The Monthly Dinner of Kentara. 18 May 2024, 19.11


Satu persatu dari anggota keluarga besar Kentara mulai memasukki ruang makan yang cukup besar itu, ruangan yang sedari tadi kosong dan sangat sunyi kini mulai ramai dengan beberapa obrolan ringan dari ke 26 anggota keluarga besar Kentara, masing-masing dari mereka menggunakan pakaian yang cukup santai, karena mengingat telah diputuskan semua anggota akan bermalam dirumah itu.

Sayup-sayup obrolan serta canda dan tawa semakin meredup kala semua anggota keluarga mulai duduk dibangku yang masing-masingnya berhadapan dan ditengahi oleh sebuah meja berbahan dasar mamer hitam memanjang, satu-persatu anggota keluarga itu mulai menautkan tangan mereka satu dengan yang lainnya, acara makan akan dimulai, dan pastinya, seperti biasa mereka selalu mendahulukannya dengan doa untuk rasa syukur pada hari ini, “Ucapan terimakasih sebesar-besarnya pada tuhan atas ragam hidangan yang tersaji pada malam hari ini, kami semua sangat mensyukuri semua yang tersaji didepan kami. Semoga kami bisa selalu menikmati setiap nikmatmu pada hari-hari selanjutnya. Amen.” ucapan doa itu tentu disampaikan dari sang kepala teratas dari para kepala keluarga disini, Antonio Kentara, mengucapkannya dengan hikdmat dan langsung mempersilahkan istri, para putra, menantu dan serta para cucu tercintanya menyantap apa yang telah disajikan.

Tidak ada obrolan ringan yang terlontarkan pada acara makan malam itu, semua terdiam menikmati makan malam, karena itulah aturan yang berlaku jika makan malam bersama kedua orang tua tetuah mereka, Eyang dan Eyang uti dari para Kentara bersaudara. Namun, tentunya tawa kecil yang tidak terlalu menyita perhatian masih ada tak bisa dihindari diantara mereka.

Setelah acara makan malam mereka selesai, mereka mulai dengan perbincangan basa-basi yang ringan diantara satu dengan yang lainnya mulai dari keseharian, sampai berita-berita ringan yang mereka dengar.

Antonio Kentara berdeham sebentar memikirkan jawaban untuk pernyataan yang diberikan secara tiba-tiba oleh Kayvan Tian pada mereka semua, tidak, itu lebih kearah pengumuman, ia menyatakan akan segera menikahi tunangannya yang berasal dari keluarga yang hubungannya kurang baik dengan keluarga besarnya itu, “Dad, kalau dad–” ucapan dari Mario ditahan oleh tangan dari seorang Antonio,

“Eyang telah bicarakan perihal ini dengan Abhi Yanuar, kakek dari Alana, dan hasilnya permasalahan yang terjadi diantara kami itu hanya sebatas bisnis saja, tidak ada kearah ranah lain apalagi masalah pribadi, apalagi mengingat kami pernah satu almamater ketika kuliah dulu, jadi Kayvan, lanjutkan.” ucapan dari Eyangnya itu sukses membuat kedua kaki Kayvan melemas dan langsung mengundang tawa dan sikap reflek dari kedua saudara tertuanya yang lain, Ramdella dan Daven langsung sigap memegangi Kayvan yang hendak jatuh itu.

Beberapa anggota muda dari keluarga Kentara itupun mulai keluar satu persatu meninggalkan para tetua dan ketiga mas tertua mereka tentunya yang sedang larut dalam pembicaraan bisnis dan juga kegiatan sosial.

Byantara Nanda menyalakan pemantik api yang ada digenggamannya seraya melihat kearah bawah tempat para adiknya berkumpul, ia tersenyum, disana ia melihat tiga kubu yang berbeda, kubu pertama berisi Domicia, Arvel dan juga Aidan yang sedang terlibat obrolan seru dan serius kebanyakan hanya Arvel dan Aidan yang menimpali satu sama lain, Domicia hanya sebagai pelengkap saja, sedangkan kubu kedua berisi kedua pasang kembar, pasangan kembar Samudera dan pasangan kembar Haris, keduanya cukup terlihat sangat aktif didalam percakapan, beberapa kali seorang Edhan ia lihat mengeratkan rahangnya dan bergerak seakan ingin meninju Basudeo, dan itu membuat Byantara lebih terkekeh, lalu yang ketiga, senyum lembutnya mulai terlihat kala ia melihat interaksi dari 3 orang laki-laki dan 1 perempuan, yang 2 laki-laki diantaranya pasangan kembar Reka, sedang menceramahi seorang Alfa yang ia yakin sedang menanyakan perihal jurusan kampus yang ingin ia pilih, Byantara (mungkin) satu-satunya orang pada persepupuan ini yang mengingat dengan jelas semua pekerjaan atau status pendidikan dari sepupu-sepupunya itu.

Kala ia sedang asik melamun memperhatikan keempat angsa yang sedang berenang bersisian diatas danau buatan dipekaran rumah eyangnya itu, ia merasakan kehadiran seseorang disamping, “Anjir. Lo kalau dateng tuh kasih tanda kek.” ucap Byantara dengan sungutannya membuat laki-laki dengan kaos tanpa lengan berwarna putihnya itu memberikan cengiran lebar kepadanya.

“Hehehe sorry sih, Yant. Ngapain sih lo ngelamun gitu? mikirin utang?”

“Pala lo utang, amit-amit dah, Gan, gue punya utang.” Byantara mengusap dadanya dengan pelan seraya tangan satunya mengarahkan gulungan tembakau yang diapit oleh kedua jarinya, “Mau gak?” Ia menyodorkan kotak persegi merah yang sedari tadi ada diatas meja disebelahnya itu.

Kegan menggelengkan kepalanya, seraya menggoyangkan kotak dengan perpaduan biru dan putih kedepan pandangan Byantara, “Anak ice burst pak dok, gue mah. Gak main yang merah.” tawa ringan Kegan langsung dibalas dengan tawa ringan dari Byantara juga.

Mereka berdua hanyut dalam pikiran mereka masing-masing, dengan masih berdiri dan menumpu tubuh mereka pada balkon besi hitam yang ada didepan mereka seraya melihat kearah danau buatan didepan mereka, “Lo cuti balap, Gan?” ucapan Byantara langsung dibalas anggukkan pasti dari seorang Kegan yang saat ini juga sedang meminum minuman kaleng berwarna merah ditangan sebelah kanannya.

“Kayanya mau retire juga deh gue.” Kegan mengucapkannya dengan seraya menghembuskan kebulan asap yang ada didalam mulutnya. “Udah merasa apa ya, Yant, hmm puas mungkin ya? udah 10 tahun gue ikut race dimotogp, jadi ranking ke 6 racer motogp juga, jadi kaya otak gue bilang kalau udah cukuplah gitu. Apalagi sekarang Deo udah mau lulus.” ucapnya kepada Byant yang langsung membuat Byant menatapnya dengan wajah bertanya, “Ya lo taukan si Deo tuh ngambil teknik sipil, nah gue arsitek, jadi kayanya gue mau bikin konsultan arsitek gitu deh, dimana nantinya dalemnya tuh ya ada sipilnya juga pasti.” ucapan Kegan mulai dimengerti oleh Byantara, dan inilah alasan Byantara sangat menyukai dan menghormati keluarga om Marionya itu, mereka saling melindungi dan saling memikirkan satu sama lainnya.

“Enak ya, Gan, ikut race?”

ucapan Byantara sukses membuat seorang Kegan terenyuh, pasalnya saat dahulu semasa kuliahnya saat ia berlatih untuk karir masa depannya didunia balap, masa berlatih itu ia habiskan dengan Byantara, yang ia yakin dan tahu bahwa mimpinya sama seperti dirinya, tapi bedanya akhir dari mimpinya itu sangat berbeda dengan Kegan, Byantara harus dengan lapang dada mengubur mimpinya kala Ayahnya, Dion Ario Kentara dan Eyangnya, Antonio Kentara, menentang dengan keras keinginannya.

Kegan tersenyum dengan lembut, “Hm kalau gue bilang gak enak, bohong banget jatohnya, tapi kalau gue bilang enak, kesannya kaya semua karir gue mulu-mulus aja, jadi ya middle lah, tapi ya gak sehebat loh sih, Yant. Enggak enggak ini gak semata-mata manis manis gitu anjir.” ucap Kegan meralat perkataannya kala ia melihat respon Byantara yang memincingkan sudut matanya, “Gue beneran, Yant. Gak sehebat lo. Di landasan balap, gue cuman mikirin diri gue sendiri, gimana caranya gue harus menang, dan gimana caranya gue menang tanpa cacat, dalam artian keselamatan gue sendiri.” ia menjeda kalimatnya dengan menghisap gulungan tembakau yang ada ditangannya, “Tapi look at you, dilandasan balap lo, lo gak mikirin menang sendirian tapi lo mikirin menang bareng pasien lo, lo mikirin kesehatan pasien lo, bukan diri lo. Itu, Yant, yang lebih hebat.” ucap Kegan dengan seraya meneguk minuman kalengnya dan sengaja mengedipkan sebelah matanya kearah Byantara.

Byantara terkekeh, “Thanks, Gan. Tapi lo beneran keren kok, dengan semua pencapaian yang lo punya.”

Kegan segera menyugar rambut depannya kebelakang, dan menonjolkan lidahnya yang berada didalam mulutnya, “Emang keren sih gue kata cewek-cewek juga.”

“Basi anjir lu ah.” Byantara tertawa keras membuat beberapa pasang mata melihatnya, tak kecuali Aydhan yang menatap dengan lekat kearah atasnya.

“Sumpah, gue juga bingung mau ngambil S2 dimana, ini gue belum lulus aja ya, mas Kayvan udah nanyain.” ucap Deo yang membuat Aydhan mulai masuk kedalam kenyataan lagi.

“Mas Rama juga kok, udah mulai nanyain mau ngelanjut kemana, ya gak Ay?” ucapan Edhan, saudara kembar Aydhan, dibalas dengan anggukkan olehnya matanya mulai tidak fokus, ia melihat kesekitarnya, obrolan cukup keras yang dibarengi dengan tawa yang tak kalah keras berasal dari dalam rumah kediaman keluarga besarnya itu, ia melihat cukup jelas disana, kedua orang tuanya yang saling merangkul dan sesekali ayahnya itu mencuri kecupan diatas kepala ibunya, ketiga pasangan tante dan omnya yang tak jauh berbeda dengan saling makin mengeratkan rangkulan mereka, dan kedua eyangnya yang walau sudah pada masa tuanya mereka masih duduk tegak disana, Aydhan tersenyum memperhatikan senyuman senyuman mereka satu persatu yang kian melebar. Menikmati semua rasa dan pemandangan yang ia rasakan.

“Ay! Ay! Woy! Bangun anjir! lo pingsan apa gimana sih?” ucapan dengan keras itu seraya goncangan yang cukup keras sukses membuat kedua matanya menatap dengan bingung wajah didepannya, wajah kembarannya yang sangat amat terlihat ada kekhawatiran disana, “Gue panggilin Affand dulu ya bentar, mumpung dia belum berangkat tadi, lo diem disini, jangan gerak!” ucapan tegas yang dilontarkan kembarannya itu semakin membuat Aydhan kebingungan.

Kala dirinya sudah sendiri, ia mulai melihat sekelilingnya, cat tembok berwarna putih keabuan, dengan lemari coklat yang tinggi dan komputer diatas meja belajarnya yang masih menyala itu mulai menyadarkannya, ia menghembuskan napasnya, semua rasa yang tadi ia rasakan ternyata hanya bunga tidur saja, iapun mulai memejamkan matanya dengan erat, menyugarkan rambut depannya kebelakang, dan tak terasa setetes demi tetes air mata dari dalam dirinya mulai keluar dengan sendirinya, bersamaan dengan rasa menyesakkan yang ia rasakan. Semakin lama air mata yang keluar semakin deras, dibarengi dengan isakan kuat dan bahunya yang kian naik turun semakin cepat.

Affandra yang saat itu sudah masuk kedalam mobilnya bersama dengan Basudeo, langsung berlari dengan cukup tergesa kala ia mendengar dari seorang Edhan bahwa suhu tubuh sepupunya itu cukup panas dengan dibarengi oleh kucuran keringat yang membuat kaos tidur yang ia pakai cukup basah.

Affandra terdiam didepan ambang pintu kamar sepupunya itu, diikuti dengan Basudeo, Edhan, Byantara dan juga Kegan dibelakangnya, mereka terdiam bersamaan, saat melihat keadaan seorang Affandra sedang terisak dengan kencang seraya menunduk.

Aydhan menengadahkan kepalanya, melihat kewajah khawatir dari kelima sepupunya itu, “I miss them.” kalimat pendek dari mulut Aydhan sukses membuat sekujur tubuh kelima sepupunya itu melemah, mereka tahu apa yang menyebabkan seorang Aydhan bisa sakit sampai sebegitunya, ia pasti bermimpi tentang mereka lagi.