mikir apa kelakuan bodoh yang gue lakuin hari ini yang bisa aja diliat orang lain, gitu loh, paham gak sih?” Affandra mengucapkannya dengan sedikit bernada kesal disana,

“Iye paham paham, gausah ngegas,”

“Tapi ya mau sekangen apapun juga ya, Fand.” “Kita gak bisa muter waktu dimasa itu,”

Semuanya menganggukkan kepala mereka perlahan, keempatnya larut akan kenangan mereka masing-masing dengan gambaran keluarga mereka yang masih lengkap, tidak kurang satupun,

“Tapi gue bahagia sama apa yang gue punya sekarang, dulu waktu gue masih jadi orang mencontoh, gak ada tuh pride apa-apa, tapi sekarang anjir, jujur kaya ngeliat Alesh dan Anesh yang bersikal gentle dan lembut sama Dayana, atau sikap mereka berdua yang sopan banget sama para bi dan pak dirumah tuh kaya bikin gue bangga banget gituloh,” ucap Basudeo menggebu, dengan senyuman lebar yang ia cetak diwajahnya,

ucapan Basudeo dibenarkan oleh ketiga saudara laki-lakinya yang lain, setidaknya saat ini mereka bahagia dan mempunyai kebanggaan atas diri mereka,

Aydan tersenyum, yang langsung dibalas tawa oleh ketiga saudara laki-lakinya itu,

mungkin sedari awal mereka dipaksa oleh keadaan, tetapi lama kelamaan karena keadaan pula, mereka terbiasa akan semuanya.

kisah anak tengah; takdir.

Hujan yang sedari sore membasahi kota tempat mereka tinggal kini telah berakhir, saat ini memang waktu tengah menunjukkan hampir pukul tujuh malam tepatnya, sehingga hiruk pikuk belahan kota Jakarta yang mereka tempati semakin terasa hingar bingarnya dan tentu juga terlihat semakin padat didaerah jalanannya, karena mengingat bertepatan juga dengan waktu jam pulang mayoritas kantor disana,

“Udah kelar?” ucap seorang laki-laki berhoodie hitam kepada kedua laki-laki lainnya yang berada didalam mobil yang sama dengannya,

“Bentar, dikit lagi,” balas laki-laki yang tepat disampingnya, dibelakang roda kemudi mobil itu, seraya menyuap satu sendok penuh nasi sisanya untuk yang terakhir kalinya,

Sedangkan seseorang lainnya yang berada dibangku penumpang belakang, telah memberikan piring kosongnya kepada laki-laki berhoodie hitam didepannya, dan telah bersiap menyalakan rokok yang telah dihimpit oleh kedua jarinya itu, menyalakan korek berwarna putih yang ia telah siapkan, lalu segera membakar gulungan tembakau yang telah ada dihimpitan jarinya itu.

“Ay, bagi kek, rokok gue abis, lupa beli tadi,” laki-laki dengan kulit sedikit lebih terang dari sang empu yang tadi ia tegur mengalihkan pandangannya kearah saudara laki-lakinya yang berada dikursi penumpang dibelakangnya itu, Aidan Zavier, berdecak sebal seraya memberikan bungkus rokok berwarna putihnya kearah depannya,

“Beli kek, alesannya lupa beli mulu,”

“Yaelah, pelit banget, orang cuman sebatang,” “Entar gue balikin,”

“Sebatang-sebatang kalo tiap hari selama seminggu, ya miskin gue,”

“Ya kalau gak mau miskin, gak usah ngerokok,” laki-laki berhoodie hitam yang baru saja masuk kedalam mobil itu, setelah memberikan piring kotor bekas mereka makan, langsung bergabung kedalam lingkaran obrolan keduanya, yang membuat keduanya juga langsung terdiam, “Cih, langsung pada diem kan lo,”

“Ya gimana, mau nyalahin juga, ada benernya,” Aidan menghirup dengan dalam gulungan tembakau yang ada ditangannya itu, “Gila dah, macet banget,” ujarnya seraya menatap jalanan besar yang ada disampingnya yang terhalang beberapa pohon yang sengaja dibuat oleh pemerintah sekitar untuk membatasi wilayah pelataran pertokoan yang sedang mereka tempati, dengan jalanan besar didepannya,

Arvel Julian, dan juga Domicia Julian, kedua laki-laki yang berada didalam mobil yang sama juga ikut mengalihkan pandangannya kearah yang saudara laki-lakinya maksud itu, “2-3 tahun lagi kita bakalan ada disitu, jam segini, sambil ngeluh atau ngumpat jalanan macet,” ucap Arvel kepada kedua saudaranya, seraya mengepulkan asap yang diakibatkan oleh gulungan tembakau yang ada ditangannya,

“2 tahun lagi ya, lulus, terus kerja,”

Aidan yang mendengarkan ucapan Domicia itu langsung menggelengkan kepalanya, “Cepet banget ya, padahal baru aja kemaren gue berantem sama si mas Kegan gara-gara rebutan sepeda,”

Domiciapun tersenyum miring, kala memori diotaknya juga ikut berputar, “Gue juga, kayanya baru kemarin gue ngadu sama mas Daven kalau ini anak satu ngambil leggo gue,” ucapnya seraya memukul pelan bahu laki-laki yang memiliki raut wajah hampir sama dengannya,

Arvel julian, tersenyum pula, “Tapi sekarang lu pada udah punya adek banyak ada 8,”

“Malu kalo apa-apa masih ngadu,”

“Malu juga kalo apa-apa rebutan,” “Kadang lo mikir gak sih, kita bisa gak ya jadi kaya para mas itu?”

ucapan Aidan berhasil membuat kedua saudaranya terdiam dengan pikirannya masing-masing,

“Kalau lo nanya gue, udah pasti jawaban gue gak bisa,” suara bariton sedikit serak itu membalas ucapan saudaranya, “Dan gak akan bisa sehebat mereka sih, ya gila aja, pendidikan oke, karir jalan mulus, menanjak, gue jadi mereka? Udah mati duluan kali,” ucapnya setelah meneguk air mineral disampingnya, dan mematikan rokok yang telah habis ia hisap,

“Kalau kata gue, gak ada yang bisa gantiin mereka, dan gak ada yang bisa sehebat mereka juga. Peran kita tuh cuman perlu bertahan, dan nerusin apa yang mereka udah tanemin ke adek-adek kita, syukur-syukur bisa nambahin yang baik dah. Inget kata mas Rama kan, tugas kita menggantikan dan membantu peran para mas saat mereka kewalahan,”

ketika kedua saudaranya telah mengeluarkan pendapatnya, satu orang yang berada tepat dibelakang mereka hanya menghisap gulungan tembakau dihimpitan jarinya, lalu membuang kebulan asap yang dihasilkan secara perlahan, mengingat dengan baik semua kalimat yang diberikan oleh para mas tertuanya, dipejamkannya matanya itu dengan perlahan, mendengar dengan samar satu rangkaian kalimat yang selama ini ia pegang dengan amat sangat baik,

Selain jaga para adik kita yang paling kecil, kita juga punya tanggung jawab buat ngejaga keselamatan seluruh anggota keluarga ini, nerusin apa yang udah dilakuin papih buat keluarga ini, buat dia diatas sana bangga karena didikannya jadiin kita perisai penggantinya dia,”

“Udah mau jam setengah 9, balik udah,” ucapan Domicia menghamburkan lamunan seorang Aidan Zavier, “Gue telfon mas Kegan dulu,”

“Gausah tadi gue udah ngabarin dia kok kita dimana,”

Dan ketiganyapun membelah kota Jakarta yang semakin ramai, dengan pikiran mereka yang belum selesai juga akibat pembicaraan yang Arvel Julian awali,

tanpa mereka sadari, mereka telah menjadi apa yang banyak orang harapkan, menjadi ditengah, membuat mereka sedikit demi sedikit menjadi sosok pribadi yang kuat, seperti para mas mereka yang mereka banggakan itu.

fourth chapt.


Reyga Atha Ardalan, pria keturunan bandung dan kanada yang tahun ini berusia genap 27 tahun, menyesap lagi cairan merah yang ada digelas transparant yang ia genggam dan putar secara perlahan ditangan sebelah kirinya, sedangkan tangan sebelah kanannya, masih setia menggenggam telepon genggamnya yang masih menampilkan kolom chatnya dengan salah satu orang kepercayaannya itu, kata demi kata yang terlampir didalam chat tersebut satu persatu kian menghipnotisnya seakan memberikan sebuah dorongan pada dirinya yang lain didalam dirinya,

Reyga menyesap lagi minuman yang ntah sudah berapa kali ia tuangkan kedalam gelas itu, “Day, Day, hampir 10 tahun gue terus-terusan selalu berakhir di lo lagi dan lo lagi, tapi kenapa buat nyatain semuanya aja berat anjir,” dibantingnya telepon genggamnya itu kearah sofa disebelahnya,

Reyga lagi dan lagi juga mengutuk dirinya sendiri karena merasa sangat menjadi pengecut untuk perihal kisah asmara seperti ini,

Terlahir didalam sebuah keluarga yang bisa dibilang tidak bagus dan harmonis, membuatnya lagi-lagi mempertanyakan sebenarnya dirinya ini memang cinta terhadap wanita yang saat ini berlarian didalam pikirannya, atau terobsesi dengan wanita itu,

Pikirannya melayang lagi kedalam dirinya sendiri, banyak ketakutan yang selama ini ia pendam, bukan, bukan hanya hal hal yang tadi disebutkan oleh orang kepercayaannya tentang dirinya dan para saudara dari wanita yang saat ini menjadi pusat dari pikirannya, melainkan ia takut pada dirinya sendiri, terlahir dengan kedua orang tua yang menurutnya sangat tempramental membuatnya terus berpikir akan seperti apa dirinya nanti ketika sudah dihadapkan dengan seseorang yang berada didalam satu hubungan yang sama, yang akan ia jalani nanti, ia takut dirinya akan berteriak dengan jelas didepan wanitanya, ia takut jika dirinya menunjukkan sisi terburuknya didepan wanitanya atau bahkan sampai ia takut menyakiti wanitanya seperti yang pernah orang yang biasa mereka sebut ayah kepada ibunya itu, ia takut. Takut akan hal terburuk yang akan terjadi.

“PERSETAN!!”

prangg!

Reyga mengucapkannya dengan lantang seraya melempar gelas yang ia genggam tadi, “Monster kaya gini yang lo mau tunjukkin ke dia, Rey, orang gila.” ucap Reyga bermonolog pada dirinya sendiri yang berada dipantulan jendela besar disampingnya itu.

Interviewed by the one and only, Alsava Dayana Kentara.

“DAYANA!! INI KAMU MAU BUAT APA DI RUANG THEATER KATA BI DARMI?” teriakan Basudeo terdengar dari arah lantai atas ruang keluarga Kentara,

Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, dan seluruh anggota keluarga yang saat ini sudah berada dirumah mereka setelah menyelesaikan kegiatan mereka diluar rumah, kini tengah bersantai dengan cara mereka masing-masing setelah menyelesaikan makan malam mereka bersama,

“MAU INTERVIEW ALA-ALA MAS, BILANG BI DARMI JANGAN DIBERESIN DULU,”

“INTERVIEW SIAPA?”

“KEPO!” ucap Dayana membalas teriakan Aidan yang memang saat ini tengah berada disamping Basudeo, bersama dengan Domicia, Arvel dan juga Kegan,

“MAS KEGAN MAU IKUT DONG!!”

“MAS ARVEL JUGA!!”

Dayana mengehela napasnya, sebenarnya ia telah lelah mengeluarkan tenaganya untuk berbicara secara berteriak seperti sekarang, “GAK MAU! ITU BUAT MAS DAVEN, MAS KAYVAN SAMA MAS RAMA DOANG,”

“PELIT!!”

ucapan terakhir dari Kegan benar-benar membuat Dayana menghela napasnya lagi dengan berat,

“Tapi udah malem loh dek,” ucap Jovanka Alya, istri tercinta dari seorang Ramadella, yang biasa disapa Jeje dengan keluarga dan teman terdekatnya,

“Gapapa mba Jeje, mumpung aku masih excited,” kekehan kecil Dayana keluarkan diakhir jawaban yang ia berikan kepada Jovanka,

“Tapi ntar mas mas aja kan? Mba Arin sama mba Jeje gausah?” ucapan Arinda, istri dari Davendra Argha langsung dibalas anggukan oleh Dayana,

“Iya gausah, soalnya aku kepo sama mereka doang, kan kalo mba udah pernah pada cerita,”

“Ini tuh yang lo omongin kemarin?”

“Omongin yang mana dah, Lesh?”

“Dih pikun lo Nesh, yang 2 hari lalu apa ya,”

“Astaga, lo sekepo itu Day?” ucapan Avanesh dibalas anggukan langsung dengan senyum lebar terhias diwajah cantik Dayana,

“Dasar anak kecil,” ucap Jovanka seraya mengusap puncak surai kecoklatan dari Dayana itu,


“Ini ngapain sih dek?” ucap Ramadella kala dirinya telah terseret kedalam theater yang biasa mereka pakai untuk menonton film bersama atau untuk mengadakan rapat keluarga itu,

“Adek, mas Kayvan ganti baju dulu ya? Boleh gak?”

“Udah ih pake itu aja dulu,” Dayana menjawabnya seraya mempersilahkan duduk kedua mas tertuanya itu,

Tiba-tiba pintu ruangan theater itu terbuka kembali, menampakkan seorang laki-laki berkulit porcelain yang sangat kontras dengan pakaiannya yang berwarna oranye itu, “Ini ngapain sih dek?” ucapnya kala telah masuk kedalam ruangan theater itu dan melihat kedua saudaranya yang lain tengah duduk didepan Dayana dan beberapa saudaranya sudah duduk dibangku teratas theater itu, sudah siap menonton ketiganya,

“Sesi interview hehehe,” ucap Dayana seraya terkekeh, “Mereka pada kepo sama mas,”

Ketiga mas tertua dari Kentara bersaudara itupun hanya bisa mengangguk dan menurut dengan pasrah dengan keinginan adik perempuan mereka satu-satunya itu,

“Oke kita mulai yaa! Ready?”

READY!” ucap ketiga laki-laki didepan Dayana dengan suara bariton khas mereka,

“Oke perkenalan dulu dong, liat ke kamera,”

“Halo, saya Ramadella Ananta Kentara. Cucu tertua dari Keluarga Kentara,”

“Halo, saya Davendra Argha Kentara.”

“Halo, saya Kayvan Tian Kentara. Suami dari Alana Berlyn,” selesai mengucapkan itu Kayvan langsung mendapatkan lemparan sisir dari seseorang yang tadi namanya ia sebut, sang istri, Alana Berlyn Kentara.

“Pertanyaan pertama, gimana bisa kenal sama mba Jeje, mba Arinda dan kak Alana? Dan gimana sampe ngejalin hubungan?”

“Lo dulu lah mas, urutan aja lah dari yang tertua, elo, Daven baru gue,” ucap Kayvan yang langsung disetujui oleh kedua saudaranya yang lain,

“Hm oke, pertama kenal Jeje tuh pas Jeje jadi brand ambassador elleanor collection kalau gak salah, kebetulan kan si Elle ini temen mas sedari kuliah diNYC dulu, jadi ya pas ada fashion show tunggalnya itu mas dateng, terus dikenalin sama Jeje, dan yaudah dari situ mas nyari tau tentang Jeje, tapi masih lewat PA mas sih, waktu masih si Danang dan kebetulan pacarnya Danang ini sahabat SMAnya Jeje, yaudahlah akhirnya ketemu, terus Jeje ternyata juga kenal sama Baskara sama Arcel, yaudah dari situ kenal, kalau gak salah itu 2018 ya, yang?” ucapan Ramadella dibalas anggukan oleh sang empu yang ditanya,

“Yaudah dari situ sahabatan, saling ngumpul karena si Jeje ini kan tipenya temenan sama siapa aja, eh ternyata Jeje temennya si Byant pas SMA, yaudah lah kaya oh ternyata ini cewek gak stranger banget gitu, akhirnya pas 2020 awal decided untuk ngedeketin, dan pas 2021 nyatain kalau ya mas mau ada hubungan sama Jeje, tapi bukan dalam bentuk hubungan pacaran gitu loh tapi kaya yang lebih serius, karna ya udah diumur segitukan waktu itu dan Jejepun langsung setuju aja gitu, yaudah dari situ dalam status hts kita ngejalanin aja, jadi emang gak pernah pacaran,”

setelah Ramadella menyelesaikan ceritanya, kini semua mata tertuju kearah pria berpakaian terang ditengah-tengah itu, “Kalo gue sih awalnya dari sama-sama event, terus dikenalin sama designernya buat emang dalam satu project bareng, dan kebetulan itu emang project besar pertama gue, Arin yang emang udah biasa photoshoot dan lain sebagainya itu ya ngecomfort gue sampe akhirnya gue pede dan nyaman lah, terus dari situ kita temenan, itu kalau gak salah 2011 apa 2012 gitu, terus pas 2015 gue pacaran sama mantan gue, kita juga lost contact waktu itu pas 2015 itu, eh pas 2018 kena satu project lagi, dan dari situ mulai deket banget tapi hanya sebatas ya sahabatan seprofesi, sampai akhirnya 2019 akhir gue putus sama mba mantan dan akhirnya pas 2020 ketika gue ketemu lagi sama Arin, kok kaya gue merasa gue jadi intrest nih sama ini orang dan langsung kepikiran buat jadiin dia tuh the one gue lah gitu,” Davendra menghela napasnya sebentar,

“Dan akhirnya dari 2020 itu sampe pas 2023 ya? Pas si Kayvan nikah, gue tambah yakin banget sama Arin, akhirnya malemnya setelah nikahan Kayvan, gue ngajak Arin dinner, dan disitu gue bilang kalau gue mau serius sama dia, tanpa babibu pdkt segala macemnya, dan untungnya ini orang nerima, karena ternyata dari awal project 2018 itu dia udah suka sama gue,” setelah mendengar penuturan panjang dari Davendra, semua matapun langsung tertuju pada satu wanita yang tengah tersipu malu ditempat duduknya,

Setelah mendengarkan kedua saudaranya Kayvan tertawa pasalnya ia juga baru pertama kali mendengar cerita ini, “Pada ketemunya pas udah sukses kan? Gue dong, ketemunya dari SMA hahaha, dari SMA emang udah ngincer Alana, waktu itu biasalah kaya cerita novel, Alana ini anak osis yang baik, patuh dan sebagainyalah, sedangkan gue ya lo pada tau lah, didikannya pak Mario hahaha rebel bandel lakik kaya pak Mario pas SMA kan hahaha, love you pih,” ucap Kayvan seraya menengadahkan kepalanya keatas langit saat mengucapkan kalimat terakhirnya,

“Ya gitu karna gue merasa gue gak pantes sama Alana, yaudah lah sampe lulus terus nerusin kuliah, eh ternyata pas S1 ketemu, yaudah karena gue merasa gue udah keren dan gue merasa gue udah pantes akhirnya pas S1 itu tanpa babibu, langsung deketin Ala, pas kejadian mamih sama papih pergi, gue jadi mikir kaya waktu kita didunia tuh gak ada yang tau gitu, akhirnya setelah gue memantapkan diri gue, nyembuhin semua luka gue akibat peristiwa kecelakaan itu yang dimana si Alana juga selalu ada pada saat itu, akhirnya sebelum lulus kuliah gue nembak dia, dan akhirnya kita official pacaran, sampai akhirnya ngebangun karir masing-masing tanpa ada yang tau hubungan kita bahkan kalian semua juga gak tau,”

Semua dari para adiknya yang ada didalam theater itupun menatap ketiga pasangan itu dengan takjub, pasalnya mereka memang tidak tau sama sekali perjalan cinta para ketiga masnya itu, karena para masnya memang tidak pandai dalam mengutarakan perasaan mereka,

“Oke, selanjutnya, gimana akhirnya kalian decided buat nikah?”

Ramadella tersenyum sebentar lalu mengalihkan pandangannya keperempuan yang saat ini tengah memakai gaun tidur berwarna putihnya dengan surai hitam yang ia gulung dengan asal, “Dari awal, sebelum mulai htsan itu kan mas udah cerita dari awal mas kaya udah ada perasaan yakin kalo mba Jeje tuh bakalan jadi orang yang nemenin mas sampai mas gak ada didunia ini,” ucapan itu bagaikan sihir yang membuat semua pasang mata menatap kagum kearah kedua pasangan yang saling beradu tatap itu,

Basudeo dengan isengnya terbatuk ditengah keheningan didalam ruangan itu, seakan menginstrupsi sihir dari dua sejoli yang akhirnya mengakhiri itu dengan tawa mereka, “Oke kalau mas Daven gimana?”

“Kalau gue, dari pertama gue interest tuh emang udah yakin gitu, sama kaya mas Rama, cuman bedanya gue orangnya ngemantau dulu nih, ini orang beneran oke atau gimana, nah yaudah dari 2019 sampe 2023, gue mikir gue udah siap juga buat lanjut kejenjang serius kaya Kayvan, yaudah akhirnya pas dinner itu gue bukan ngajak pacaran tapi ngajak nikah, tapi karena waktu itu terhalang kontrak kerja dari agensinya Arinda, dan terhalang undian nikah ya, karena saya mendapat nikah paling terakhir waktu itu, akhirnya 2 tahun gue pake buat kenal Arinda dan keluarganya lebih jauh,”

“Udah lah dek gue mah gausah ditanya ya, dari SMA gue emang udah bucin banget sama itu cewe ya yaudah, pasti gue nikahin lah, ya kali gitukan, jadi yaudah,”

Dayanapun mengagukkan kepalanya itu menerima semua jawaban yang sangat tidak ia bayangkan dari ketiga masnya itu,

“The last question, apa rasanya jadi suami dari seorang wanita seperti mereka yang punya karir cemerlang dan bisa dibilang vibesnya girl boss slash independent woman lah gitu,”

Beyond grateful.” ucapan singkat dari Ramadella yang langsung menjawab pertanyaan yang diutarakan Dayana langsung disetujui oleh kedua orang lainnya,

“Gak ada kata yang bisa ngedeskripsiin sih kayanya gimana rasanya, karena ya pasti semua campur aduk, dan yang bisa ngerasain tuh cuman diri kita sendiri, tapi kita gak bisa ngedeskripsiinnya gitu,” Davendra mengucapkan itu dengan binar dan senyum yang tercetak jelas diwajahnya,

“Yang ada diotak mas ketika mas bisa bikin ka Ala jadi istri mas dan bertahan sama mas sampai sekarang tuh cuman satu, gila kayanya gue dimasa lalu abis nyelamatin satu negara dari kematian sampe bisa seberuntung ini,” ucapan terkahir dari Kayvan langsung dibalas dengan tawa oleh beberapa saudaranya karena pasalnya melihat ekspresi dari Kayvan pula yang mendukung kalimat-kalimat itu menjadi satu hiburan bagi mereka,

Gak perlu terburu-buru, gak perlu juga merasa perlu untuk bersaing dengan yang lain, kita hanya perlu meyakinkan diri kita bahwa kita pantas untuk dicintai, kita hanya perlu meyakinkan diri kita bahwa kita siap menjalin satu hubungan dengan orang lain dan saling membahagiakan satu sama lain. Kisah asmara itu bukan sebuah kompetisi yang harus dimenangi, tapi melainkan sebuah jalan setapak yang harus kita nikmati satu demi satu langkahnya, sampai akhirnya kita tersadar bahwa jalan setapak yang selama ini kita lalui itu menjadi jalan yang selama ini menemani kita dan membuat kita menjadi bahagia sampai akhirnya, menuju kebahagiaan yang abadi, sampai akhirnya jalan setapak itu perlahan menjadi satu-satunya jalan yang mengarahkan kita ketempat yang dinamakan rumah, bukan dalam bentuk bangunan yang kokoh, namun melainkan dalam bentuk raga yang bernapas.


insp by, anon cc dari qna yang (sempat) mau dibuat hehe.

third chapter.


Dayana mengalihkan pandangannya kearah ketiga masnya itu, Kayvan, Basudeo dan juga Aidan yang berada didalam ruangan sama dengan dirinya,

Kayvan menghela napasnya ketika melihat ketiga adiknya didepannya itu, “Dayana kenapa gak mau ngehubungin mas Byant atau mas Kegan? Atau mas Cia deh yang lagi off hari ini,”

“Takut mas ngomel,” ucapan Dayana membuat kedua dari masnya itu langsung menahan tawanya, pasalnya memang Dayana adalah satu-satu dari mereka yang paling bisa untuk langsung to the point,

Kayvan menggelengkan kepalanya, “Kalau emang gak mau minta tolong sama mas, Pacar mu mana?”

“Belum pacar mas,” ucapan Basudeo langsung dibalas tatapan tajam oleh Kayvan, membuat Basudeo kembali tertunduk,

“Belum selesai?” Alana menginstrupsi suaminya dan ketiga adiknya itu, “Udah jam segini, Dayananya kan belum makan,”

“Cowok mu kemana tadi?” ucapan Alana diabaikan oleh Kayvan yang masih fokus kepada perempuan bersuarai kecoklatan dengan piyama satinnya itu,

Dayana sangat mengerti maksud dari masnya itu ditujukan kepada siapa, “Meeting dikempinski,”

Kayvanpun langsung berdecak jengkel mendengar alasan Dayana, “Gak guna banget sih jadi laki,” Kayvan mengucapkan itu seraya berlalu meninggalkan ruangan yang masih bersitegang didalamnya.