Aidan dan masalahnya.


Bagi seorang Aidan Zavier Kentara, malam ini adalah saat yang sangat menegangkan baginya, bagaimana tidak, dihadapkan oleh ketiga kakak laki-laki tertuanya seorang diri diruang yang cukup sempit dan juga jangan lupakan tentang suhu ruangan yang kini dapat membuat bulu disekitar tangannya meremang.

Aidan membasahi sekali lagi tenggorokannya yang sebenarnya dari tadi sudah ia basahi, hal itu juga ia manfaatkan untuk menghilangkan semua kekhawatiran dan kegugupannya sedari tadi.

“Jadi, kenapa Ay?” pertanyaan pertama dari seorang Davendra Argha, kakak laki-laki kedua tertuanya, pertanyaan pertama dan juga suara pertama yang keluar setelah hening beberapa saat.

“Jadi gini mas, hm…. setelah gue berpikir, dan setelah gue bicarain semua ini sama mas Byant, dan juga tentunya Arvel dan Cia, akhirnya gue mutusin buat gak lanjut untuk S2 yang udah gue ambil satu semester kemarin, dan juga…” Aidan memberhentikan suaranya, membasahi tenggorokannya lagi yang tiba-tiba terasa kering, peluh dari dahinya dapat menjadi pertanda bahwa laki-laki dengan kaos berwarna biru dongker dan celana pendek berwarna khaki ini sedang gugup -teramat sangat, dengan menghela napasnya kembali-guna mengembalikkan keberaniannya, menatap netra kecoklatan milik seseorang didepannya dengan pakaian formal serba hitamnya saat ini, “dan juga berhenti dari Blackcube.” Final. ucapan terakhir dari seorang Aidan Zavier berhasil menghadiahkan dirinya tatapan tajam dari kedua kakak laki-laki tertuanya yang masih mengenakan pakaian formal dan tatapan terkejut dari kakak laki-laki tertuanya yang memiliki kulit bak porcelain itu.

Laki-laki bernetra coklat yang baru saja Aidan tatap langsung bangun dari duduknya, masih dengan netra menyalang menatap kearah Aidan, dan langsung berdecak, “Dari dulu, keburukan kamu masih sama ya Ay, masih gak bisa megang keputusan yang udah diambil, masih gak bisa tanggung jawab sama apa yang udah diambil, dan sekarang? dengan pengecutnya kamu minta mundur dari Blackcube?” Kayvan mengucapkannya dengan nada yang sengaja ia buat remeh, dengan tatapannya yang juga masih sama tajamnya sedari tadi, dengan rahangnya yang kian mengeras, dan dengan deru jantung yang masih menggebu didalam dirinya, kini berjalan beberapa langkah dengan sedikit cepat, meraih kencang leher kaos berwarna biru dongker dihadapannya dengan kencang, “Kamu tau kan Blackcube itu artinya apa untuk keluarga kita Aidan Zavier? kamu tau kan seharusnya siapa yang meneruskannya? dan kamu tau kan harapan terakhir dari seorang laki-laki tua yang kamu panggil Ayah itu? Kamu sangat amat tau kan?” ucap Kayvan dengan penuh penekanan disetiap kalimatnya, dengan mata tajamnya ia masih menatap netra adiknya itu.

“Tapi saya tidak pernah merasa jika Blackcube adalah tanggung jawab saya.”

Skakmat. Kayvan melepaskan genggamannya dari kaos biru dongker itu, mengalihkan pandangannya dan sedikit tertawa mengejek.

BUGG!!

Bunyi pukulan keras menggema didalam ruangan, berhasil membuat badan seorang Aidan Zavier terhuyung sedikit kebelakang, tak mau mengulur waktu terlalu lama seorang Kayvan mengcengkram lagi kaos yang tadi ia lepas, “NGOMONG SEKALI LAGI SEKARANG?!”

BLACKCUBE ISN’T MY FUCKING RESPONBILITY!”

BUGG!!

ENOUGH KAYVAN!” suara meninggi dari Ramadella menghentikan pukulan ketiga yang akan Kayvan hempaskan pada rahang yang kini mulai membiru, “Kita bisa bicarain ini baik baik.” Ramadella mengucapkannya seraya menatap tajam kearah netra seorang Kayvan Tian Kentara dengan meyakinkannya.

Davendra yang memang sudah mengetahui semua itu, dan memang berniat hanya menjadi pengamat disituasi inipun menggelengkan kepalanya pelan, ia sangat tau saudaranya itu akan seemosi ini, seorang Kayvan tersulut emosinya bukan karena S2 seorang Aidan yang akan terhenti, tapi emosinya tersulut karena Aidan enggan berkontribusi kepada Blackcube — perusahaan yang memang sengaja didirikan oleh Ayahanda tercinta mereka, untuk ditinggalkan kepada ketiga anak tertuanya — Kayvan, Kegan dan Aidan. “Apa alasannya Ay?”

Kayvan yang kini telah duduk ditempatnya tadi berdecak meremehkan, dengan masih menatap tajam seorang Aidan, “Simple, Kalau S2-”

The Blackcube one, idiot,” ucap Kayvan dengan nada sinis dan tatapan lekat yang masih tajam kearah adiknya yang sedang duduk dengan semakin gelisah itu.

“Aidan mau buat perusahaan sendiri, untuk diri Aidan,”

“LO KIRA BUAT PERUSAHAAN ITU MUDAH?! LO KIRA SEMUA ITU NYUSUNNYA CUMAN KAYA NGEBALIKKIN TELAPAK TANGAN DOANG?!” Kayvan menatap nyalang netra hitam pekat milik adiknya dihadapannya, dengan telunjuk yang tepat menunjuk kearah wajah dari adiknya itu

“Kayvan Tian..” suara rendah dari seorang Ramadella menahan emosi yang ingin meluap dari seorang Kayvan Tian Kentara,

“Aidan,” suara tegas dari seorang Davendra Argha yang sedari tadi diam langsung mengalihkan pandangan dari Aidan, “Kamu tau kan untuk bikin semua itu gimana? kamu tau kan perjuangan saya gimana buat ngebangun agensi semua itu,”

“Apa Ruang Antara gak bisa ngebuktiin itu?” Aidan mengucapkannya dengan penuh penekanan walau dengan tatapan memelas nan memohonnya, Aidan tau bahwa ketiga kakak tertuanya ini sangat meragukan gagasan yang ia buat,

“70% dari Ruang Antara itu dari siapa, tuan Aidan?” Kayvan membalasnya dengan senyuman miring yang meremehkan, “Dari kami bukan? lalu 30%nya kamu mengerjakan semuanya itu secara bertiga kan? bukan sendiri? kamu bilang mau ngebuktiin itu? are you losing your mind atau kamu emang sudah gak punya otak?”

Aidan terdiam. Kini perasaannya seperti dihujani batu berat dari atas ketinggian tepat diatas dadanya, ia sudah tidak bisa berbicara apa apa lagi, rasanya seperti setengah jiwanya yang masih tersisa meluap dan menghilang.

ia sudah tidak bisa mengharapkan apa-apa lagi– monolognya pada dirinya sendiri saat ini.

“Kamu butuh apa buat gagasan kamu?”

“MAS?!”

“Mas?”

ucapan bergantian dari mulai kakak tertuanya, Kayvan, dan terakhir ditutup oleh Davendra.

Ramadella menghela napasnya, ia tau ia akan dihujani penolakan dari kedua adiknya itu, tapi ia juga tidak bisa menghiraukan keinginan dari adik kecil didepannya, Ramadella menatap bergantian netra kedua adik yang tepat berada disampingnya itu, lalu bergantian menatap lama netra dihadapannya,

Netra yang ditatap oleh Ramadella itu menatap kembali netra Ramadella dengan penuh harapan dan penuh cemas, seakan dari tatapannya itu ia ingin menyalurkan keyakinan,

“2 minggu. Mas kasih kamu waktu 2 minggu untuk buat semua proposal gagasan perusahaan kamu dengan lengkap, dan kita diskusikan itu semua lagi.” ucap Ramadella dengan tegas dan seakan menyiratkan bahwa ia tidak mau dibantah kembali.

Kayvan dan Davendra yang sedari tadi terdiam langsung menghela napasnya dengan berat dan perlahan, karena mereka tau mau bagaimanapun jika ucapan seorang Ramadella dikeluarkan dengan nada tegasnya sudah dapat dipastikan itu tidak bisa dibantah lagi, dan itu keputusan final dari semua diskusi panas malam ini.

I'm really dissapointed, Aidan. You have to remember that in your whole life” Kayvan mengucapkannya samar seraya berlalu meninggalkan ruangan dari Ramadella meninggalkan kedua kakak tertuanya dan juga adik kecilnya, dan disusul oleh Davendra.