fourth chapt.
Reyga Atha Ardalan, pria keturunan bandung dan kanada yang tahun ini berusia genap 27 tahun, menyesap lagi cairan merah yang ada digelas transparant yang ia genggam dan putar secara perlahan ditangan sebelah kirinya, sedangkan tangan sebelah kanannya, masih setia menggenggam telepon genggamnya yang masih menampilkan kolom chatnya dengan salah satu orang kepercayaannya itu, kata demi kata yang terlampir didalam chat tersebut satu persatu kian menghipnotisnya seakan memberikan sebuah dorongan pada dirinya yang lain didalam dirinya,
Reyga menyesap lagi minuman yang ntah sudah berapa kali ia tuangkan kedalam gelas itu, “Day, Day, hampir 10 tahun gue terus-terusan selalu berakhir di lo lagi dan lo lagi, tapi kenapa buat nyatain semuanya aja berat anjir,” dibantingnya telepon genggamnya itu kearah sofa disebelahnya,
Reyga lagi dan lagi juga mengutuk dirinya sendiri karena merasa sangat menjadi pengecut untuk perihal kisah asmara seperti ini,
Terlahir didalam sebuah keluarga yang bisa dibilang tidak bagus dan harmonis, membuatnya lagi-lagi mempertanyakan sebenarnya dirinya ini memang cinta terhadap wanita yang saat ini berlarian didalam pikirannya, atau terobsesi dengan wanita itu,
Pikirannya melayang lagi kedalam dirinya sendiri, banyak ketakutan yang selama ini ia pendam, bukan, bukan hanya hal hal yang tadi disebutkan oleh orang kepercayaannya tentang dirinya dan para saudara dari wanita yang saat ini menjadi pusat dari pikirannya, melainkan ia takut pada dirinya sendiri, terlahir dengan kedua orang tua yang menurutnya sangat tempramental membuatnya terus berpikir akan seperti apa dirinya nanti ketika sudah dihadapkan dengan seseorang yang berada didalam satu hubungan yang sama, yang akan ia jalani nanti, ia takut dirinya akan berteriak dengan jelas didepan wanitanya, ia takut jika dirinya menunjukkan sisi terburuknya didepan wanitanya atau bahkan sampai ia takut menyakiti wanitanya seperti yang pernah orang yang biasa mereka sebut ayah kepada ibunya itu, ia takut. Takut akan hal terburuk yang akan terjadi.
“PERSETAN!!”
prangg!
Reyga mengucapkannya dengan lantang seraya melempar gelas yang ia genggam tadi, “Monster kaya gini yang lo mau tunjukkin ke dia, Rey, orang gila.” ucap Reyga bermonolog pada dirinya sendiri yang berada dipantulan jendela besar disampingnya itu.