©loeyhunJ4d

An alter universe

Dayana, mie ayam, dan kedua kurcacinya.


Perempuan bersurai hitam kecoklatan merapikan barang bawaannya dengan tergesa, pasalnya handphonenya telah berbunyi sedari tadi, dan ia sungguh tau siapa yang menghubunginya itu.

“Hmm Kak Dayana, sorry” suara perempuan yang menyebut namanya berhasil mengalihkan perhatiannya pada deretan chat yang telah memenuhi layar depan handphonenya itu, Dayana menengokkan kepalanya sedikit kekanan, merapikan anak rambut yang tak sengaja turun seraya tersenyum lembut kepada seorang perempuan berpakaian putih sama seperti dirinya itu.

“Eh iya, Lila kan ya? jadi minta tanda tanganku?” ucapnya kepada orang didepannya dengan masih mempertahankan senyumnya, walau pikirannya kini penuh dengan sejuta alasan yang harus ia lontarkan nanti kepada dua saudara sepupunya.

Dan seketika senyumnya makin melebar kala sosok yang sangat ia kenal berada dibelakang casing handphone perempuan bernama Lila itu, “Kamu fansnya Davendra ya?” pertanyaannya dibalas muka terkejut oleh perempuan didepannya, seperti tak percaya bahwa seorang Dayana mengenal artis idolanya itu.

“Iya kak, aku ngefans banget sama dia! ganteng banget ya kak!” ucapnya dengan sangat antusias, membalas pertanyaan Dayana, yang membuat Dayanapun sedikit melebarkan lagi senyumnya.

Setelah perbincangan kecilnya Dayanapun mulai fokus kembali ke arah barang-barang dan deretan chat yang ada dilayar depan handphonenya itu,

“Day... Can we talk?” suara berat sedikit serak dari arah sampingnya mulai membuat perhatiannya teralihkan kembali, Dayana dengan wajah bertanyanya menatap raut wajah seorang laki-laki didepannya itu.

Keduanya terdiam sepersekian detik lamanya, “Kak? halo? mau ngomong apa?” ucap Dayana sedikit penasaran pada nada bicaranya,

“Aku mau cerit-”

“Day!– eh sorry kak,” ucap seorang laki-laki yang memang sejak tadi menemani keduanya dalam rangkaian acara itu, “Ini si Anesh udah nyariin lo, buruan deh sana.” ucap laki-laki bervarsity hitam dengan netra hitam legamnya yang tak ia alihkan menatap netra perempuan didepannya menandakan semua ucapannya harus perempuan itu penuhi,

Dayana melihat wajah kedua laki-laki didepannya sebelum akhirnya pundaknya ditepuk oleh seseorang dibelakangnya, Dayana memejamkan matanya, ia sangat hapal bau yang baru saja ia cium tiba-tiba itu, “Udah selesaikan, Jan?”

Januar Giovano, yang namanya disebut oleh laki-laki dengan pakaian serba hitam didepannya dan tatapan tajamnya itupun hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Laki-laki yang masih juga enggan menatap kearah seorang laki-laki disamping Januar itupun langsung membereskan sisa barang Dayana yang berada didepannya, “Yuk, Alesh udah nungguin. Mau makan mie ayam kan?” seakan terhinoptis, Alsava Dayanapun hanya bisa bergerak mengikuti arah gerak dari saudara laki-lakinya itu.


Ailesh Reka, menyilangkan kedua tangannya didepan dadanya, menatap bergantian sepupu perempuannya yang dengan tenang memakan mie ayamnya dan saudara kembarnya yang berada tepat disebelah kanannya itu yang sekarang masih terus menerus menatap kearah saudara perempuannya, “Ini lo berdua kenapa sih?”

“Kenapa apanya?”

Ailesh Reka menghela napasnya lagi, “Ini dari tadi – tuh tuhkan, kenapa sih Day? lu kaya gak mau banget kesentuh si Anesh, ya dia memang menjijikan sih, tapi gak semenji- aw! sakit anjir! iya iya maap” Ailesh yang memang baru saja terkena pukulan ringan dari saudara kembarnya itupun langsung mengusap lengannya seraya mengerucutkan bibirnya, “Ada apa sih yang gue lewatkan? hah?” tengoknya pada kedua saudaranya itu.

Dayana hanya mengangkat kedua bahunya tidak perduli, sedangkan Avanesh yang berada disamping Aileshpun menghela napasnya pelan, “Gue kaya gitu cuman buat ngeprotect lo kan, for you safety

Dayana berdecak sebal, tanda tidak menyetujui perkataan saudara didepannya itu, sedangkan Ailesh langsung mengalihkan pandangan bertanya kepada saudara kembarnya, dan langsung dibalas oleh satu tatapan dan satu gumaman tanpa suara menyebutkan nama seseorang yang sedari tadi dipermasalahkan keduanya,

Ailesh merapatkan mulutnya seraya mengangguk mengerti, kini ia sangat tau penyebabnya, “Does it hurt your feelings?”

“Maksudnya?” Dayana menanyakan itu seraya menengadahkan kepalanya menghadap wajah saudara laki-laki yang saja bertanya padanya.

Ailesh membereskan beberapa barangnya, rokok, korek api bergambar moomin dan handphonenya langsung ia masukkan kedalam tas kecil yang tadi ia bawa, lalu langsung berdiri dan membayar semua makanannya dan kedua saudaranya, “Kita ngobrolin dimobil aja, sambil jalan pulang.”

Suasana hening menyambut ketiganya kala mereka telah duduk dibangku masing-masing, Ailesh yang memang berperan sebagai supir, dan disamping Dayana yang sudah duduk manis dengan memakai hoodie putih milik Ailesh, dan Avanesh yang duduk bersandar dengan tenangnya, “Maksudnya tadi apa sih, Lesh?”

Ailesh yang tengah fokus kearah depannya, lalu mengalihkan pandangannya sebentar kearah sampingnya, “Maksud gue tuh, emang hal yang kaya gini nih yang kita berdua dan para mas lakuin tuh nyakitin perasaan lo? atau bikin tersinggung gitu?”

Alsava Dayana terdiam, ia mulai berpikir sebentar dengan pertanyaan yang diajukan Ailesh, dan seperkian detik kemudian ia menggeleng pelan, “Gak nyakitin atau tersinggung sih, tapi kaya sebel gitu loh, kenapa sih kalian tuh segitunya ngejauhin gue sama kak Reygas, it's been two week, dan cuman gue yang bener-bener kaya gak boleh banget ada waktu berdua sama kak Reygas, bahkan tadi aja gue ditemenin sama Januar, padahal dia bukan departement gue, kenapa sih? lo, Anesh, atau mas Ay, mas Edh, mas Deo, sama mas Affand, boleh boleh aja ketemu atau ngobrol berdua sama kak Rey, kenapa gue enggak?”

“Karena lo cewek, Dayana.” Avanesh memejamkan matanya, menahan dirinya yang takut jika ia menanggapi Dayana terlalu berlebihan, “Ngerti gak?” Avanesh menatap kearah manik mata seorang Dayana yang sedang menatapnya penuh tanya.

Ailesh membelokkan stir kemudinya kearah kanan, dan menghentikan mobilnya sejenak kedalam plataran parkir dari sebuah kedai kopi yang tidak terlalu ramai, “Gini Day, sasaran paling empuk, simpel tapi bisa mengacak ngacak keluarga kita itu dengan membawa rumor tentang lo, dan Reygas, makanya foto lo keciduk beberapa kali di base selalu langsung ilang, karena apa? karena mas Aydhan gak mau lo jadi sasaran mereka-mereka pembuat rumor gak jelas, dating rumor tuh suatu hal yang disukain sama masyarakat sini, apalagi ini Ardalan vs Kentara yah udahlah ngalahin Rafi sama Nagita itu- AW! KENAPA SIH LO DEMEN BANGET NABOK LEHER BELAKANG?! SAKIT TAU!!”

Ailesh masih merapalkan semua sumpah serapah dan kekeselannya terhadap saudara kembarnya itu, sedangkan Dayana mulai mengolah semua yang diucapkan oleh saudaranya tadi, banyak hal yang benar-benar belum ia pahami untuk hidup dengan nama belakangnya itu, ada banyak hal yang harus ia ikuti agar menyandang nama belakangnya yang sekarang.

The Monthly Dinner of Kentara. 18 May 2024, 19.11


Satu persatu dari anggota keluarga besar Kentara mulai memasukki ruang makan yang cukup besar itu, ruangan yang sedari tadi kosong dan sangat sunyi kini mulai ramai dengan beberapa obrolan ringan dari ke 26 anggota keluarga besar Kentara, masing-masing dari mereka menggunakan pakaian yang cukup santai, karena mengingat telah diputuskan semua anggota akan bermalam dirumah itu.

Sayup-sayup obrolan serta canda dan tawa semakin meredup kala semua anggota keluarga mulai duduk dibangku yang masing-masingnya berhadapan dan ditengahi oleh sebuah meja berbahan dasar mamer hitam memanjang, satu-persatu anggota keluarga itu mulai menautkan tangan mereka satu dengan yang lainnya, acara makan akan dimulai, dan pastinya, seperti biasa mereka selalu mendahulukannya dengan doa untuk rasa syukur pada hari ini, “Ucapan terimakasih sebesar-besarnya pada tuhan atas ragam hidangan yang tersaji pada malam hari ini, kami semua sangat mensyukuri semua yang tersaji didepan kami. Semoga kami bisa selalu menikmati setiap nikmatmu pada hari-hari selanjutnya. Amen.” ucapan doa itu tentu disampaikan dari sang kepala teratas dari para kepala keluarga disini, Antonio Kentara, mengucapkannya dengan hikdmat dan langsung mempersilahkan istri, para putra, menantu dan serta para cucu tercintanya menyantap apa yang telah disajikan.

Tidak ada obrolan ringan yang terlontarkan pada acara makan malam itu, semua terdiam menikmati makan malam, karena itulah aturan yang berlaku jika makan malam bersama kedua orang tua tetuah mereka, Eyang dan Eyang uti dari para Kentara bersaudara. Namun, tentunya tawa kecil yang tidak terlalu menyita perhatian masih ada tak bisa dihindari diantara mereka.

Setelah acara makan malam mereka selesai, mereka mulai dengan perbincangan basa-basi yang ringan diantara satu dengan yang lainnya mulai dari keseharian, sampai berita-berita ringan yang mereka dengar.

Antonio Kentara berdeham sebentar memikirkan jawaban untuk pernyataan yang diberikan secara tiba-tiba oleh Kayvan Tian pada mereka semua, tidak, itu lebih kearah pengumuman, ia menyatakan akan segera menikahi tunangannya yang berasal dari keluarga yang hubungannya kurang baik dengan keluarga besarnya itu, “Dad, kalau dad–” ucapan dari Mario ditahan oleh tangan dari seorang Antonio,

“Eyang telah bicarakan perihal ini dengan Abhi Yanuar, kakek dari Alana, dan hasilnya permasalahan yang terjadi diantara kami itu hanya sebatas bisnis saja, tidak ada kearah ranah lain apalagi masalah pribadi, apalagi mengingat kami pernah satu almamater ketika kuliah dulu, jadi Kayvan, lanjutkan.” ucapan dari Eyangnya itu sukses membuat kedua kaki Kayvan melemas dan langsung mengundang tawa dan sikap reflek dari kedua saudara tertuanya yang lain, Ramdella dan Daven langsung sigap memegangi Kayvan yang hendak jatuh itu.

Beberapa anggota muda dari keluarga Kentara itupun mulai keluar satu persatu meninggalkan para tetua dan ketiga mas tertua mereka tentunya yang sedang larut dalam pembicaraan bisnis dan juga kegiatan sosial.

Byantara Nanda menyalakan pemantik api yang ada digenggamannya seraya melihat kearah bawah tempat para adiknya berkumpul, ia tersenyum, disana ia melihat tiga kubu yang berbeda, kubu pertama berisi Domicia, Arvel dan juga Aidan yang sedang terlibat obrolan seru dan serius kebanyakan hanya Arvel dan Aidan yang menimpali satu sama lain, Domicia hanya sebagai pelengkap saja, sedangkan kubu kedua berisi kedua pasang kembar, pasangan kembar Samudera dan pasangan kembar Haris, keduanya cukup terlihat sangat aktif didalam percakapan, beberapa kali seorang Edhan ia lihat mengeratkan rahangnya dan bergerak seakan ingin meninju Basudeo, dan itu membuat Byantara lebih terkekeh, lalu yang ketiga, senyum lembutnya mulai terlihat kala ia melihat interaksi dari 3 orang laki-laki dan 1 perempuan, yang 2 laki-laki diantaranya pasangan kembar Reka, sedang menceramahi seorang Alfa yang ia yakin sedang menanyakan perihal jurusan kampus yang ingin ia pilih, Byantara (mungkin) satu-satunya orang pada persepupuan ini yang mengingat dengan jelas semua pekerjaan atau status pendidikan dari sepupu-sepupunya itu.

Kala ia sedang asik melamun memperhatikan keempat angsa yang sedang berenang bersisian diatas danau buatan dipekaran rumah eyangnya itu, ia merasakan kehadiran seseorang disamping, “Anjir. Lo kalau dateng tuh kasih tanda kek.” ucap Byantara dengan sungutannya membuat laki-laki dengan kaos tanpa lengan berwarna putihnya itu memberikan cengiran lebar kepadanya.

“Hehehe sorry sih, Yant. Ngapain sih lo ngelamun gitu? mikirin utang?”

“Pala lo utang, amit-amit dah, Gan, gue punya utang.” Byantara mengusap dadanya dengan pelan seraya tangan satunya mengarahkan gulungan tembakau yang diapit oleh kedua jarinya, “Mau gak?” Ia menyodorkan kotak persegi merah yang sedari tadi ada diatas meja disebelahnya itu.

Kegan menggelengkan kepalanya, seraya menggoyangkan kotak dengan perpaduan biru dan putih kedepan pandangan Byantara, “Anak ice burst pak dok, gue mah. Gak main yang merah.” tawa ringan Kegan langsung dibalas dengan tawa ringan dari Byantara juga.

Mereka berdua hanyut dalam pikiran mereka masing-masing, dengan masih berdiri dan menumpu tubuh mereka pada balkon besi hitam yang ada didepan mereka seraya melihat kearah danau buatan didepan mereka, “Lo cuti balap, Gan?” ucapan Byantara langsung dibalas anggukkan pasti dari seorang Kegan yang saat ini juga sedang meminum minuman kaleng berwarna merah ditangan sebelah kanannya.

“Kayanya mau retire juga deh gue.” Kegan mengucapkannya dengan seraya menghembuskan kebulan asap yang ada didalam mulutnya. “Udah merasa apa ya, Yant, hmm puas mungkin ya? udah 10 tahun gue ikut race dimotogp, jadi ranking ke 6 racer motogp juga, jadi kaya otak gue bilang kalau udah cukuplah gitu. Apalagi sekarang Deo udah mau lulus.” ucapnya kepada Byant yang langsung membuat Byant menatapnya dengan wajah bertanya, “Ya lo taukan si Deo tuh ngambil teknik sipil, nah gue arsitek, jadi kayanya gue mau bikin konsultan arsitek gitu deh, dimana nantinya dalemnya tuh ya ada sipilnya juga pasti.” ucapan Kegan mulai dimengerti oleh Byantara, dan inilah alasan Byantara sangat menyukai dan menghormati keluarga om Marionya itu, mereka saling melindungi dan saling memikirkan satu sama lainnya.

“Enak ya, Gan, ikut race?”

ucapan Byantara sukses membuat seorang Kegan terenyuh, pasalnya saat dahulu semasa kuliahnya saat ia berlatih untuk karir masa depannya didunia balap, masa berlatih itu ia habiskan dengan Byantara, yang ia yakin dan tahu bahwa mimpinya sama seperti dirinya, tapi bedanya akhir dari mimpinya itu sangat berbeda dengan Kegan, Byantara harus dengan lapang dada mengubur mimpinya kala Ayahnya, Dion Ario Kentara dan Eyangnya, Antonio Kentara, menentang dengan keras keinginannya.

Kegan tersenyum dengan lembut, “Hm kalau gue bilang gak enak, bohong banget jatohnya, tapi kalau gue bilang enak, kesannya kaya semua karir gue mulu-mulus aja, jadi ya middle lah, tapi ya gak sehebat loh sih, Yant. Enggak enggak ini gak semata-mata manis manis gitu anjir.” ucap Kegan meralat perkataannya kala ia melihat respon Byantara yang memincingkan sudut matanya, “Gue beneran, Yant. Gak sehebat lo. Di landasan balap, gue cuman mikirin diri gue sendiri, gimana caranya gue harus menang, dan gimana caranya gue menang tanpa cacat, dalam artian keselamatan gue sendiri.” ia menjeda kalimatnya dengan menghisap gulungan tembakau yang ada ditangannya, “Tapi look at you, dilandasan balap lo, lo gak mikirin menang sendirian tapi lo mikirin menang bareng pasien lo, lo mikirin kesehatan pasien lo, bukan diri lo. Itu, Yant, yang lebih hebat.” ucap Kegan dengan seraya meneguk minuman kalengnya dan sengaja mengedipkan sebelah matanya kearah Byantara.

Byantara terkekeh, “Thanks, Gan. Tapi lo beneran keren kok, dengan semua pencapaian yang lo punya.”

Kegan segera menyugar rambut depannya kebelakang, dan menonjolkan lidahnya yang berada didalam mulutnya, “Emang keren sih gue kata cewek-cewek juga.”

“Basi anjir lu ah.” Byantara tertawa keras membuat beberapa pasang mata melihatnya, tak kecuali Aydhan yang menatap dengan lekat kearah atasnya.

“Sumpah, gue juga bingung mau ngambil S2 dimana, ini gue belum lulus aja ya, mas Kayvan udah nanyain.” ucap Deo yang membuat Aydhan mulai masuk kedalam kenyataan lagi.

“Mas Rama juga kok, udah mulai nanyain mau ngelanjut kemana, ya gak Ay?” ucapan Edhan, saudara kembar Aydhan, dibalas dengan anggukkan olehnya matanya mulai tidak fokus, ia melihat kesekitarnya, obrolan cukup keras yang dibarengi dengan tawa yang tak kalah keras berasal dari dalam rumah kediaman keluarga besarnya itu, ia melihat cukup jelas disana, kedua orang tuanya yang saling merangkul dan sesekali ayahnya itu mencuri kecupan diatas kepala ibunya, ketiga pasangan tante dan omnya yang tak jauh berbeda dengan saling makin mengeratkan rangkulan mereka, dan kedua eyangnya yang walau sudah pada masa tuanya mereka masih duduk tegak disana, Aydhan tersenyum memperhatikan senyuman senyuman mereka satu persatu yang kian melebar. Menikmati semua rasa dan pemandangan yang ia rasakan.

“Ay! Ay! Woy! Bangun anjir! lo pingsan apa gimana sih?” ucapan dengan keras itu seraya goncangan yang cukup keras sukses membuat kedua matanya menatap dengan bingung wajah didepannya, wajah kembarannya yang sangat amat terlihat ada kekhawatiran disana, “Gue panggilin Affand dulu ya bentar, mumpung dia belum berangkat tadi, lo diem disini, jangan gerak!” ucapan tegas yang dilontarkan kembarannya itu semakin membuat Aydhan kebingungan.

Kala dirinya sudah sendiri, ia mulai melihat sekelilingnya, cat tembok berwarna putih keabuan, dengan lemari coklat yang tinggi dan komputer diatas meja belajarnya yang masih menyala itu mulai menyadarkannya, ia menghembuskan napasnya, semua rasa yang tadi ia rasakan ternyata hanya bunga tidur saja, iapun mulai memejamkan matanya dengan erat, menyugarkan rambut depannya kebelakang, dan tak terasa setetes demi tetes air mata dari dalam dirinya mulai keluar dengan sendirinya, bersamaan dengan rasa menyesakkan yang ia rasakan. Semakin lama air mata yang keluar semakin deras, dibarengi dengan isakan kuat dan bahunya yang kian naik turun semakin cepat.

Affandra yang saat itu sudah masuk kedalam mobilnya bersama dengan Basudeo, langsung berlari dengan cukup tergesa kala ia mendengar dari seorang Edhan bahwa suhu tubuh sepupunya itu cukup panas dengan dibarengi oleh kucuran keringat yang membuat kaos tidur yang ia pakai cukup basah.

Affandra terdiam didepan ambang pintu kamar sepupunya itu, diikuti dengan Basudeo, Edhan, Byantara dan juga Kegan dibelakangnya, mereka terdiam bersamaan, saat melihat keadaan seorang Affandra sedang terisak dengan kencang seraya menunduk.

Aydhan menengadahkan kepalanya, melihat kewajah khawatir dari kelima sepupunya itu, “I miss them.” kalimat pendek dari mulut Aydhan sukses membuat sekujur tubuh kelima sepupunya itu melemah, mereka tahu apa yang menyebabkan seorang Aydhan bisa sakit sampai sebegitunya, ia pasti bermimpi tentang mereka lagi.

The last clan family of Kentara. 17 May 2024, 18.47


Suara obrolan ringan dari arah dapur rumah keluarga keempat atau keluarga terakhir dari keluarga besar Kentara itupun mencuri perhatian dari seorang perempuan yang baru saja masuk kedalam rumah itu, dengan masih mengenakan pakaian santai namun rapihnya itu ia memasukki area dapur, kini ia melihat keempat punggung seseorang yang ia kenali, punggung pertama merupakah seorang laki-laki dengan postur paling tinggi diantara yang lain, balutan kaos biru dengan celana pendek khas rumahan melengkapinya, perempuan itupun sudah menebak bahwa itu adalah punggu dari saudara laki-lakinya, sedangkan punggung kedua disampingnya, dress rumahan berwarna terang dengan rambut kecoklatan yang diikat keatas melengkapinya, dan ia pastikan itu pasti punggung ibunya, setelah ia menerka kedua lainnya yang ia pastikan adalah pekerja yang membantu keduanya, dengan tanpa aba-aba ia langsung memeluk pinggang sang ibu dari belakang, “Cape..” ucap Alsava Dayana mengeluh kepada sang ibu.

Saudara laki-laki disampingnya, Alfa, hanya berdecak dengan remeh ketika mendengar keluhan kakaknya itu, “Mba awas ih itu mamah susah jadinya, kalau luka nanti gimana?” Alfa memberengut kepada kakaknya itu dengan tanpa berbicara lagi ia mulai menggantikan kerja ibunya yang memang sedang memotong beberapa bahan masakkan,

Sang ibu, yang memang sudah terbebas dari pekerjaannya tadi, mulai melepaskan kain pelindung untuk memasaknya, dan membalikkan tubuhnya yang masih dirangkul itu, “Mba, lepasin dulu ini badan mamah, apronnya biar lepas dulu .” ucap sang ibu yang langsung membuat anak perempuan didepannya mengerucutkan bibirnya, Irene Luna Ardipaja yang merupakan ibu dari keduanya itu langsung menyentil ringan dahi perempuan muda didepannya, “Kaya anak kecil aja. Sini peluk sebentar, habis itu ganti baju ya. Tadi diantar pulang sama siapa? Beno?” pertanyaan dari Irene langsung dibalas anggukan oleh Alsava, yang langsung mengundang ledek-ledekkan jail dari mulut adik laki-laki disampingnya dan perdebatan didalam area dapur itupun tidak terhindarkan, Irene membiarkan perdebatan itu menjadi sebuah suara latar yang menemani dirinya bekerja menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Irene Luna Ardipaja, memang terkadang tak pernah mempermasalahkan perdebatan antara kedua anaknya selama itu tidak terjadi melebihi batas dan tidak berlansung lama, ia percaya bahwa kedua anaknya saling menyayangi, dan perdebatan itu juga bisa menjadi sebuah simbol bahwa mereka saling memperhatikan satu sama lain.

Obrolan ringan yang dihiasi tawa ringan pada meja makan keluarga terakhir dari keluarga besar Kentara itupun mengisi penuh ruangan yang mereka tempati, beberapa pekerja yang masih membantu saat makan malam itu terkadang ikut kedalam obrolan ringan dan canda serta tawa ringan mereka, membuat suasana semakin menghangat, “Eh mba, aku tuhkan kemarin mesen kue tape sama pudding hias hias gitu ya ke tante Syani, ituloh bakery langgan mamah yang kata Alfa kue muffinnya enak, terus masa ya disuruh ngambilnya kealamat cafe deket univ kamu itu kak, apa sih namanya tuh Bentala Coffee kalau gak salah.” ucapan dari mamahnya itu sukses membuat Alsava tersedak dan Alfa yang mengetahui mengapa langsung memberikan minuman kepada kakaknya itu dengan sedikit senyuman jahil diwajahnya.

“Jangan grogi gitu dong mba, tau kok dunia jadi sempit banget gini.” Alfa langsung mendapatkan pukulan kecil dibahunya, dan langsung membuat suara tawanya semakin pecah.

“Alfa suara ketawanya besar sekali, kenapa sih dek?” ucap laki-laki dengan suara tegasnya kepada anaknya itu, Kevin Hendra Kentara yang sedari tadi hanya memperhatikan anak dan istirnya mulai memberikan atensi lebihnya saat tawa Alfa pecah semakin besar.

“Kenapa sih dek?” ucap Irene semakin selidik, membuat tatapan tajam Alsava kearah Alfa semakin intens pula.

Kedua pipi besar Alfa semakin tertarik, membuat kedua matanya seakan menghilang, “Haha itu aduh haha lucu banget, dunia sempit banget ya, itu Bentala itu coffeeshop pacarnya mba, si kak apa mas ya aku manggilnya ya pokoknya dia deh si Beno Beno Joshua itu.” ucap Alfa yang langsung mendapatkan pukulan kecil lagi dibahunya itu.

“Hus adek gak sopan ah, Bena Beno Bena Beno, mas Beno gitu manggilnya, dia seumuran mas Arvel tau.”

“Ya gak hapal namanya mba, elah maap.” ucap Alfa sedikit dibuat seperti jengkel, kedua orang tua dari muda dan mudi itupun hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“Ya gitu pokoknya mba, itu mamah minta tolong ya ambilkan, jadi gampang kan berarti itu ambilnya, pasti besok kamu diantar pulang lagi kan sama Beno?” Ucapan Irene berhasil membuat kalimat ledekkan dari mulut Alfa keluar kembali, dan kini tidak hanya Alfa, tetapi ayah mereka atau yang biasa mereka sebut papah itu juga ikut meledek kearah Alsava, membuat malam ini muka Alsava memerah terus menerus seperti kepiting rebus.


18 May 2024, 10.03

Alsava Dayana Kentara, siapa yang tidak mengenal dirinya dipenjuru jurusan ilmu komunikasi universitasnya, dengan wajah rupawan dan gaya berpakaian yang menawan, siapa saja pasti akan terbuai dengan penampilannya, dirinya terus tersenyum dan membalas sapaan-sapaan beberapa orang yang mengenalnya sepanjang ia berjalan dari mulai keluar lift gedung jurusannya itu hingga kedepan pintu masuk dari jurusannya, berjalan sedikit cepat kearah mobil SUV land cruiser terbaru yang sukses mengundang minat pandang dari beberapa orang disana, apalagi dilengkapi dengan seseorang yang berada didepan mobil tersebut dengan menggunakan kacamata hitamnya.

Alsava mengembuskan napasnya sebentar, lalu menggelengkan kepalanya, seseorang didepannya belum menyadari kehadirannya, dan ia sangat mengenal bahwa seseorang didepannya itu sangat tidak peduli dengan sekitarnya, sepersekian menit akhirnya mata mereka bertemu, Alsava tersenyum manis kala yang didepannya juga tersenyum tak kalah manisnya, “Harus banget nunggu didepan mobil gini?”

Orang yang Alsava tuju itupun hanya tertawa ringan, penampilannya saat ini merupakan penampilan tebaik untuk ditunjukkan kepada perempuan pujaannya yang kini sudah berada didepannya, kaos putih dengan dibalut outer seperti kemeja berawarna coklat dan celana jeans itu, “Aku takut kamu gak tau mobil yang mana, akukan pake yang ini sekarang.” ucapnya seraya menyentuh bagian depan mobilnya, dan juga berlalu mengiring pergerakan tubuh perempuan yang tadi didepannya kedepan pintu penumpang disebelahnya, membukanya dan mempersilahkan perempuannya itu masuk, tentunya dengan perlakuan tambahan kecil seperti melindungi kepala perempuannya itu dari benturan atas mobil sampai merapihkan karpet dibawahnya yang bergerak kala sang nona menginjaknya. Semua, semua ia perhatikan guna membuat gadis itu nyaman.

Nyayian dari suara seorang Joe Jonas dan kedua saudaranya melengkapi perjalanan mereka, Alsava Dayana terus-terusan ikut melantunkan lagu berjudul Sucker yang mereka bawakan, laki-laki disampingnya juga ikut melakukan yang sama walau terkadang ia hanya memperhatikan betapa menawannya perempuan disampingnya itu, “Oiya kak, nanti mampir ke sekolah Alfa dulu boleh?” ucap Alsava bertanya kepada laki-laki disampingnya, yang memang sedang memiliki kedekatan intens padanya di 6 bulan terakhir ini setelah mereka cukup mengenal satu sama lain hampir 2 tahun lamanya, laki-laki disampingnya hanya tersenyum lalu mengangguk, pasalnya degup jantungnya tiba-tiba berdetak kala ia mengingat bahwa ia baru tiga kali bertemu keluarga dari perempuan disampingnya, pertama dan kedua ia bertemu dengan sang ibu dari perempuan itu, semua berjalan mulus dan lancar, dan yang ketiga ya sang adik laki-lakinya yang waktu itu kebetulan menjemput kakaknya dicafe miliknya itupun ketika hubungannya dengan sang kakak belum sedekat sekarang,

“Kak Beno gapapa kan? atau gak usah aja jemput si Alfanya? biar pak-” ucapannya terputus kala tangannya langsung digenggam dan diusap perlahan dengan tangan besar laki-laki disampingnya.

“Gapapa Va, gapapa santai. Kita jemput Alfa dulu baru ke Cafe ngambil kue, oke? Alfa kali aja mau chesecake.” ucap Beno Joshua, laki-laki yang sedari tadi menemani Alsava Dayana diperjalanan yang terasa panjang ini.

Menit demi menit berlalu, kini penumpang didalam mobil SUV berwarna hitam itu telah menjadi ganjil, Alfa Elandro Kentara yang baru beberapa menit berlalu telah terlibat perbincangan asik dengan laki-laki disebelah kakaknya itu, pasalnya ternyata laki-laki disebelah kakaknya itu memiliki hobi dan kesukaan yang sama dengannya.

“Iya kak Ben, aku juga waktu itu nyari gundam series itu susah banget tau. Terus pas udah tau nih belinya dimana, eh harganya selangit.” ucap Alfa dengan antusias dan langsung mengundang kekehan dari kedua orang didepannya, Alfa sangat senang menimpali semua omongan dan percakapan dari (mungkin) calon kakak iparnya itu.

Setelah melewati perjalanan yang panjang merekapun tiba didalam pekarangan kediaman keluarga terakhir dari keluarga besar Kentara itu, disana ibu dan ayah dari keduanya sedang menyiapkan beberapa barang yang ada untuk dimasukkan kedalam mobil, karena memang mereka sengaja ketika Alsava dan Alfa sampai mereka akan segera langsung berangkat kerumah kediaman keluarga besar Kentara yang berada disentul.

The third clan family of Kentara. 17 May 2024, 19.57


Suara merdu Jimmy Brown melantunkan lagunya yang berjudul I got you menguasai seluruh ruangan sempit dalam mobil porsche taycan hitam yang sedang dilajukan oleh seorang laki-laki dengan kemeja hitam pendek dan jeans yang memiliki banyak sisi yang robek itu, “Lo selalu gitu ya, Fand?” ucap lelaki itu kepada manusia disampingnya yang masih sibuk fokus pada layar datar lebar miliknya.

“Maksudnya?” ucapnya dengan menengokkan kepalanya kearah saudaranya itu.

“Ya itu, lo kalau kuliah harus pake kemeja or polo shirt gitu? gak boleh jeans juga kan?” pertanyaan beruntun itupun hanya dibalas dengan deheman saja, “Terus kalau gak pake itu gimana?”

“Ya dikeluarin lah, Basudeo, gak boleh masuk kelas. Lo kenapa tiba tiba nanya gitu sih?”

“Ya enggak gue baru ngeh aja, lo tiap ngampus kemejaan mulu kalo gak polo shirt terus pake jaket kaya sekarang, celana juga bahan mulu.” ucap Basudeo, yang sesekali melirik kearah saudara kembarnya itu seraya membelokkan stir kemudinya kearah kanan, “Tapi iya sih gue juga kadang kalo sama dosen ribet atau dosennya lagi caper ya kaya gitu.”

“Ya makanya lo suka minjem kemeja gue kan kalo tiba-tiba dosen lo nyuruh pake kemeja?”

That's right baby, untung lo selalu sedia spare kemeja atau polo shirt dimobil. Eh, ini lewat sini kan ya, Fand? coba liat mapsnya, Fand, itu yang dikasih sama mamih tadi.” ucap Basudeo dengan masih melihat kearah depannya dan memelankan laju mobil yang dibawanya.

“Lewat sini bener, terus belok kiri nanti didepan, tempatnya sebelah kanan sih dimaps mah.” Affandra ikut memperhatikan jalanan didepannya yang semakin lama kian menyempit karena mobil yang mereka lajukan harus memasukki gang yang hanya bisa dimasukki oleh 2 mobil dalam bersisian itu, “Mamih kenapa suka banget makan ditempat hidden hidden begini sih?”

Basudeo terkekeh sebentar kala mendengar keluhan dari kembarannya, padahal kembarannya itu hanya harus duduk manis saja, “Ya lo kan tau sendiri bapak sama abang lo kaya apa. Udah si pak Mario sama mas Kay gak suka rame, udah gitu ditambah mas Kegan, yang ada dimintain foto deh dia.”

Affandra menghembuskan napasnya secara perlahan, benar juta kedua masnya itu tidak bisa jika makan ditempat ramai, karena tuntuttan pekerjaannya, tetapi untungnya masnya yang satu lagi, Aidan Zavier Kentara, hanya seorang pemilik bengkel ternama yang kini telah tersebar sampai kebanyak kota besar dan kecil di Indonesia, bahkan gilanya ia mau memberanikan diri membukanya dibeberapa negara, dan itu tentu didukung jelas oleh Papihnya, Mario Hendra Kentara.

Keluarga ketiga dari keluarga besar Kentara ini memang sangat terkenal dengan sifat tertutup mereka, mereka sangat tidak suka jika nama mereka selalu disorot oleh media, kecuali anak kedua mereka, Kegan Ayundra Kentara, pembalap motogp terkenal dan terbaik dikelasnya, mereka sangat berbeda dibanding keluarga-keluarga di keluarga besar Kentara, hanya mereka yang tertutup, karena sepertinya itu juga didukung oleh peran seorang Yura Keisha Rimoar, seorang putri tunggal dari salah satu putra kerajaan brunei yang berhasil meminang seorang putri pengusaha berlian dari korea, Ayahnya merupakan seorang saudara kandung dari raja yang saat ini menjabat disana, sedangkan ibunya merupakan seorang wakil direktur dari perusahaan berlian terkenal dikorea selatan, Rimora Jewellry. Perjalanan cinta keduanya sungguh tidak mudah, apalagi melihat seorang Mario yang tidak mempunyai keturunan bangsawan, dan ketiga saudaranya yang semuanya kompak menikahi seorang public figure, yang memang merupakan seorang model, aktris, dan seorang CEO dari sebuah stasiun televisi, maka dari itu kini Kentara Group menjadi perusahaan raksasa di asia.

Beberapa menit berselang, ketujuh dari orang berada didalam ruangan yang cukup luas dengan aksen eropa modern itu tak habisnya berbincang dan tertawa, kehidupan mereka memang sangat sederhana dan tentram, apalagi mengenal keluarga ini lah yang merupakan pelindung dari seluruh keluarga besar Kentara, sehingga tidak diragukan lagi keamanan yang mereka gunakan, “Besok pokoknya jangan ada yang bangun kesiangan deh. Idan, sama Kegan awas aja ya.” ucap wanita dengan paras menawan dan tatapan yang ia usahakan setajam mungkin.

Yang namanya tadi disebutpun hanya bisa tersenyum dan memeluk tubuh mungil dari ibu mereka yang biasa mereka panggil sayang dengan panggilan Mamih itu, “Iya mamih siap. Lagian kan si Affand mau ke rumah sakit dulu.”

“Kan aku nyus-”

“Enggak, jangan Fand. Bareng aja, kita nungguin kamu.” suara tegas dari mas pertama Affandrapun memotong kalimatnya, Affandra, Kegan, Aidan dan Basudeo yang mendengar itupun hanya bisa setuju pada apa yang dikatakan Kayvan, mereka terbiasa manut dengan perkataan kakak tertuanya itu, karena mereka sangat tahu apa yang dikatakan Kayvan selalu berhubungan pada keamanan mereka. “Pokoknya nanti barengan berangkatnya ya, besok mas Kayvan juga mesti pergu dulu kok, nanti pake mobil yang seperti travel itu aja ya pih? yang seatnya ada 10 itu. Bawa supir aja kan?” Mario yang namanya disebutpun hanya menganggukkan kepalanya dengan masih menatap layar telepon genggamnya

Mario menyesap kopinya sebentar, “Kayvan, bodyguard sudah dikirim semua ke rumah para om kan? terus untuk yang dirumah eyang uti gimana?” ucap Mario dengan tatapannya tegas itu.

Kayvan menganggukkan kepalanya, “Sudah semua kok, kan yang berangkat dengan satu mobil itu keluar om Dion dan om Kevin, jadi pengawalannya itu satu didepan mobil, satu dibelakang mobilnya, isinya 3 bodyguard dimasing-masing mobil, terus untuk om Yusril sama sih seperti itu, nah karena tante Yohana sama mas Daven nyusul jadi sepertinya yang akan ada tambahan personil dimobil yang ditumpangi mereka gitu jadi pengawalannya seperti tadi, terus ditambah 2 orang berjaga ikut mobilnya. Yang dirumah eyang uti, udah dari tanggal 13 stand by disana kan harus periksa semuanya juga soalnya eyang kan gak pernah kesana dari awal bulan katanya, jadi ya semuanya dibersihkan dulu, terus nanti yang stand by sampe akhir, ada sekitar penambahan 10 orang sih, Pih, tapi itu juga ditambah sama yang ngawal Om-om sama tante kan, jadi ya cukuplah, disana juga udah ada keamanan 6 apa 7 orang gitu.”

Basudeo hanya bisa berdecak dengan heran secara pelan, ia masih lumayan kaget kala mas Kayvan dan Papihnya itu mulai memainkan peran sebagai pelindung keluarga besarnya, tapi ia juga tidak heran mengapa mereka begitu ketat, bagaimana tidak, dalam keluarga om pertamanya, Om Dion, terdapat 3 CEO perusahaan ternama, om Dion selaku CEO Kentara Group saat ini, mas Ramadella, selaku CEO The Ameir Hotel Company, dan tante Ella, yang merupakan CEO dari stasiun TV terkenal, NNTV. Lalu pada keluarga om keduanya, terdapat 1 CEO agency terkenal, yaitu Om Yusril, dan 3 artis terkenal yang kini nama dan wajahnya selalu terpampang pada papan iklan dipinggir jalan atau papan iklan pada mal mal ternama berkerja sama dengan banyak brand terkenal, tak hanya itu tak jarang juga ia menemukan tante dan 2 saudara sepupunya itu mengambil peran pada film-film box office. Sedangkan yang terakhir, saudara kembar dari ayahnya, om Kevin, merupakan CEO dari K+ Foundation dan seorang dokter specialis terkenal, sebuah yayasan yang menaungi 50 rumah sakit besar, dan 70 sekolah international yang berada dicakupan asia, dan juga tante Rene, seorang model dan aktris tak kalah terkenalnya dengan tante Yohana. Basudeo meneguk minumnya lagi seraya mulai memikirkan akan seperti apa dirinya nanti, akankah menjadi pebisnis seperti mas pertama dan ketiganya, atau menjadi atlit atau public figure terkenal seperti kakak keduanya, sedangkan saudara kembarnya ia sudah mantap akan mengabdikan dirinya untuk para pasiennya nanti, saudaranya itupun mulai terinpirasi setelah melihat betapa kerennya om dan kakak sepupunya.

Makan malam dari keluarga ketika dari keluarga besar Kentara itupun semakin berlarut dengan obrolan tentang beberapa bisnis dan keseharian para anggotanya, tentunya dengan diselingi dengan tawa yang ringan.


18 May 2024, 15.43

Mario Hendra Kentara kini sedang memperhatikan kearah satu persatu anak laki-lakinya yang saat ini sedang memenuhi ruang tengah dari rumahnya, posisi Kegan yang setengah tiduran, dibawahnya ada seorang Aidan yang sedang iseng menulis beberapa pertanyaan untuk Sava karena keingin tahuannya, dan terakhir seorang Kayvan yang masih duduk dengan tegak dengan tatapan kosong dan masih memegang pasportnya, iya, Kayvan baru saja sampai dari perjalanan singkatnya ke singapura untuk tanda tangan beberapa kontrak kerja, dan yang membuat dirinya saat ini terdiam dengan muka memelas dan tatapan kosongnya ialah karena ia lupa membawa 3 tas belanja yang isinya titipan dari ibunya itu, 3 tas itu sepertinya ia tinggalkan dilounge bandara disingapura, dirinya telah diam saja kala kedua adiknya yang memang terkenal paling jail itu mentertawakan dan mengejeknya, “Udah Kayvan, kan tadi papih udah hubungi Adnan, minta tolong hubungin Sergio yang di botulinum singapore untuk mengecek ke bandara, pasti disimpen sama pihak loungenya kok.”

“Ih enggak tau, Pih, bisa aja diambil sama tamu lain, mana itu ada Bottega yang udah dipengen banget sama mamih dari 2 bulan lalu.” bunyi pukulan keras langsung terdengar dari arah bahu Aidan yang kini seakan kesakitan itu padahal dirinya hanya merasa terkejut saja, “SAKIT MAS!!! pake kekerasan nih sama adeknya!” ucapannya langsung dibalas juluran lidah dari seorang Kayvan, sedangkan Kegan yang masih sibuk dengan telepon genggamnya hanya ikut mentertawakan saja, ia sudah puas tadi meledek Kayvan hingga lututnya digigit oleh Kayvan tadi.

Suara riuh rendah pada rumah keluarga ketiga itupun semakin ramai kala Basudeo telah pulang, dan semakin ramai kala ibu mereka, Yura Keisha Rimoar telah keluar dari ruangan khusus perawatannya didalam rumah itu, yang membuat seluruh adik dari Kayvan Tian berlomba-lomba untuk mengadukan apa yang terjadi, dan akhirnya suara hingar bingar itupun berlanjut hingga mereka melaju menuju kediaman keluarga besar Kentara disentul itu.

The second clan family of Kentara. 17 May 2024, 20.45


Polo shirt hitam kedua yang kancing atasnya dibiarkan terbuka dipadukan dengan celana pendek berwarna senada sangat melengkapi penampilan seorang lelaki yang saat ini setengah berlari kearah mobil mini cooper dengan warna merah menyala itu, “Why you bring this car sih?” ucap lelaki yang baru saja memakai sabuk pengamannya dan membenarkan tatanan rambutnya yang sedikit tertiup angin tadi.

Pria disebelahnya berdecak sebentar, “Udah lama gak dipake ini tuh, Dom, mumpung balik kerumah jadi sekalian mau diganti sama porsche or bmw yang dirumah aja.” ucap kelaki dengan lesung pipi itu, “Lagian lo tinggal duduk aja, ribet banget dah.” Arvel Julian mengucapkannya seraya memutarkan stir mobil digenggamannya, lalu keluar dari pekarangan parkir kampus tempat saudara kembarnya mengajar itu.

“Tadi gue dikir dijemput sama cewek, gara-gara lo pake cooper.” Domicia mengucapkannya seraya memfokuskan pandangannya kearah layar lebar didepannya, “Eh nanti pickup dulu ya, gue tadi pesen boba sama croffle gitu. Tinggal ambil.” ucapannya itu langsung dibalas anggukan oleh saudara kembarnya.

“Udah kali Dom kerjanya, masih ada hari esok anjir. Lagian lo malem-malem gini ke kampus dah, mana santai banget bajunya”

“Tadi tuh gue cuman mau ngecek loker gue sama ngobrol beberapa hal sama si dosen satunya, terus juga ini gue tinggal upload soal ujian doang anjir sama upload ppt ajar di gdrive, biar besok tuh gue bebas gitu, tinggal minggu kirim link gdrivenya deh.” dan lagi ucapannya hanya dibalas anggukkan oleh orang disebelahnya.

Waktu yang mereka tempuh tak terasa lama karena malam ini tidak tahu mengapa jalanan yang mereka lewati sungguh lenggang, kedua lelaki itupun memasukki kediaman keluarga mereka, disambut dengan beberapa sapaan dari para pekerja rumahnya, lalu keduanyapun saling berpisah melanjutkan kegiatan yang hendak mereka lakukan.

Domicia mengetuk tiga kali pintu yang berada didepannya, kala sautan sudah ia dapatkan dari balik pintu, ia langsung menekan knop pintu didepannya, “LOH? KOK MAS DOMI DISINI?” suara sedikit berat itu langsung menyambutnya kala ia menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

“Emang mas Domi gak boleh pulang? Adek lagi apa? Anesh udah pulang juga kan?” ucap Domicia seraya masuk kedalam kamar adik bungsunya,

“Tadi Anesh sama Alesh pulang bareng kok, tapi sepertinya tadi Anesh langsung tidur saat aku makan. Dad tadi telfon dad nungguin mom sama mas Daven, terus mereka dinner diluar.” ucap Ailesh dengan masih menatap layar komputer didepannya, dan tanpa sama sekali menatap masnya yang ia sudah tahu pasti telah duduk diatas tempat tidur yang kasurnya dibalut oleh seprai hijau tua.

Bunyi knop pintu yang dibuka sedikit keras menginstrupsi mereka, “Hey boy, lagi ngapain kamu?” senyuman lesung pipi yang sedikit lebar itu langsung muncul tepat didepan pintu kamar Ailesh,

“Kalian kenapa tiba-tiba pulang deh? katanya besok mau nyusul.” itu suara Avanesh yang baru saja muncul disela tangan dari masnya yang sedang bersandar pada tembok disampingnya, suaranya masih terlihat lemah seperti orang yang baru saja bangun dari tidurnya, “Why mas Arvel yang bangunin aku? Kenapa gak you aja mas?” Avanesh mengucapkannya seraya menatap kearah depannya, tempat dimana kembaran seorang Arvel sedang duduk diatas tempat tidur dari Ailesh, Arvel yang mendengar itu langsung mengacak rambut adiknya itu dengan gemasnya, “IHH KUSUT NANTI RAMBUT KU!” protes Avanesh yang memang sedang berada disampingnya, bersender pada tembok yang menjadi tumpuan Arvel pula.

“Udah udah, eh mas itu bawa kokumi dek sama croffle dear butter kesukaan kalian.” suara Domicia menengahi pertengkaran kecil antara adiknya dengan kembarannya itu.

Topping caramel coklat?”

“Iya. Topping caramel coklat.” itu suara Arvel yang menjawab pertanyaan dari Ailesh yang masih memperhatikan layar komputer didepannya, “Adek lagi apa sih? Sibuk amat.” ucapnya yang langsung dibalas dengusan sebal oleh adik bungsunya itu.

“Ih nih.” Ailesh mengucapkannya seraya memutar layar yang tadi berhadapan dengannya, “Tugas bikin poster, aku tuh bingung banget dari tadi mau gimana designnya.” ucapnya yang langsung menutup beberapa aplikasi yang tadi ia buka, “Udahlah, sepertinya aku butuh asupan dulu, biar idenya keluar.” ucapnya seraya berdiri dari kursi abu-abu yang ia duduki selama satu setengah jam itu.

Kedua mas dari Ailesh dan Avanesh itu hanya saling tatap dan langsung tertawa kecil memperhatikan kedua adiknya, yang menurut mereka masih tidak banyak berubah walau mereka kini telah berada dibangku kuliah semester 5 itu.

Suasana ruang tengah dari keluarga kedua dalam keluarga besar Kentarapun terlihat cukup ramai, sayup sayup suara televisi yang sedang menampilkan film animasi marvel dan juga perbincangan kecil yang beberapa kali mengundang tawapun kian menghiasi suara dalam ruangan tersebut.


18 May 2024, 09.08

Suara langkah kaki yang beriringan terdengar sampai ke ruang makan yang berada dikediaman Yusril Adrian Kentara ini, ia sudah tahu siapa yang akan muncul dihadapannya, ya siapa lagi kalo bukan dua pasangan kembar putranya itu, “Good morning boys.”

Good morning, dad.”

Morning, dad.” sapa bergantian dari keempat pemuda yang baru saja masuk ke ruang makan yang diominasi warna putih itu.

Where's Mom and mas Daven?” ucap Arvel seraya duduk pada tempatnya.

“Sudah berangkat sedari jam 8. Mereka ke sentulnya nyusul nanti, jadi nanti kita hanya berlima saja ya.” ucap Yusril menjelaskan kepada para putranya itu, yang langsung dibalas anggukan serempak dari mereka.

“Tapi mereka bakal dianter pak Aji kan, dad? Maksudnya biar bisa pulang bareng gitu.” ucap Domicia seraya mengoleskan selai kepada roti yang akan ia berikan kepada kedua adiknya yang saat ini sibuk berdebat tentang sesuatu yang ada pada layar telephon genggam dari Ailesh. Ucapan Domicia langsung dibalas anggukkan oleh Dad-nya itu.

Ailesh mengucapkan terimakasih kepada Domicia dan pekerja dirumahnya yang baru saja menuangkan susu kedalam gelasnya, “Terus kita mau berangkat jam berapa? After lunch?” Ailesh mengucapkannya seraya memasukkan rotinya kedalam mulutnya.

“Ih Alesh remahannya kemana-mana, ditadahin dong, Lesh.” ucapan protes Avanesh langsung mengundang gelengan kepala dari ketiga orang yang lebih dewasa dari Ailesh dan Avanesh,

“Sebelum lunch aja ya? Sekitar jam 11 aja, gimana?” ucapan dari pemegang kekuasaan dirumahpun langsung dibalas anggukan serempak lagi.

Lunch dimana kita?”

“Di rest area ajalah, biar lebih gampang.” ucap Domicia yang langsung disetujui oleh keluarganya itu, “I'll drive, dad. Pake yang pajero hitam aja ya? kita gausah bawa apa-apa kan? I mean beberapa baju kan ada dirumah yang setul.”

“Iya. Yang lain juga pasti gak pada bawa baju, paling juga itu baju-baju kita udah dilaundry sama eyang uti.” Yusril mengucapkannya seraya meminum air didepannya.

Dan obrolan yang cukup hangat didalam ruang makan keluarga kedua itupun mengisi keseluruhan kegiatan pagi mereka semua sebeleum mereka berangkat menuju rumah sentul keluarga besar Kentara.

The first clan family of Kentara. 17 May 2024, 21.45


Laki-laki dengan kaus hitam tanpa lengan itu terus mengeluarkan umpatan kekesalannya terhadap layar didepannya yang sedang menampilkan permainan online yang sedang ia mainkan, “Ah shit bego lu mah” Edhan Samudera menyuarakan kekesalannya lagi.

Ketukkan ketiga kalinya pada pintu hitam yang ada tak jauh dari dirinya membuat Edhan langsung melepaskan headphone hitam yang ia gunakan sedari tadi, dirinya langsung menghampir pintu itu dan langsung membuka pintu tersebut,

“Aden bi Nah mau pulang, tapi atuh aden Edhan sama aden Aydhan mau makan apa? soalnya teh nyonya sama tuan belum pulang.”

“Tanya ke Aydhan aja bi, dia mau makan apa, aku ikut.” setelah Edhan menyuarakan jawabannya wanita paruh baya yang saat ini didepannyapun langsung mengangguk dan berpamitan, Edhan sangat yakin wanita itu langsung menuju pintu coklat yang berada diujung lorong didepan kamarnya itu.

Selang beberapa menit laki-laki berkaus putih dengan celana olahraga hitam mengetuk pintu hitam didepannya, tak lama wajah dari seorang yang ia sangat ketahui muncul dibalik pintunya, “Makanannya dimeja makan ya, gue beli wings gitu, yang punya lo yang pedes.”

“Bi Nah udah pulang?” ucapannya dibalas anggukan oleh seseorang dari lawan bicaranya itu, “Ayah sama Bunda belum pulang?”

“Belum, tapi mas Rama baru aja pulang sih tadi, paling Ayah sama Bunda juga dikit lagi, tapi mas Rama tadi juga ngobrol selewat terus langsung ke kamar, cape sih pasti.”

Edhanpun menganggukkan kepalanya tanda mengerti, seperti inilah kesehariannya, makan malam biasanya hanya dirinya dengan Aydhan atau bertiga dengan Bundanya, para kedua masnya terbiasa tinggal diapartement pribadi mereka karena lebih dekat dengan kantor dan rumah sakit tempat mereka berkerja, sedangkan Ayah mereka tak jarang pulang larut atau bahkan tidak pulang karena harus melakukan perjalanan bisnis, tetapi tak jarang juga ketika Bundanya sibuk dengan kegiatannya Aydhan dan Edhan lebih sering makan malam diluar sendiri-sendiri.

Aydhan berpamitan dengan Edhan kembali ke kamarnya, dan langsung menutup kamarnya dan menguncinya, menyalakan komputernya dan mulai tenggelam pada aplikasi edit photo yang memang sedari tadi ia sedang jalankan.

Dan semakin malam suasana dirumah keluarga pertama dari keluarga besar Kentara itupun semakin sunyi dan senyap.


18 May 2024, 13.25

Suasana makan siang dikediaman Dion Ario Kentara selaku anak pertama dari keluarga Kentara saat ini tampak sunyi, hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang mewadahi makanan yang sedang mereka santap.

Laki-laki dengan kaus putih yang dibalut dengan vest berwarna senada dan celana creamnya itu memasukki kediamannya yang memang terasa sunyi itu, suara dentingan sendok dan garpu dari arah ruang makan menyambutnya, “Byant pulang.” ucap Byantara seraya mengangkat kacamata hitamnya keatas guna menyanggah rambutnya pada sisi depan.

You late, Byantara Nanda Kentara.” suara lembut nan tegas dari satu-satunya wanita yang ada disana dan menatap kearah putra keduanya itu dengan sedikit tajam.

Byantara yang melihat itu terkekeh sebentar lalu dengan cepat memeluk tubuh sang Bunda dan mendaratkan kecupan-kecupan ringan ke pipi yang saat ini dihiasi dengan rona merah muda, “Maaf Bundaaa, tadi pagi pas mau berangkat tiba-tiba ada pasien yang nyariin Byant gitu, terus pas udah selesai ngurus pasiennya Byant balik dulu ke apart ganti baju, kan gak mungkin Byant pakai baju yang bekas dari rumah sakit.”

“Hadeh iyaiya udah udah gak usah diciumin mulu Bundanya tuh, cepat cari pacar deh.”

“Gak ah orang masih ada Bunda yang bisa Byant peluk-peluk sama cium.” ucap Byant seraya langsung duduk ke samping Ramadella yang memang merupakan tempat biasanya ia duduk.

“Ya beda dong Byant, liat tuh mas mu udah ngenalin perempuan loh.” ucapan dari Arshella atau yang akrab disapa Bunda Ella itupun langsung membuat Ramadella tersedak dari acara minumnya,

“Bunda. Udah gak usah dibahas lagi.” ucap Ramadella dengan gaya tersipunya.

Edhan dan Aydhan yang merasa penasaranpun langsung menunjukkan atensinya itu, dan melirik kemereka.

“Siapa kemarin namanya itu? Ayah lupa, Ah Jo jo siapa gitu.”

“Jovanka, Ay.”

“LOH?! JOVANKA ALYA?! HAH?! demi apa sih mas? itu mah teman SMAku!! Dia sekarang model di agensinya om Yusril kan?”

Ramadellapun menganggukkan kepalanya, “Iya dia model agensinya om Yusril, sebelum kalian nanya, let mas tell you all first.” ucap Ramadella menelisik kemata para adiknya, kedua orang tuanya telah tau apa yang ingin Ramadella bicarakan, pasalnya malam setelah kepulangannya ia langsung dihampiri oleh Bundanya dikantornya itu, dan Ayahnya juga yang menanyakan setelah meeting report mereka, ya memang Ramadella merupakan seorang direktur utama dari salah satu perusahaan keluarganya, The Ameir Hotel Company, yang saat ini telah merajai bisnis perhotelan didalam asia. Ramadella menelan minuman yang baru saja ia teguk itu, kembali menelisik ke mata para adiknya, “Pertama, yes her name is Jovanka Alya, model, pemain ftv dan film seperti mas Daven, mas Arvel, tante Rene dan tante Yohana, mas sama dia sudah menginjak 3 tahun sepertinya, dan part paling pentingnya adalah media atau publik gak tau kalau Jovanka having something with me, jadi hati-hati.” dan ucapan Ramadella sukses dimengerti oleh para adiknya.

Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan pada Ramadella dari mulut Byantara dan Aydhan yang memang merasa penjelasan Ramadella tadi belum sampai pada titik detail, walau sudah mereka mengerti, sedangkan Edhan hanya mendengarkan tanpa mau ikut ambil andil dalam mengajukkan pertanyaan.

Kepala keluarga dari keluarga itupun berdiri dengan gagah, dengan penampilan santai yang hanya mengenakkan kemeja hitam dan celana jeansnya itu dan tanpa tatanan rambut rapih seperti biasanya, “Ok. Enough boys. Lanjut ngobrolnya dimobil aja, kita harus berangkat sekarang, udah jam 3 sore ini soalnya. Bund, jangan lupa yang mau dibawa. Pakai mobil apa ya enaknya?”

“Alphard aja lah Ay, biar enak. Aku yang nyetir aja.” ucap Ramadella menjawab Ayahnya itu dan langsung membuat seluruh keluarganya ikut bergerak meninggalkan kediaman mereka dan langsung melaju kearah rumah sentul keluarga besar Kentara.

it's Aidan time #2.


Aidan Zavier Kentara seumur hidupnya tidak merasakan gugup teramat sangat sampai telapak tangannya terasa dingin dan pelipisnya yang mengeluarkan keringat padahal ruangan yang sekarang ia tempati sangat sejuk itu, dirinya telah memaparkan seluruh rencana perusahaannya kedepan, segala aspek telah dia jelaskan, bahkan rencana perusahaannya pada 5 tahun pertama mereka telah ia buat, dan target-target klien yang akan dia rangkul bahkan telah ia pikirkan, dan saat ini matanya menelisik bergantian kearah ke empat orang didepannya, dan dua lainnya pada layar besar di sampingnya, Ramadella Ananta Kentara, sesekali mengerutkan dahinya seperti berpikir, melihat beberapa kali proposal yang telah dicetak jelas oleh Aidan tadi, sedangkan Kayvan Tian Kentara sudah mulai menggelengkan kepalanya ntah apa yang dipikirannya, dan kedua orang lagi yang berada didalam ruangan itu bak seorang penguji sidang akhir, Davendra Argha Kentara dan Andara Putra Julian terlihat sedikit lebih santai karena mereka hanya akan mengikuti keduanya yang lain, sedangkan dilayar lebar didepannya menampakkan kedua orang yang telah siap mengajukan beberapa pertanyaan, Satria Djuandra Gemintang, seorang pebisnis handal pada segala bidang, tetapi bidang properti adalah ranah jagoannya, sedangkan satu orang lagi yang saat ini seperti sedang berbicara kepada seseorang ditempatnya yang jauh itu, Bagaskara Adriel Yuleos, bisnisnya sebelas duabelas dengan Kayvan Tian, hanya bedanya ia juga seorang pebisnis handal pada bidang makanan dan minuman itu,

Ramadella berdeham sebentar mengajukan beberapa pertanyaan demi pertanyaan yang membuat Aidan beberapa kali harus berpikir keras, ditambah seorang Satira dan juga Bagaskara yang juga tidak mau kalah dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Aidan. Menit demi menit, berganti jam, perdebatan akan jawaban Aidan dan saling tanyapun terjadi diantara ketiga sahabat yang telah lama bersama itu, sedangkan sisanya hanya menonton saja, dan akhirnya semua jawaban dan perdebatan yang Aidan berikan kepada ketiganya berlabuh pada titik temu, dan langsung membuat Aidan menghela napasnya pelan.

Ketika Aidan mulai merasakan bebannya terangkat perlahan, tiba saat itu seorang Kayvan yang sedari tadi hanya menimpali sarannya seperti Putra dan juga Davendra, akhirnya mengangkat lengan sebelah kanannya, “Sekarang giliran saya bertanya kepada anda kan?” tutur kata seorang Kayvan tak kalah baku seperti Ramadella, Satria dan Bagas tadi ketika mengajukkan pertanyaan dan perdebatan, malam ini memang mereka semua memposisikan sesuai dengan apa yang seharusnya.

Aidan menganggukkan kepalanya, meremas sedikit bahan celananya yang saat ini ia gunakan -tentunya hal itu hanya diketahui oleh Aidan saja- dan memfokuskan dirinya pada apapun yang keluar dari mulut seorang Kayvan, “Bisa tolong perkenalkan rekan kamu lagi? along with their last name” Aidan mengangguk, sejujurnya ia sengaja tadi ketika menjelaskan semua isi dalam proposalnya tidak terlalu mengenalkan nama belakang atau bisa dibilang latar belakang keluarga dari partnernya itu.

“Arditto Roshi Adrian, anak kedua dari pasangan Adrian Tanusutedja dan Vina Kameswari, well yang semua khalayak tau Adrian Tanusutedja pemilik beberapa mal dikota besar seperti Surabaya, Bandung dan Bali, sedangkan Vina Kameswari, dikenal sebagai kolektor tas branded dan berlian, sosialita ibu kota. Lalu, ada Fabian Arka Zivonka, anak terakhir dari pasangan Xavier Zivonka, dan Bella Andita, keluarganya berbisnis disegala bidang, dan salah satunya perhiasan.”

“Bella Andita? pemilik Zi-Vo Jewelry?” pertanyaan dari Davendra dibalas dengan anggukan oleh Aidan yang langsung dibalas anggukan mengerti dari seorang Davendra.

Your CMO? Gak ada? atau gimana?” Ramadella bertanya dengan wajahnya yang terbilang tegas, kalau soal bisnis, sosok yang akan ditemui adalah sosok Ramadella Kentara, bukan Ramadella seperti biasanya, pertanyaan Ramadella hanya dibalas anggukan ragu oleh Aidan, karena sebenarnya Aidan sendiri bertanya pada dirinya butuh kah ia seorang CMO, “Arvel Julian Kentara.” seseorang yang memang sedari tadi berada diruangan itu beserta dengan kembaran dan kedua masnya langsung menegakkan dirinya, dan menatap ke arah manik mata seorang Ramadella,

“Kenapa mas?” Arvel dengan wajah bertanya dan tatapan bertanya itupun segera membuat Kegan terkekeh sebentar, karena Kegan tau bahwa adik laki-lakinya tidak terlalu memperhatikan sedari tadi.

“Jadi CMO di Aidan's company, ok?” Arvel yang mendengar hal tersebut langsung menatap kearah manik mata saudara laki-lakinya yang masih ada didepannya dengan tatapan bertanya atau seakan meminta persetujuan kepada Aidan Zavier, orang pada malam ini menjadi pemeran utama, Aidan yang merasa hal ini cukup bagus bagi dirinya, segera menganggukkan kepalanya, ia mengangguk bukan semata takut dengan Ramadella, tapi ia tau bahwa saudaranya itu bisa, dan seorang Ramadella tidak pernah asal dalam berkata.

Arvel langsung menghela napasnya, dan berpikir sejenak, ia telah diberikan anggukkan oleh kembarannya, kedua mas tertuanya, dan seorang Byantara dan juga Kegan, tentunya, “Saya harus urus cafe dulu. Kalau cafe sudah auto pilot, saya bisa bergabung.” dan akhirnya perusahaan yang akan Aidan buat nanti, dicampuri dengan tangan sosok paling dekatnya itu.

Kayvan berdeham cukup keras, membuat euforia yang ada pada ruangan itu seketika kembali tegang, Satria, Bagas dan Putra telah berpamitan terlebih dahulu karena telah merasa tugasnya disana selesai. Kayvan menatap kearah Aidan, “Botulinum gimana jadinya? kamu gak bisa dong cabut tanpa tanggung jawab.”

“Saya yang bakal ambil alih, mas. Semua kasus yang Aidan ambil diBotulinum, dialihkan ke saya.” suara Kegan keluar dengan tegas dan amat lancar, tapi itu membuat seorang Kayvan cukup sedikit kesal.

“Kamu gak perlu ngorbanin pekerjaan kecintaan mu, Kegan. Urusi saja balap mu.”

“Saya sudah resmi pensiun mas dari Motogp.”

“KEGAN!” itu suara Byantara yang tak sadar akan mengeluarkan suaranya yang meninggi, “Lo bilang itu belum final decision lo?!” ucap Byantara kesal karena setaunya terakhir Kegan masih ragu akan hal tersebut.

Kegan menyisir rambutnya kebelakang, lalu mengusap wajahnya, ia mengetikkan beberapa hal pada telepon genggamnya, lalu mengangkat telepon genggamnya mendekat kearah telinganya. “Yes, Mr. Bardolf, you can announce my retired now. I'm sorry, Mr. Bardolf, And thank you for all of the memories back then. Yes, yes of course, anytime, Mr. Bardolf. Yeah, you too, have a good day.” dan Keganpun kembali menatap semua wajah sepupunya, “It's final. Beritanya udah mulai dikeluarin. 10 tahun sudah cukup bagi saya untuk mangkir dari kewajiban saya untuk berperan sebagai mas yang akan selalu ada untuk menjadi pengganti dari adiknya jika adiknya itu tidak bisa kan?”

Kayvan yang hendak mengeluarkan ucapannya lagi, langsung ditahan pundaknya oleh Davendra, yang langsung menatapnya serta menganggukkan kepalanya, “You should accept that decision, Kayvan.” dan malam itu semua keputusan Aidan untuk dirinya sendiri, semua keputusan Kegan untuk dirinya kedepan, dan semua yang Kayvan rencanakan untuk para adiknya itu, harus ia rombak kembali, guna mengadaptasikan dengan keadaan para adiknya saat ini.

Makan malam The Kentara.


Seluruh anggota keluarga dari Kentara bersaudara kini mulai menduduki kursi yang biasa mereka tempati untuk makan malam, sebenarnya terkadang mereka bebas menempati tempat mana saja, hanya sekarang sepertinya suasana diantara mereka belum bisa dibilang biasa saja dikarenakan kejadian malam itu, dimana semua amarah dari Kentara bersaudara meluap.

Byantara dan juga Aydhan yang memang sejak 5 tahun setelah kepergian para orang tua mereka memiliki tanggung jawab akan makanan pada sarapan dan makan malam seluruh keluarganya itu, saat ini sedang mempersiapkan makanan-makanan yang memang sudah dibeli oleh Aydhan, menaruh satu persatu kedepan para pemilik makanan tersebut, Aydhan menduduki bangku yang bersisian dengan Edhan dan Affandra, sedangkan Byantara yang berada didepan Edhan kini bersisian dengan Kegan dan juga Domicia, setelah Byantara duduk nyaman ditempatnya, panjatan doa yang biasanya mereka lakukan sebelum menyantap makan malam dan sarapanpun dimulai, “Terimakasih tuhan atas makanannya pada malam hari ini, kami sangat mensyukurinya. Semoga kami bisa selalu menikmati setiap nikmatmu pada hari-hari selanjutnya” ucapan dari Ramedella dibalas dengan anggukan serempak dan kata amen didalam hati mereka, tentunya.

Saut menyaut obrolan yang biasanya akan terdengar kini seakan redup, menyisakan saling tatap antara satu dengan yang lainnya seakan meminta tolong untuk menyudahi keheningan yang sedikit canggung ini,

Alsava Dayana, yang memang sedari tadi memperhatikan para saudaranya melemparkan tatapan akhirnya berdeham, melihat ke satu persatu manik para saudaranya, dan yang terakhir, ke manik mata para mas tertuanya, Dayana berdeham sekali lagi, guna meringankan tenggorokannya yang sebenarnya tidak terlalu gatal itu, meminum kembali minuman yang ada didepannya, lalu mengehela napasnya, sapuan tangan lembut pada tangan kanan dan juga punggungnya itu sangat amat membantu dirinya sekarang, ucapan terimakasih tanpa suara kepada Ailesh Reka, dan Avanesh Reka yang memang sedari tadi memenangkannyapun bisa dimengerti oleh keduanya,

“Aku... Mau... Minta maaf mas.” ucapan Dayana sedikit melemas, dengan jeda tiap katanya yang lumayan lama. Dayanapun menghembuskan napasnya secara perlahan, “Kemarin, aku terlalu emosi nanggepin para mas, dan seharusnya gak seperti itu, karena seharusnya aku minta maaf sama para mas, karena aku salah disana, gak seharusnya aku kaya gitu kan... Maaf mas, aku minta maaf..” ucapan terakhir Dayana berhasil meloloskan air mata yang sempat ditahannya tadi, ia merutuki dirinya sendiri mengapa ia sunggu cengeng saat ini,

Tidak ada yang berani bersuara, tidak ada yang berani membalas, karena sejatinya mereka juga menunggu sang mas paling tua untuk menanggapinya terlebih dahulu sebelum mereka, mendahulukan yang tua dapat berarti menghormati mereka itu lah yang selalu mereka pegang teguh agar tidak berperilaku seenaknya, Ramadella yang sedari tadi masih terus memakan makanannya kala Dayana mengeluarkan sepatah katanya, kini ikut melihat kearah satu persatu para adiknya, Ia sangat tau bahwa para adiknya menunggu responnya.

“Para mas juga minta maaf sama Dayana, karena respon kita juga cukup keterlaluan selama ini.” ucapan Ramadella berhasil membuat dirinya kini menjadi pusat perhatian, tatapan tanya dari manik mata Kayvan dan Davendra menyerang ke dalam maniknya, “Kenapa? pada gak mau minta maaf juga? siapa yang ngajarin seangkuh itu?” Ramadella meminum minuman berwarna kemerahan didepannya, lalu melihat satu persatu para adik laki-lakinya, “Kita harus akui kalau kita salah juga malam itu, kita terlalu keras kan? tapi Alsava..” Ramadella menatap manik kecoklatan sang adik perempuan yang saat ini membeku ditempatnya kala ia mendengar nama depannya disebut, “Kemarin itu terakhir. Jangan mentang-mentang kamu sudah 20 tahun, dan mas Kayvan tau semua lokasi kamu, terus kamu jadi menganggap enteng. Permasalahan disini gak bakal ada kalau kamu gak seperti itu kemarin. Kamu itu perempuan, lebih riskan untuk dapat perlakuan jahat dari sekitar, kami semua percaya sama kamu, tapi ingat, kami gak akan pernah percaya sama lingkungan sekitar kamu.”

ucapan terakhir dari Ramadella membuat semuanya mengangguk setuju, para mas dari Dayana satu persatu mulai menghampiri Dayana dan merangkul pundak hingga memeluknya, menghantarkan rasa sayang dan permintaan maaf mereka, tidak ada kata-kata yang terlampau berlebihan, dan tidak disuarakan dengan lantang, hanya bisikan bisikan kata maaf dan kata sayang yang langsung mereka bisikan tepat didepan telinga dari adik perempuan mereka, pusat semesta mereka, dan seseorang yang akan selalu mereka perjuangkan secara bersamaan, hanya Alsava Dayana Kentara, yang bisa membuat ke-14 kepala dari Kentara bersaudara menjadi satu titik.

Kantin Fakultas Komunikasi, Universitas Lyxion Jakarta.


Turtle neck hitam dengan model yang sangat pas dengan tubuh dilengkapi dengan loose pants abu-abu dan topi hitam dengan merek ternama telah sempurna melengkapi penampilan seorang gadis bersurai gelombang kecoklatan yang kini ia biarkan tanpa tatanan apapun, sedari dirinya memasukki kawasan kantin yang didesign dengan minimalis dan cukup luas ini, ia langsung memikat seluruh perhatian dari orang-orang yang memang sedang menikmati santapan sore mereka, dengan semakin merapatkan topi dan tote bag hitam yang ia kenakan sekarang, ia melenggang dengan tatapan tertuju pada satu titik. Dan berhasil duduk dengan nyaman disamping seseorang dengan laki-laki bertubuh sedikit lebih pendek dari laki-laki didepannya, yang saat ini telah menatap dengan jengkel dirinya.

“Oh, come on mau sampe kapan sih lo mau marah sama gue? harus berapa kali minta maaf lagi?” ucap gadis tersebut, Dayana, Alsava Dayana kini tetap menatap kedepan, kearah wajah dengan rahang tegas yang balik menatapnya kembali,

“Makan gak?”

Dayana berdecak sebal, pasalnya kalimat yang tadi ia lontarkan tidak digubris sama sekali oleh orang tersebut, “Iya, tapi lo- IHHH GUE BELOM SELESAI NGOMONG AILESH REKA!!” ucapan sedikit teriak oleh Dayana berhasil membuat beberapa pasang mata yang tersisa diruangan kantin tersebut memperhatikannya,

Easy,Dayana. Gak perlu teriak.” ucap seorang Avanesh yang memang sedari tadi disampingnya dengan masih menatap layar laptopnya itu, “Dia juga tau lo gak bakal mau makan kalau dia gak ngajak ngobrol lo duluan.”

Dayana menoleh kan kepalanya kearah sampingnya, melepas topi hitamnya, lalu menumpu kepalanya itu dengan tangannya, “You still mad?”

We're not mad, we can't. Cukup kesel aja,” Avanesh mengehela napasnya dan kemudian menatap kearah saudara sepupunya itu, “Lo tau kan dimana kesalahan lo?” pertanyaan Avanesh langsung mendapatkan anggukan dari seorang Dayana, “Jangan lakuin lagi. Gue kan udah pernah bilang sama lo, hidup gue, hidup Ailesh, hidup para mas, dan hidup lo itu bukan cuman punya diri lo sendiri, so if some bad things happen to you, yang bakalan hancur bukan cuman lo doang, tapi kita semua. You get it?” kalimat tanya terakhir dari seorang Avaneshpun diabalas anggukan jelas oleh Dayana.

Selang beberapa lama, seorang Aileshpun datang membawa beberapa makanan untuknya dan kedua saudaranya itu, tak perlu menanyakan saudaranya ingin makanan yang seperti apa, karena ia telah tau dan hapal diluar kepala tentang makanan apa yang akan mereka makan disaat seperti ini, seperti sekarang ia menyerahkan satu ayam geprek dengan level cukup pedas dan es teh manis yang telah dibelinya kehadapan Dayana, disisi lain Avanesh telah mengambil semangkuk mie ayamnya dan segelas es jeruknya itu,

“Maaf...” ucapan pasrah dari Dayana membuat seorang Ailesh Reka menengokkan kepalanya kearah Avanesh, yang langsung dibalas oleh Avanesh dengan mengangkat kedua bahunya seakan acuh, Dayana menghela napasnya ketika melihat reaksi dari kedua saudaranya itu, “Maaf karena udah bikin kalian khawatir, dan jadi nyusahin kalian, maaf ya, janji gak akan bikin khawatir dan nyusahin lagi.”

“AWWW! AILESH!” Dayana merintih kesakitan setelah kepalanya dipukul dengan sendok yang digenggam oleh Ailesh, “Sakit ih!”

“Sukurin. Makanya gausah bandel. Lagian, apaan tuh tadi omongannya. Ya ga akan bikin khawatir oke lah gue terima, tapi gak buat gak nyusahin lagi ya. I've told you before, kan? Sekarang lo gak sendiri, ada gue dan ada Anesh, jadi use us untuk kepentingan lo, entah itu nyusahin, atau gak.”

“Dih! Ogah ah, gak mau gue disusahin dia, lo aja lah.” Avanesh mengungkapkannya seraya menyeruput kembali es jeruk yang ada didepannya, dan ucapannyapun mampu membuat bercanda bercandaan tercipta kembali diantara mereka.

Tenang, dan hening, hanya beberapa obrolan ringan yang menemani santap sore mereka hari ini, Ailesh yang memang terkenal paling cepat menghabiskan makanannya diantara mereka mulai mengelap sisa makanan dimulutnya, dan menegak air yang berada didalam botol minuman kemasan disebelah piring makannya itu, “So, Day, you two have a things, right?”

Two? Siapa?”

Ailesh berdecak sedikit sebal dengan tingkah kepura-puraan dari Dayana tadi, “Lo sama kak Reygas,” suara tenggorokan tersedak langsung keluar dari diri Dayana seakan membalas ucapan seorang Ailesh yang memang membuat Dayana terkejut.

“Lo tau kan jawabannya apa. Gak ada apa-apa, Lesh.” Dayana masih menyuapkan beberapa makanan yang tersisa dipiringnya.

“Tapi lo berdua sering jalan, dan bukannya sering chatan juga?” pertanyaan Ailesh sukses mencuri atensi dari saudara kembar didepannya, yang langsung menengokkan kepalanya kearah Dayana,

“Lo sering chatan?”

“Gak sering ih apaan sih, cuman beberapa kali, jalan kan juga sama lo pada juga seringnya.”

He's nice to you, kan?” ucap Ailesh menyelidik kearah manik mata Dayana, dan langsung dibalas anggukan serta sekelebat binar disana.

He's nice, maybe too nice? Haha I don't know sih, dia baik sama gue doang atau sama yang lain juga, but can I be honest with you guys?” ucapan Dayana langsung dibalas anggukkan dengan cepat oleh kedua saudaranya, “Kayanya gue baper sih sama dia, maksudnya kaya there's sparkling when he call me cantik or when he call me babe, well I know, mungkin dia bercanda aja tapi kaya.... gak tau lah,”

“Kita sama para mas sering manggil lo gitu,”

“Iya bener kata Anesh, kita sering manggil lo gitu,”

ucapan balasan dari kedua saudaranya berhasil menciptakan putaran pada mata Dayana dengan jengkelnya, “Ya beda gitu loh, paham gak sih? kaya beneran beda sumpah deh. Dan gue gak ngerti kenapa.”

“Lo udah berapa lama sih sama dia, Day? no, I mean, deket gitu kaya jalan atau chatannya,”

“Dari lulus SMA, berarti berapa? arround 2 or 3 years berarti.”

“Selama itu dia nge-treat seakan dia itu cowok lo gitu? maksudnya ya kaya calling you babe or pretty or rub your head or patting your head gitu?” Dayana terlihat kaget dan sedikit kikuk kala mendengar kalimat pertanyaan terakhir dari seorang Ailesh yang membuat seorang Ailesh juga tersenyum mengejek, “Gue liat kali, even kita jalan bertiga, but you both having a live in different zone.”

Dayana mulain berpikir sejenak, mulai mengulang kembali beberapa memori sampai akhirnya ia berhenti disatu titik, “Enggak, baru kaya gitu pas Commufest waktu kita maba itu, yang dia jadi pendamping gue pas jadi koor acara,”

Avanesh menutup laptopnya, lalu meminum air jeruk yang sudah bercampur dengan esnya yang telah meleleh karena lama ia diamkan, menatap bergantian kearah dua saudara sepupunya yang masih diam, yang tadi hanya diakhiri dengan anggukan seorang Ailesh saja seperti menandakan ia mengerti apa maksud Dayana, “Tapi Day, you really having feeling for him, or you just fallin for the idea of him?” kerutan tampak didahi kedua sepupunya, kalimat tanya dari Avanesh berhasil membuat keduanya bingung,

“Maksudnya?” Dayana menumpu kepalanya yang ia turunkan kemeja itu dengan lengannya,

“Ya lo beneran baper sama dia, atau cuman kaya baper karena sikap dia begitu sama lo. Paham gak?”

Dayana menganggukkan kepalanya dengan perlahan, raut wajahnya masih menampakkan tanda tanya besar, kala Avanesh ingin membuka suaranya lagi, Dayana langsung menanggapi pertanyaannya tadi, “Iya paham. Tapi sejujurnya juga gak tau, maksudnya gue gak tau apakah ini beneran baper atau hanya gue suka sama sikap dia ke gue,”

Ailesh berdecak, menatap kearah Dayana, dan mengelus pelan surai kecoklatan seorang Dayana, “Lo gak paham sekarang karena lo gak ada pembanding untuk semua ini, jadi lo gak bisa tau itu apa.”

“Loh mas Beno?”

Dayana menepuk pelan bahu Avanesh disampingnya, “NGACO! mas Beno cinta mati sama kak Kiara tau! Gausah ngasal.”

“Ya tapi kan siapa tau, dia lelah dihubungan friendzonenya terus lari ke lo.”

ucapan Avanesh mampu membuat Dayana tertawa singkat seraya menggelengkan kepalanya, seakan ia benar-benar menepis seluruh penuturan seorang Avanesh.

Ketika kedua saudara sepupunya itu sibuk dengan obrolan tentang permainan yang mereka sedang mainkan, Dayana tenggelam dengan pikirannya. Umurnya telah menginjak 21 tahun, diantara Ailesh, Avanesh, dan kedua sahabatnya Deva dan Clara, ia memang lah satu-satunya yang belum sama sekali mengenal apa itu arti suka dengan lawan jenis, bahkan kedua sahabat SMAnya yang dahulu, Kayana dan Fabian, yang sekarang entah bagaimana kabarnya. Dayana menghela napasnya lagi.

Iya, bener kata Anesh, gue gak tau ini gue beneran suka, atau hanya terbuai sama perilaku dia. batinnya memonolog.

Arvel Julian and his closure.


Seorang laki-laki dengan kulit putih bak kertas yang belum tersentuh dengan senyuman memikat yang ia pancarkan keseluruh penjuru ruang lobi fakultas ilmu komunikasi -tempatnya menata masa depannya- dengan sedikit memamerkan lesung pipi yang ia punya dan menyugarkan rambut hitam kecoklatannya, dengan santai masuk semakin dalam kearea lobi, membuat siapapun nona yang melihatnya semakin memancarkan binar dimata mereka.

Sosok perempuan mungil dengan pakaian croptop hitam yang ia padukan dengan loose cardigan berwarna coklat tua dan slim straight denim jeans yang menyempurnakan penampilan sederhananya itu. Hembusan angin dari pendingin ruang menemaninya diruangan yang tidak terlalu luas itu, ia menunggu seseorang, tidak tepatnya ia menunggu kekasihnya, entah sebenarnya apakah ia masih bisa menganggapnya atau tidak setelah foto dari kekasihnya sedang mencumbu seseorang yang ia dapatkan dini hari tadi.

“Sayang, udah lama ya?” laki-laki berlesung pipi dengan senyuman cerahnya itu menghampiri dirinya, hendak merangkum tubuh mungilnya, dan