Aidan, his bestfriend, and his problem.
Aidan menghisap kembali gulungan tembakau yang sudah berada pada apitan kedua jarinya itu, menghembuskan dengan perlahan kebulan asap yang diakibatkan dari gulungan tembakau itu, Aidan melihat ke satu persatu wajah para sahabatnya yang sedang menikmati santapan makan malam yang disajikan oleh Byantara,
Manik matanya jatuh pada teman pertamanya saat SMA sampai saat ini, Prananta Theo, masih ingat dibenaknya bagaimana mereka bisa akhirnya bersahabat, ia menggelengkan kepalanya karena mengingat bagaimana bodohnya mereka karena dulu sempat hampir berantem dengan satu sama lain karena perihal satu perempuan yang akhirnya mengkhianati keduanya juga. Prananta Theo, seorang art director dari salah satu brand clothing ternama Indonesia, merupakan salah satu pelukis dengan total penjualan lukisannya sudah mencapai titik triliun rupiah, pemilik art gallery dan perusahaan agency pelukis pertama diIndonesia, Del-ART, dan satu lagi pesonanya tentunya, yaitu merupakan seorang putra dari pemilik hotel terbesar se-Asia dan kini meluas ke Eropa, Helz-del group.
Aidan terkekeh, dan langsung menatap wajah kedua disebelah Theo, seorang laki-laki dengan polo shirt berwarna hitamnya yang senada dengan celana yang ia pakai, dan sebuah jam mahal yang bertengger dilengannya -hadiah dari seorang Aidan- Caidzar Hardi Ardalan, seorang cucu dari pemilik perusahaan tambang minyak ketiga terbesar se-Asia Tenggara, dan juga seorang putra dari mantan artis nasional yang namanya kini masih dikenang oleh banyak orang itu, Hardi merupakan salah satu orang yang tidak bangga dengan nama belakangnya. Pertemanannya dengan Hardi juga salah satu hasil dari pertemuan bisnis yang waktu itu Aidan hadiri bersama para mas tertua, dan dengan sempitnya ternyata Hardi merupakan sahabat sejak kecil dari seorang Theo.
Sedangkan dua sahabatnya yang lain, yaitu Arjuna Andika Hasyim, dan Winarta Gerald, adalah kedua orang yang berada dalam keluarga yang sangat harmonis tapi tidak berlebih pada segi ekonominya, keduanya bertemu dengan ketiga orang -termasuk Aidan- pada saat mereka masa mahasiswa baru, Aidan yang kala itu memang seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin dan memiliki karakter yang sering ngebanyol dan mudah untuk akrab dengan orang, membuat Arjuna seperti melihat dirinya yang lain pada dalam diri Aidan, dan tentu, Winarta yang memang terbilang cuek akhirnya kala itu hanya mengikuti Arjuna yang memang temannya sejak SMA,
Dan akhirnya disinilah mereka,
“WOY!” “Kesambet lo, Dan.” ucapan Theo sukses membuyarkan seluruh lamunan Aidan itu,
“Jadi gimana?” Winarta memulai pembahasan mereka pada malam ini, “Apa yang mau lo omongin?”
“Please maafin gue maaf banget, tapi sorry nih sekali lagi, boleh gak Ay lu ngomongnya tardulu, gue pipis dulu please, sorry tungguin,” ucap Hardi yang langsung mendapatkan dengusan dan lemparan bantal sofa dari keempat sahabatnya yang lain.
Setelah selesai dengan urusan Hardi, raut wajah dari kelima orang yang berada didalam ruangan tamu itu seketika langsung berubah menjadi serius, seperti ingin mendapatkan informasi yang sangat penting.
Aidan mendengus seraya terkekeh juga kala melihat raut wajah para sahabatnya, “Gausah so serius lo semua,”
“Serius ya anjing lu, Ay. Udah jam 12 buruan, masih kerja besok.” Winarta mengucapkannya seraya melempar sebuah korek api kecil kearah Aidan,
Aidan menghela napasnya, “Oke, jadi kan waktu itu gue pernah bilang kalau gue mau keluar dari Black Cube to make my own company kan, and i did it... 4 days ago. Gue ngomong sama para tetuah,” Aidan melihat keempat sahabatnya tak bergeming, raut wajah terkejut tercetak cukup lumayan jelas pada keempat wajah mereka, “Terus ya yaudah gue bakalan punya well hmm perusahaan sendiri,”
“Butuh modal berapa?” ucap Theo langsung tanpa basa-basi pada Aidan, “Sebut aja,”
“Kentara nanem berapa? Kalo Kentara cuman 10-15, gue mau di 10,”
“Lo bisa pake ruangan meeting cafe gue kalo lo mau buat kantor sementara,” Arjuna mengucapkannya seraya menyuapkan kentang goreng kedalam mulutnya
“Kalo lo butuh IT, atau Aspri, gue bisa remote kok, lo tinggal bilang ke gue mau gimana,” ucap Winarta yang tak kalah tegas dan cepatnya
Aidan tertawa sangat lebar mendengar respon dari semua sahabatnya, ia sangat tidak menyangka keempat sahabatnya itu akan bereaksi seperti ini, padahal ia sendiri belum yakin dengan keputusannya tapi keempat sahabatnya entah mengapa bisa seakan yakin dengan semua rencana dan keputusannya.
“Gue sayang sama lo semua dah,” ucapan Aidan langsung membuatnya dihadiahi lemparan bertubi tubi, dari mulai ketiga bantal sofa yang melayang, korek api yang lebih besar dari yang tadi Winarta lempar, serta tiga bungkus rokok dan 2 pasang sendal rumahan, yang beberapa barangnya berhasil mengarah tepat dibeberapa daerah badan Aidan, yang mengakibatkan ia mengaduh kesakitan.