©loeyhunJ4d

An alter universe

second chapter.


Alsava Dayana, mengetukkan kedua kakinya secara bergantian pada aspal yang ia pijak saat ini, langit kota kini telah mengisyaratkan akan ada hujan setelah suasana mendung yang telah bertengger dilangit hitam itu sedari tadi, pandangannya terus-terusan ia alihkan pada kedua kolom chat yang ia kirimkan tadi seraya mengalihkan juga sesekali pada seorang laki-laki paru baya yang berada disampingnya,

“Gimana pak? Masih belum bisa?”

Gelengan kepala yang pertama kali Dayana dapatkan atas pertanyaannya, “Belum bisa non, atau bapak panggil mas dirumah aja ya?”

“Eh jangan pak, nanti mas Deo malah kena, aku pake taksi aja kali ya pak?”

“Aduh non, udah agak malem ini, mending telfon orang rumah aja,”

Langkah kaki sepasang sepatu membuat Dayana mengalihkan pandangannya kesuara yang mendekat itu, “Dayana kan?”

Dayana dengan muka bingungnya mengalihkan pandangan kesapaan suara bariton yang memanggilnya, “Nah kebetulan sekali ada den Theo disini,” ucapan Pak Sardi, supir Dayana malam ini membuat dirinya semakin bingung diantara keduanya,

“Pak Sardi kenal?”

“Da atuh kenal non, kan den Theo ini sahabatnya den Aidan, sering main da kerumah, non gak inget?” Dayana langsung menggelengkan kepalanya menjawab pak Sardi,

“Ini kenapa pak?”

“Mogok den, tadi tiba-tiba mati, terus gak bisa distarter euy,”

“Udah coba telfon bengkelnya Aidan?”

“Ini udah nyoba dari tadi gak ada jawaban den,”

Theo, laki-laki berprawakan tinggi, dengan sedikit kurus dibanding Aidan, dengan rambut hitam melengkapi penampilannya yang kini memakai pakaian formal berwarna biru tua itu langsung mengetikkan beberapa hal ditelepon genggamnya dengan terburu, “Dayana sama gue pulangnya gapapa? Biar pak Sardi naik taksi, jadi pak Sardi juga bisa langsung pulang, gimana?” Theo mengakhiri kalimatnya seraya menengokkan kepalanya kearah Dayana,

“Hah? Ah gausah kak, aku nunggu aja bareng pak Sardi,”

“Ih non, gapapa, pulang weh sama den Theo, pak Sardi mah gampang,”

Theo tersenyum seakan tau dan paham apa yang Dayana sedang khawatirkan saat ini, “Tadi gue udah bilang Ayi kok kalo lo pulang sama gue, paling nanti dijalan kita sambil telfon mas lo itu aja ya, bengkel tempat biasa gue servis udah mau jalan kesini, jadi pak Sardi gak terlalu nunggu lama,” Theo terdiam sedikit menunggu kali saja perempuan bersurai kecoklatan ini ingin menjawab kalimat panjangnya tadi, “Pak Sardi nanti dijemput sama asisten saya ya, biar bapaknya gak ngeluarin ongkos juga,”

“Eh gapapa den sumpah ini mah, bapak mah bisa naik angkot,”

“Gapapa pak gak ngerepotin saya juga kok, kebetulan asisten saya juga lagi deket sini,”

“Dayana gimana?” ucap Theo dengan sedikit menengokkan kepalanya kearah Dayana yang masih memikirkan banyak hal itu,

“Yaudah kak, gue sama lo deh, pak Sardi nanti kalo udah dirumah kabarin saya atau bi Darmi ya,”

“Siap non,”

Kedua pasang laki-laki dan perempuan itupun masuk kedalam mobil Bentley continental Gt berwarna hitam milik Theo.

first chapter.


Perempuan bersurai kecoklatan dengan sedikit bergelombang dibawahnya kembali terdiam dan melihat kearah cermin yang berada didepannya, perempuan itu tengah memikirkan kalau waktu sangat cepat sekali berjalan, karena tidak terasa tepat diumurnya yang ke 26 tahun ia telah menjadi seorang head of dept. produksi diproduction house milik salah satu masnya yang terkenal dengan senyum bulan sabitnya itu, ah dan juga masnya yang sangat benci akah buah strawberry,

“Dayana, kemarin lo- napa lu neng pagi-pagi udah ngelamun aja?” tanpa menolehkan kepalanya ia sudah tau siapa yang berbicara dibelakangnya itu, Ailesh Reka, kini berjalan mendekat menghampirinya,

“DAYANAA OH DAYANAA, minta parfume ya,” suara bariton lainnya yang dimiliki oleh laki-laki berwajah hampir sama dengan Aileshpun menyusul ikut menimbrung masuk kedalam kamar Dayana,

Ya, dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun ini kedua orang yang saat ini tengah sibuk dengan urusan masing-masing dikamar Dayana, memang telah terbiasa setiap paginya akan masuk kedalam kamar Dayana, tanpa permisi.

“Lo berangkat sama mas Byant kan? Atau sama-” ucapan Ailesh sengaja ia gantungkan karena ingin melihat reaksi dari saudara perempuannya itu, sang empu yang ditujupun hanya memutar malas kedua bola matanya, “Atau sama mas Edhan maksudnya, kan lo sekantor tuh kan” Ailesh mengakhiri ucapannya dengan kekehan jail khasnya,

Avanesh yang memang pemilik bariton kedua tadi itu hanya sibuk memilih parfume mana yang akan ia pakai hari ini, “Nesh belum kelar juga milihnya? Keburu mabok lo nyiumin parfume mulu,” ucap Dayana seraya merapikan rambut lalu memoles lipstick warna terakotanya diatas bibirnya itu,

“Pake yang ini ya bu,”

“Ih itu kan gak enak tau, Nesh,”

“Yah elo mah gue udah nyemprot lo baru bilang,”

“Lah kok salah gue? Salahin idung lo lah emang gak nyium wangi gaenak gitu,”

“Kok jadi salah idung gue sih?”

Perdebatan kecil menjadi background music kala Dayana merapihkan beberapa berkas yang akan dia bawa kali ini, “Udah belum? Gue mau berangkat nih,” ucapan Dayana itu sukses membuat kedua laki-laki yang berada dikamarnya dengan masih bertatapan tajam keluar terlebih dahulu dari kamar didominasi cat putih itu, lalu disusul oleh Dayana dengan beberapa berkas ditangannya seraya menggelengkan kepalanya heran dengan kelakuan kedua saudaranya yang ada didepannya dengan masih mendebatkan hal sepele.


“Danty!!!” suara riang khas seorang anak berumur 5 tahun menyambut Dayana kala ia telah memasukki area meja makan itu,

“Danty tadi tau gak sih masa Gio aneh banget gak mau makan sayur,”

“Kok aneh sih? Orang kata Omde aja kalau gak makan sayur gapapa kok,” ucapan dari anak laki-laki bernama Gio itu sukses membuat seluruh pasang mata orang dewasa dimeja makan itu menengok kearah seseorang yang disebut, Omde, atau kepanjangan dari Om Deo,

Basudeo yang merasa diperhatikan langsung mengalihkan pandangannya dari tablet pintarnya, “Apa sih?”

“Lo tuh kalo ngajarin Gio sama Cale tuh yang bener bisa gak sih?” Affandra mengucapkannya seraya menarik kuping sebelah kanan milik Basudeo yang membuat laki-laki dengan setelan kasual itu langsung mengaduh kesakitan,

Dayana yang sedang memperhatikan keributan disekitarnya hanya bisa sedikit tersenyum atau bahkan tertawa melihatnya, ah ngomong ngomong soal Gio dan Cale, mereka berdua adalah anak pertama dari seorang Ramadella dan juga Davendra,

Naragio Kaisar Kentara, atau yang biasa dipanggil Gio itu adalah putra kebanggaan Ramadella Ananta Kentara bersama istrinya, Jovanka Alya Permata, 6 tahun sudah mereka menikah dan telah 5 tahun pula mereka diberikan seorang putra kebanggaannya itu,

sedangkan Caleandra Vanco Kentara, atau lebih akrab dengan Cale, merupakan putra kebanggaan juga dari seorang Davendra Argha Kentara bersama dengan sahabat sedari awal karirnya, Arinda Lestari, 5 tahun menikah, dan 4 tahun sudah mereka mengurus dan menyayangi putranya itu,

Setelah kedua mas tertuanya, ada satu mas tertuanya yang lain yang memang lebih dahulu menikah dibanding para mas sebelumnya itu, yaitu Kayvan, telah 7 tahun menikahi kekasihnya Alana, tetapi mereka masih mengarungi pernikahan mereka dengan hanya mengisi kasih sayang satu dengan yang lainnya,

“Danty, kamu kok melamun?” ucap anak kecil laki-laki dengan kaus biru tua didepannya seraya menaruh telapak tangannya dipipi Dayana itu, “Mama said if you're in your bad condition, you can take a rest all day, Danty,”

Dayana tersenyum lebar kala mendengarkan ucapan dari keponakannya itu, “I'm okay Jagoan,” ucap Dayana seraya mengusapkan pelan telapak tangannya kearah puncak kepala anak laki-laki bernama Gio itu,

Rumah keluarga Kentara bersaudara masih terasa sama, masih tetap hangat bahkan bertambah ramai karena kehadiran beberapa tambahan anggota dari mereka, ya, ketiga mas tertuanya itu bersepakat akan terus tinggal dirumah ini sampai nanti para adik-adik kecilnya, yaitu Ailesh, Avanesh dan terakhir Dayana memiliki kehidupan pernikahan.

forty-eighth chapt. -

Matanya kini menelisik kearah lemari kayu besar berwarna putih yang disetiap pintunya terdapat kaca menjulang tinggi memilah apa yang harus ia kenakan hari ini, lalu dipilihnya sebuah blouse tanpa lengan berwarna hitam dengan dipadukan outer berwarna coklat dan celana yang senada dengan outer yang dipilihnya, perempuan bernetra hitam dan bersurai kecoklatan memoles wajahnya dengan makeup yang terbilang tipis,

Ia menatap dirinya dalam diam, sudah hampir 3 tahun dirinya menjalani hari-harinya seperti ini, hampir 3 tahun kebelakang kini kekhawatiran pada dirinya bukan lagi perihal apakah besok dia bisa membayar tempat tinggalnya atau tidak, atau seputar apakah hari ini ada tagihan yang dia belum bayar atau tidak, bukan, bukan seputar itu lagi, selama hampir 3 tahun ini dirinya sudah tidak mengakhawatirkan itu, kekhawatirannya kini berpindah menjadi, bagaimana ia harus tetap bisa membanggakan dan membahagiakan orang-orang yang berada disekitarnya yang sudah sangat berjasa itu, kekhawatirannya kini menjadi bagaimana dia harus menjadi lebih baik agar bisa membayar semuanya yang telah dia rasakan selama hampir 3 tahun kebelakang ini,

cklek

“Day- LOH? KOK BELUM DIBUKA? DAYANA!! LO BELUM BANGUN YA?”

“Eh tapi masa iya sih dia belum bangun,”

“DAYANA TOBAT ANJIR LO UDAH MAU KULIAH JAM 8, DOSEN LO KILLER WOY!!”

suara bariton yang memonolog dari satu orang itu terdengar berisik dan menghamburkan semua lamunan perempuan itu, setelah memoles pelembab dikedua bibirnya, ia pun langsung segera berdiri dari tempatnya, lalu berjalan dengan tergesa kearah pintu putih yang ia takutkan akan roboh sebab gedoran yang tidak kunjung berhenti,

“AWWWW!”

“Eh anjir, sorry sorry. Lagian gak aba-aba dulu mau buka pintunya,” ucap Ailesh Reka seseorang yang memang semenjak ia sudah tinggal dirumah ini menjadi seseorang yang wajib setiap paginya menyambangi kamarnya ini, dan juga seseorang yang memang sedari tadi sudah berisik didepan pintunya, laki-laki itu masih mengusapkan tangannya pada jidat perempuan didepannya,

“Diapain lu Day sama dia?” ucap suara bariton lainnya yang memiliki wajah sedikit mirip dengan laki-laki yang masih mengusap jidat Dayana itu,

“Udah udah, lagian ngapain sih teriak-teriak?” Dayana langsung menghentikan usapan tangan Ailesh dijidatnya itu,

“Ya elo biasanya kan ini pintu kalo udah mau mepet jam berangkat udah gak dikunci, ya gue paniklah,” ucap Ailesh seraya langsung masuk kedalam kamar berdominasikan dengan warna putih itu disusul oleh Avanesh,

Ya, ketiganya kini telah berada dibangku kuliah diuniversitas yanh sama dengan jurusan yang berbeda, Ailesh yang berada dijurusan public relation dan Avanesh yang berada dijurusan management bisnis, tetapi ketiganya masih sama dengan seperti saat mereka berada dibangku sekolah menengah atas, masih selalu menjadikan seorang Dayana menjadi tempat favorit mereka, dan akan terus seperti itu,

Avanesh tiba-tiba mengalungkan lengannya pada leher Dayana yang sedang duduk berkaca pada meja riasnya, Dayana yang sudah biasa akan sikap saudaranya itu, langsung mengelus kedua lengannya, ia tau apa yang sedang dihadapi dengan saudaranya ini, “Ditolak lagi?” ucapan Dayana langsung dibalas anggukan lemah oleh saudara sepupunya itu, Dayana merasakan kepalanya berat, ia langsung mengalihkan pandangannya kearah cermin dan langsung melihat bayangan kepala Avanesh yang tertunduk diatas kepalanya, selalu seperti ini.

Selama hampir 3 tahun ia menjadi sebuah obat bagi semua saudara sepupunya ini, ia yang menjadi perempuan satu-satunya menjadi seperti obat penenang bagi semuanya, ia sudah terbiasa dengan mereka yang tiba-tiba pada malam hari mengetuk pintu kamarnya dan tiba-tiba hanya memeluknya lalu sesaat kemudian pergi kekamarnya, atau mereka yang tiba tiba menelponnya hanya untuk berbicara hal yang tidak penting (well ini sepertinya hanya untuk Davendra, Kegan dan Byantara, yang memang sibuk berpergian kemanapun itu), tetapi tanpa Dayana sadari ia sangat suka seperti ini ia merasa saat ini adalah saat dimana ia sangat dibutuhkan oleh orang lain, apalagi Kayana dan Fabian, sahabatnya itu sekarang tengah menjalankan studinya diluar negeri, jadi yang ia punya saat ini memang hanya keluarganya saja,

Keluarga. Masih sangat lucu rasanya kala menyebutkan itu didalam otaknya, beberapa tahun lalu, keluarga yang ia ketahui hanya satu orang saja, tapi saat ini, keluarganya lebih dari itu, dan itu sangat tidak ia prediksikan,

“Udah belom?” Ailesh menanyakan itu kepada kembarannya dan Dayana yang masih berada diposisinya tadi,

Dayana mengalihkan pandangannya kearah Avanesh lalu dibalas anggukan oleh orang tersebut,


“DEO ANJIR! JANGAN PAKE TANGAN, TANGAN LO KOTOR,”

“EDHAN AH ITU PUNYA GUE JANGAN DIMAKAN!!”

“PELIT!! PELIT BANGET!!”

suara teriakan heboh yang berasal dari seorang Aydan, lalu disambung oleh Affandra dan Edhan menyambut Dayana yang sedang berjalan turun dari lantai atas rumah ini,

“MASIH PAGI BISA GAK SIH GAUSAH TERIAK TERIAK?!”

“MAS CIA INI ADEKNYA NIH NGAMBIL MAKANAN GUE MULU,”

“MAS AYI! IH ITU ANESH UDAH NUNGGUIN DARI TADI TELORNYA AMBIL SENDIRI KENAPA,”

Dan lagi, Dayana hanya bisa menggelengkan kepalanya, seorang Affandra dan Avanesh yang dulu ia kenal sangat dingin dan pendiam sampai dirinya sendiripun sempat takut dibuatnya sekarang imagenya berubah menjadi seseorang yang berisik dan bisa dibilang protektif, kini sikap mereka berdua tidak jauh dari seorang Basudeo dan Ailesh,

Oh! Apakah kalian penasaran dengan kehidupan mereka selama ini? Kalau iya, oke, sedikit rekap di 2 tahun kebelakang ini, dimulai dari seorang Ramadella, ia masih sama seperti sebelumnya, sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mengenal waktu tentunya, bahkan diumurnya yang saat ini ingin menginjak 33 tahun ia masih sangat sibuk dan akan selalu seperti itu, soal kekasih? Hanya ia dan tuhan yang tau akan hal itu,

lalu Davendra, seperti yang diketahui khalayak ramai, ia menjadi CEO agensi hiburan saat ini, tapi masih menggeluti profesinya sebagai seorang model dan sekarang merembet ke aktor film,

sedangkan Kayvan kini dirinya dan kekasihnya Alana telah merubah status mereka menjadi bertunangan, semenjak setahun lalu, hubungan mereka masih dirahasiakan dimata publik sebab Kayvan masih merasa masih sangat riskan untuk Alana diketahui oleh publik, apalagi juga karir Alana sedang naik kepuncak karena perannya bersama Davendra difilmnya kemarin sukses besar, urusan bisnis? Masih sama seperti kemarin, hanya saja kini Botulinum dipegang olehnya dan Aidan,

Byantara dan Kegan masih sama seperti sebelumnya mereka masih menjadi atlit balap yang semakin sukses didunia mereka, hanya saja mereka kini sedang memikirkan untuk pensiun dini akibat sudah merasa lelah dan bosan akan pekerjaan mereka saat ini, Byantara sedang memikirkan untuk membuat sebuah klinik rehabilitasi mental dan seorang Kegan akhirnya kini tengah memikirkan membuka kantor konsuler arsitektur, masih seperti dahulu, keduanya sama-sama tidak mau kalah, lihat saja rencana mereka, hampir sama kan?

Untuk kembar tiga yang tidak kembar, Arvel, Domicia dan Aidan, Arvel dan Domicia telah menyelesaikan studi S1nya, dan sudah mendapatkan gelar double degree juga untuk S1nya, kini keduanya sedang disibukkan kegiatan S2nya yang memang mereka ambil dengan kelas online, karena selain S2 kini keduanya memiliki bisnis mereka sendiri, Arvel yang tentu saja telah membuka coffeeshopnya yang kini telah ada beberapa cabang dibeberapa daerah, sedangkan Domicia? Kini ia sedang merancang sebuah perusahaan startup yang bergerak dibidang makanan dan minuman untuk menjadi kepala dari bisnis yang dilakukan saudara kembarnya, sedangkan Aidan, selain akan menjadi pemimpin dibotulinum nantinya, ia juga menjadi seorang pembuat aplikasi dari pembelajaran online dan aplikasi penunjang bisnis startup dari kedua saudara kembarnya, Arvel dan Domicia, sampai kapanpun mereka bertiga masih akan terus bersama,

Keempat kembar bersaudara, Basudeo, Affandra, Edhan dan Aydan, keempatnya masih berada didalam lingkungan perkuliahan yang sama dengan Dayana, Ailesh dan Avanesh. Seorang Basudeo berada dijurusan yang sangat tidak ia prediksikan yaitu teknik sipil, sedangkan Aydan berada dilingkup jurusan yang sama oleh Dayana, yaitu ilmu Komunikasi, sedangkan Edhan berada dilingkup yang sama dengan Ailesh, public relation (ps. jangan tanyakan mengapa ia ada disana, sebab itu karena sifat keposesifannya terhadap adik-adiknya), sedangkan Affandra seperti yang kalian tau, ia sekarang berada dijurusan kedokteran, yang membuat waktunya tersita cukup banyak,

Tepukan dipundaknya menghamburkan lamunannya kala ia melihat kearah satu persatu para saudaranya itu, 12 saudara laki-lakinya minus seorang Byantara dan Kegan sebab keduanya kini tengah mengurus balapan terakhirnya sebelum mereka pensiun dari aktifitasnya itu, “Udah selesai neng ngelamunnya?” ucap Aidan yang segera dibalas gelengan kepala oleh Dayana,

“Ayo cepet mas yang anterin, si Anesh sama Alesh tadi mau kemana dulu gitu, kamu katanya ada kuliah dosen kiler kan?” Dayana menganggukkan kepalanya dan segera mengambil totebag dan memakai sepatunya itu,

Pagi ini, menjadi seperti pagi yang seperti biasanya, lagi-lagi seorang Dayana melamunkan kenangan yang 2 tahun kebelakang ini ia rasakan, bersyukur? pastinya, tapi perasaannya lebih dari itu.

fiftieth chapt. -

Ada yang sangat berbeda malam ini, biasanya hingga pukul setengah 9 malam beberapa orang seharusnya yang hadir belum terlihat hingga waktu menunjukkan pukul 9 malam, tetapi saat ini, dimalam ini, waktu baru menunjukkan pukul setengah 8 malam, anehnya semua orang yang seharusnya hadir itu sudah berada diposisi masing-masingnya, lengkap dengan beberapa camilan yang mereka bawa untuk mereka sendiri atau untuk dibagi ke yang lainnya,

“Hari ini gak ada yang ulang tahun kan?” suara bariton dari Aidan memecahkan keheningan membuat semua orang yang disana menengokkan kepalanya kearahnya, “Hehehe damai bray,” kala Aidan mengucapkan kalimatnya itu lampu yang semula menyala terang semakin lama semakin redup, dan gelap pun menguasai ruangan itu,

Sampai akhirnya lampu dari layar lebar yang ada didepan mereka menyala, menampilkan sebuah video dimana seseorang perempuan sedang menaikkan sebuah tirai khas dari sebuah cafe, lalu adegan selanjutnya terlihat perempuan itu membersihkan beberapa meja dari cafe tersebut,

Mereka yang berada diruangan itu tersadar bahwa perempuan yang ada divideo itu adalah perempuan yang selama hampir 3 tahun kebelakang ini menjadi kesayangan bagi mereka,

Beberapa adegan demi adegan muncul, menampilkan semua wajah satu persatu dari mereka yang berada diruangan itu seraya terlampir beberapa kata yang mungkin ingin disampaikan dari sipembuat video itu,

Satu demi satu beberapa orang yang wajahnya telah muncul menundukkan kepalanya, seraya masih mencuri pandang kelayar besar didepannya karena tidak ingin ada yang tertinggal, suara tarikan napas dan hembusan yang sedikit berat dari beberapa orang yang sudah hampir terisak itu menjadi backsound pendukung dari suara yang ada divideo,

Ke 14 orang yang berada divideo itu, membiarkan seluruh air yang terbendung dimata mereka sedari awal video sudah mengenang dipelupuk itu jatuh melewati pipi mereka masing masing, tanpa mereka tahan, dan mereka hindari, mereka membiarkan bulir air itu keluar menandakan mereka merasakan perasaan yang mau disampaikan dari orang dibalik video itu,

Satu demi persatu isakan tiba-tiba terdengar pelan, dan tiba-tiba membesar dari arah belakang, adik-adik kecil mereka, tanpa sadar membiarkan air mata mereka menguasai seluruh emosi mereka, hingga tidak tepikirkan sekeras apa mereka menangis, saling berpelukan,

Hingga akhirnya rentetan kata yang selalu dipegang oleh para Kentara bersaudara menutup video indah yang diberikan oleh pusat semesta mereka, hening, tidak ada yang bisa bersuara, semuanya larut dalam emosi mereka yang tidak mereka tahan, buliran air mata masih mengalir dibeberapa pipi dari mereka, tidak terkecuali.

Perempuan dengan piyama putihnya, dengan surai kecoklatan yang terurai berjalan mendekat kearah tengah dari ruangan itu, mereka menyadari mata sembab nan sedikit bengkak itu, ingin rasanya mereka semua langsung merengkuh tubuh mungil didepan mereka, tetapi mereka sadar bahwa acara yang dibuat oleh sipemegang kekuasaan saat ini di Kentara belum selesai,

Dayana berdehem sebentar, membersihkan tenggorokannya agar suaranya terdengar lancar, ia harap, “Emm.. Hai mas, hehehe,” suaranya sedikit bergetar, genangan air mata dipelupuknya kembali berkumpul, “Emm... aku buat video ini, karena jujur aku bingung mau ngasih apa ke kalian,” suaranya tercekat, dialihkannya pandangannya kearah langit-langit ruangan itu, agar airmatanya kembali pada tempatnya,

“Aku.. Aku tau ini bener-bener gak seberapa kaya yang kalian semua udah kasih, mulai dari semua fasilitas yang sekarang aku rasain, sampai ke kasih sayang kalian yang berlimpah, ak-aku,” Dayana menghentikkan dirinya sebentar, mengambil napasnya dalam-dalam, “Aku gak tau harus ngucapin makasih kaya gimana lagi ke kalian, aku bener-bener makasih kalian-,” Dayana menundukkan kepalanya, “Kalian udah baik banget sama aku, udah sayang banget sama aku, yang paling dasarnya kalian nerima aku dan percaya sama aku sepenuh hati kalian, ak-aku gatauuu,” kalimat terakhirnya sukses membuat Dayana semakin terisak, dijauhkannya pengeras suara yang tadi ia pakai, agar isakannya tidak terdengar, tapi ia salah, tanpa pengeras suara itupun isakannya terdengar oleh semua orang yang ada diruangan itu, punggung Dayana bergetar, semakin lama kedua kakinya tak bisa menahan tubuhnya lagi,

Ia meraskan lengan kokoh menahan tubuhnya sebelum tubuhnya jatuh menyeluruh kelantai yang dilapis karpet abu-abu tua itu, tidak hanya sepasang, tapi ada beberapa pasang yang menahan tubuhnya, sedikit demi sedikit ia buka matanya yang terpejam kala ia merasakan tubuhnya direngkuh erat oleh beberapa lengan itu, ia terkejut, para mas tertuanya lah yang merengkuh dirinya terlebih dahulu, lalu diposisi selanjutnya ada beberapa masnya yang menyusul memeluk satu sama lainnya,

“DAYANA, MAS AIDAN SAYANG BANGET SAMA DAYANA,”

“MAS DEO JUGA!!!,”

“BABY, ARVEL LOVE YOU,”

“IH BABY PANGGILAN GUE,” Domicia memukul lengan Arvel dengan kencang,

“Yaudah sih pinjem,”

“BABY, MAS CIA JUGA SAYANG KAMU!”

“KITA BEREMPAT SAYANG DAYANA,”

“KITA BERDUA LEBIH SAYANG DAYANA,”

“Gak perlu keras keras teriak, yang penting Dayana tau kalo mas Byantara Nanda Kentara sayang sama dia!”

“MAS KEGAN BAKAL BELIIN SELURUH DUNIA BUAT DAYANA,”

ucapan terakhir dari Kegan langsung membuat semua saudaranya tertawa, malam ini, lagi lagi, perempuan satu-satunya diantara mereka sukses menerbitkan senyuman lebar diwajah mereka tanpa terkecuali, dan membuat semua laki-laki yang ada disana merasa beruntung karena mempunyai perempuan yang kini mereka rengkuh secara bergantian satu demi satu,

Alsava Dayana Kentara, akan terus menjadi pusat semesta dari para Kentara bersaudara, apapun yang terjadi.

fiftieth chapt. -

Ada yang sangat berbeda malam ini, biasanya hingga pukul setengah 9 malam beberapa orang seharusnya hadir belum terlihat hingga waktu menunjukkan pukul 9 malam, tetapi saat ini, dimalam ini, waktu baru menunjukkan pukul setengah 8 malam, anehnya semua orang yang seharusnya hadir itu sudah berada diposisi masing-masingnya, lengkap dengan beberapa camilan yang mereka bawa untuk mereka sendiri atau untuk dibagi ke yang lainnya,

“Hari ini gak ada yang ulang tahun kan?” suara bariton dari Aidan memecahkan keheningan membuat semua orang yang disana menengokkan kepalanya kearahnya, “Hehehe damai bray,” kala Aidan mengucapkan kalimatnya itu lampu yang semula menyala terang semakin lama semakin redup, dan gelap pun menguasai ruangan itu,

Sampai akhirnya lampu dari layar lebar yang ada didepan mereka menyala, menampilkan sebuah video dimana seseorang perempuan sedang menaikkan sebuah tirai khas dari sebuah cafe, lalu adegan selanjutnya terlihat perempuan itu membersihkan beberapa meja dari cafe tersebut,

Mereka yang berada diruangan itu tersadar bahwa perempuan yang ada divideo itu adalah perempuan yang selama hampir 3 tahun kebelakang ini menjadi kesayangan bagi mereka,

Beberapa adegan demi adegan muncul, menampilkan semua wajah satu persatu dari mereka yang berada diruangan itu seraya terlampir beberapa kata yang mungkin ingin disampaikan dari sipembuat video itu,

Satu demi satu beberapa orang yang wajahnya telah muncul menundukkan kepalanya, seraya masih mencuri pandang kelayar besar didepannya karena tidak ingin ada yang tertinggal, suara tarikan dari beberapa orang yang sudah hampir terisak itu menjadi backsound pendukung dari suara yang ada divideo,

Ke 14 orang yang berada divideo itu, membiarkan seluruh air yang terbendung dimata mereka sedari awal video sudah mengenang dipelupuk itu jatuh melewati pipi mereka masing masing, tanpa mereka tahan, dan mereka hindari, mereka membiarkan bulir air itu keluar menandakan mereka merasakan perasaan yang mau disampaikan dari orang dibalik video itu,

Satu demi persatu isakan tiba-tiba terdengar pelan, dan tiba-tiba membesar dari arah belakang, adik-adik kecil mereka, tanpa sadar membiarkan air mata mereka menguasai seluruh emosi mereka, hingga tidak tepikirkan sekeras aP mereka menangis, saling berpelukan,

Hingga akhirnya rentetan kata yang selalu dipegang oleh para Kentara Besaudara menutup video indah yang diberikan oleh pusat semesta mereka, hening, tidak ada yang bisa bersuara, semuanya larut dalam emosi mereka yang tidak mereka tahan, buliran air mata masih mengalir dibeberapa pipi dari mereka, tidak terkecuali.

Perempuan dengan piyama putihnya, dengan surai kecoklatan yang terurai berjalan mendekat kearah tengah dari ruangan itu, mereka menyadari mata sembab nan sedikit bengkak itu, ingin rasanya mereka semua langsung merengkuh tubuh mungil didepan mereka, tetapi mereka sadar bahwa acara yang dibuat oleh sipemegang kekuasaan saat ini di Kentara belum selesai,

Dayana berdehem sebentar, membersihkan tenggorokannya agar suaranya terdengar lancar, ia harap, “Emm.. Hai mas, hehehe,” suaranya sedikit bergetar, genangan air mata dipelupuknya kembali berkumpul, “Emm... aku buat video ini, karena jujur aku bingung mau ngasih apa ke kalian,” suaranya tercekat, dialihkannya pandangannya kearah langit-langit ruangan itu, agar airmatanya kembali pada tempatnya,

“Aku.. Aku tau ini bener-bener gak seberapa kaya yang kalian semua udah kasih, mulai dari semua fasilitas yang sekarang aku rasain, sampai ke kasih sayang kalian yang berlimpah, ak-aku,” Dayana menghentikkan dirinya sebentar, mengambil napasnya dalam-dalam, “Aku gak tau harus ngucapin makasih kaya gimana lagi ke kalian, aku bener-bener makasih kalian-,” Dayana menundukkan kepalanya, “Kalian udah baik banget sama aku, udah sayang banget sama aku, yang paling dasarnya kalian nerima aku dan percaya sama aku sepenuh hati kalian, ak-aku gatauuu,” kalimat terakhirnya sukses membuat Dayana semakin terisak, dijauhkannya pengeras suara yang tadi ia pakai, agar isakannya tidak terdengar, tapi ia salah, tanpa pengeras suara itupun isakannya terdengar oleh semua orang yang ada diruangan itu, punggung Dayana bergetar, semakin lama kedua kakinya tak bisa menahan tubuhnya lagi,

Ia meraskan lengan kokoh menahan tubuhnya sebelum tubuhnya jatuh menyeluruh kelantai yang dilapis karpet abu-abu tua itu, tidak hanya sepasang, tapi ada beberapa pasang yang menahan tubuhnya, sedikit demi sedikit ia buka matanya yang terpejam kala ia merasakan tubuhnya direngkuh erat oleh beberapa lengan itu, ia terkejut, para mas tertuanya lah yang merengkuh dirinya terlebih dahulu, lalu diposisi selanjutnya ada beberapa masnya yang menyusul memeluk satu sama lainnya,

“DAYANA, MAS AIDAN SAYANG BANGET SAMA DAYANA,”

“MAS DEO JUGA!!!,”

“BABY, ARVEL LOVE YOU,”

“IH BABY PANGGILAN GUE,” Domicia memukul lengan Arvel dengan kencang,

“Yaudah sih pinjem,”

“BABY, MAS CIA JUGA SAYANG KAMU!”

“KITA BEREMPAT SAYANG DAYANA,”

“KITA BERDUA LEBIH SAYANG DAYANA,”

“Gak perlu keras keras teriak, yang penting Dayana tau kalo mas Byantara Nanda Kentara sayang sama dia!”

“MAS KEGAN BAKAL BELIIN SELURUH DUNIA BUAT DAYANA,”

ucapan terakhir dari Kegan langsung membuat semua saudaranya tertawa, malam ini, lagi lagi, perempuan satu-satunya diantara mereka sukses menerbitkan senyuman lebar diwajah mereka tanpa terkecuali, dan membuat semua laki-laki yang ada disana merasa beruntung karena mempunyai perempuan yang kini mereka rengkuh secara bergantian satu demi satu,

Alsava Dayana Kentara, akan terus menjadi pusat semesta dari para Kentara bersaudara, apapun yang terjadi.

forty-ninth chapt. -

Jalanan ibu kota semakin pada merayap sore ini, waktu telah menunjukkan hampir pukul enam sore, dan langitpun hampir mencapai puncak kegelapannya, Dayana beberapa kali menengok kearah sang pengemudi disampingnya dengan hoodie hitamnya dan mata yang sedikit bengkak tapi sudah tidak sembab itu, ia yakin masnya yang satu ini sedang tidak baik baik saja, apalagi ditambah kembarannya yang tadi mengirim pesan kepadanya bahwa dia harus memeluk masnya yang satu ini sangat erat,

Tiba-tiba lantunan suara jason mraz menyanyikan lagunya yang berjudul make it mine memecahkan keheningan, diusapnya layar yang ada pada smartphone yang diletakkan didepan sebuah layar kecil ditengah mobil itu,

“Halo, kenapa mas?” suara laki-laki yang ada disamping Dayana terdengar,

Makan malemnya pada mau mesen geprek aja katanya, kalian mau kan? Byantara, suara itu terdengar dari balik telepon yang tersambung dismartphone itu,

“Loh mas dirumah?”

Iya, buruan mau gak?

ucapan Byantara diabaikan sebentar kala Domicia langsung menatap Dayana dengan wajah bertanyanya, Dayana yang mengerti langsung membalasnya dengan anggukkan kepala,

Setelah mengucapkan persetujuannya Byantarapun langsung mematikan sambungan telepon itu, sebab tanpa diberitahu apa yang ingin mereka pesan, masnya itu sudah tau apa yang harus ia pesan untuk mereka berdua,

Stop, staring at me like that,” Domicia mengucapkannya dengan masih menatap kearah mobil-mobil yang berbaris didepannya,

Then tell me, whats going on? Mas Cia tumbenan sampe mau nungguin aku diparkiran, terus tiba-tiba mas Arvel ngechat gak jadi pulang sama kita,” ucap Dayana memelas tanpa menatap seseorang yang disampingnya itu, ia mengerti orang disampingnya ini sedang berperang dengan pikirannya,

Diantara para masnya, selain ketiga mas tertuanya, Domicia, dan Aidan lah sosok yang paling sering menahan semuanya sendirian, dan Dayana sebenarnya paling tidak suka hal itu, tapi ia juga tidak bisa memprotesnya,

Dayana tidak sadar mobil yang dilajukan oleh Domicia ini mulai memasukki plataran sebuah mall yang memang mereka lewati, hingga pada akhirnya mobil itu terhenti disalah satu basement yang dimiliki oleh mall tersebut,

Domicia cukup memperhitungkan semuanya, jika ia berhentikan mobil BMW hitamnya dipinggiran jalan, ia tidak akan tau apa yang akan menghampiri mereka nanti, karena terlalu bahaya, oleh sebab itu ia lebih memilih membayar parkir yang tidak seberapa itu, daripada harus membahayakan mereka,

Keheningan menyeruak didalam mobil itu, Dayana dengan tanpa mengintrupsi masnya, dan Domicia dengan pikirannya yang penuh,

“Mas, honestly, you don't have to tell me, i'm okay with that,” Dayana mengalihkan pandangannya kearah masnya itu,

Domicia yang mendengar itu langsung menatap netra hitam adiknya, netra yang selama 2 tahun terakhir ini menjadi tempat ia dan para saudaranya mencari ketenangan, netra yang selama 2 tahun terakhir ini selalu menyorotkan bahwa semua akan baik baik saja, Dayana tersenyum disana dengan lembut,

Merentangkan tangannya agar orang itu bisa masuk kedalam rengkuhannya, disana diatas bahu sempit tapi kokoh itu seorang Domicia menaruh kepalanya, seraya mengeratkan cengkaramannya pada tubuh gadis yang selama ia masuk kedalam keluarga mereka telah banyak menenangkan jiwa dan pikiran mereka yang selama ini banyak menyimpan beban dan luka,

Domicia merasakan kehangatannya lagi, merasakan apa yang mereka sebut tenang, lambat laun suara rintihan dihatinya semakin redam, bergantian dengan isakannya juga yang memelan, tapi usapan pada punggung yang seharusnya selalu kokoh itu masih setia bergerak,

Baru kali ini ia berpikir jika tuhan adil padanya dan para masnya, tuhan adil karna walaupun ia mengambil semua hal yang ada disemestanya saat itu, tapi ia juga mengantikannya dengan suatu hal yang tidak lebih jauh dari apa yang ia ambil, memang tidak sehangat pelukan seorang perempuan yang melahirkan mereka, tapi setidaknya mereka merasakan ketenangan dari hati seorang perempuan yang selama lebih dari 10 tahun tidak mereka rasakan.


Dayana turun dari mobil BMW hitam milik Domicia, diikuti oleh Domicia dibelakangnya setelah menyerahkan kunci mobilnya itu kepada salah satu pekerja dirumahnya, sorak sorak para saudaranya terdengar dari balik pintu besar coklat didepan mereka, mereka tau bahwa para saudaranya ini telah berkumpul, karena hari ini merupakan hari jumat, hari dimana biasanya mereka meluangkan waktu mereka setelah beraktifitas panjang selama beberapa hari kebelakang,

Dayana terkejut, kala tiba-tiba tubuhnya dirangkum oleh sosok yang lebih tinggi dari laki-laki dibelakangnya, seraya mengendus parfumnya yang mungkin telah hilang sejak siang tadi, “Mas kangen banget,” ucap suara bariton yang sedikit serak itu,

“Mas Kegan sakit?” Dayana mengucapkan itu seraya mengalihkan pandangannya kearah Byantara dan Affandra bergantian, dan ucapannya langsung dibalas anggukkan oleh mereka berdua,

“Demam ya? Istirahat aja deh,” ucapannya langsung dibalas gelengan kepala oleh seorang Kegan Ayundra itu, Dayanapun langsung menghela napasnya,

“Katanya kamu mau ngasih susuruprise?”

Dayana langsung memukul lengan bagian atas Kegan dengan pelan, seraya melebarkan pandangannya,

“IH KOK MAS KEGAN AJA YANG DIKASIH SURPRISE?”

“SURPRISE APA?!”

sebelum dirinya diserang oleh ke empat belas masnya itu ia langsung berlari keatas,

“DAYANA KOK KAMU KEATAS?”

“ADEK KOK GITU?!!”

“ALSAVA DAYANA”

Kini suara ketiga mas tertuanya ikut dalam kehebohan para saudaranya yang lain,

“IYA BUAT SEMUANYA, SABAR KENAPA! KALAU GAK SABAR GAUSAH IKUT!”

ucapan Dayana langsung membuat semua laki-laki yang tadi meneriakinya secara bergantian terdiam, mereka sibuk menebak-nebak dengan berbisik keantara satu sama yang lainnya.

forty-eighth chapt. -

Matanya kini menelisik kearah lemari kayu besar berwarna putih yang disetiap pintunya terdapat kaca menjulang tinggi memilah apa yang harus ia kenakan hari ini, lalu dipilihnya sebuah blouse tanpa lengan berwarna hitam dengan dipadukan outer berwarna coklat dan celana yang senada dengan outer yang dipilihnya, perempuan bernetra hitam dan bersurai kecoklatan memoles wajahnya dengan makeup yang terbilang tipis,

Ia menatap dirinya dalam diam, sudah hampir 3 tahun dirinya menjalani hari-harinya seperti ini, hampir 3 tahun kebelakang kini kekhawatiran pada dirinya bukan lagi perihal apakah besok dia bisa membayar tempat tinggalnya atau tidak, atau seputar apakah hari ini ada tagihan yang dia belum bayar atau tidak, bukan, bukan seputar itu lagi, selama hampir 3 tahun ini dirinya sudah tidak mengakhawatirkan itu, kekhawatirannya kini berpindah menjadi, bagaimana ia harus tetap bisa membanggakan dan membahagiakan orang-orang yang berada disekitarnya yang sudah sangat berjasa itu, kekhawatirannya kini menjadi bagaimana dia harus menjadi lebih baik agar bisa membayar semuanya yang telah dia rasakan selama hampir 3 tahun kebelakang ini,

cklek

“Day- LOH? KOK BELUM DIBUKA? DAYANA!! LO BELUM BANGUN YA?”

“Eh tapi masa iya sih dia belum bangun,”

“DAYANA TOBAT ANJIR LO UDAH MAU KULIAH JAM 8, DOSEN LO KILLER WOY!!”

suara bariton yang memonolog dari satu orang itu terdengar berisik dan menghamburkan semua lamunan perempuan itu, setelah memoles pelembab dikedua bibirnya, ia pun langsung segera berdiri dari tempatnya, lalu berjalan dengan tergesa kearah pintu putih yang ia takutkan akan roboh sebab gedoran yang tidak kunjung berhenti,

“AWWWW!”

“Eh anjir, sorry sorry. Lagian gak aba-aba dulu mau buka pintunya,” ucap Ailesh Reka seseorang yang memang semenjak ia sudah tinggal dirumah ini menjadi seseorang yang wajib setiap paginya menyambangi kamarnya ini, dan juga seseorang yang memang sedari tadi sudah berisik didepan pintunya, laki-laki itu masih mengusapkan tangannya pada jidat perempuan didepannya,

“Diapain lu Day sama dia?” ucap suara bariton lainnya yang memiliki wajah sedikit mirip dengan laki-laki yang masih mengusap jidat Dayana itu,

“Udah udah, lagian ngapain sih teriak-teriak?” Dayana langsung menghentikan usapan tangan Ailesh dijidatnya itu,

“Ya elo biasanya kan ini pintu kalo udah mau mepet jam berangkat udah gak dikunci, ya gue paniklah,” ucap Ailesh seraya langsung masuk kedalam kamar berdominasikan dengan warna putih itu disusul oleh Avanesh,

Ya, ketiganya kini telah berada dibangku kuliah diuniversitas yanh sama dengan jurusan yang berbeda, Ailesh yang berada dijurusan public relation dan Avanesh yang berada dijurusan management bisnis, tetapi ketiganya masih sama dengan seperti saat mereka berada dibangku sekolah menengah atas, masih selalu menjadikan seorang Dayana menjadi tempat favorit mereka, dan akan terus seperti itu,

Avanesh tiba-tiba mengalungkan lengannya pada leher Dayana yang sedang duduk berkaca pada meja riasnya, Dayana yang sudah biasa akan sikap saudaranya itu, langsung mengelus kedua lengannya, ia tau apa yang sedang dihadapi dengan saudaranya ini, “Ditolak lagi?” ucapan Dayana langsung dibalas anggukan lemah oleh saudara sepupunya itu, Dayana merasakan kepalanya berat, ia langsung mengalihkan pandangannya kearah cermin dan langsung melihat bayangan kepala Avanesh yang tertunduk diatas kepalanya, selalu seperti ini.

Selama hampir 3 tahun ia menjadi sebuah obat bagi semua saudara sepupunya ini, ia yang menjadi perempuan satu-satunya menjadi seperti obat penenang bagi semuanya, ia sudah terbiasa dengan mereka yang tiba-tiba pada malam hari mengetuk pintu kamarnya dan tiba-tiba hanya memeluknya lalu sesaat kemudian pergi kekamarnya, atau mereka yang tiba tiba menelponnya hanya untuk berbicara hal yang tidak penting (well ini sepertinya hanya untuk Davendra, Kegan dan Byantara, yang memang sibuk berpergian kemanapun itu), tetapi tanpa Dayana sadari ia sangat suka seperti ini ia merasa saat ini adalah saat dimana ia sangat dibutuhkan oleh orang lain, apalagi Kayana dan Fabian, sahabatnya itu sekarang tengah menjalankan studinya diluar negeri, jadi yang ia punya saat ini memang hanya keluarganya saja,

Keluarga. Masih sangat lucu rasanya kala menyebutkan itu didalam otaknya, beberapa tahun lalu, keluarga yang ia ketahui hanya satu orang saja, tapi saat ini, keluarganya lebih dari itu, dan itu sangat tidak ia prediksikan,

“Udah belom?” Ailesh menanyakan itu kepada kembarannya dan Dayana yang masih berada diposisinya tadi,

Dayana mengalihkan pandangannya kearah Avanesh lalu dibalas anggukan oleh orang tersebut,


“DEO ANJING! JANGAN PAKE TANGAN, TANGAN LO KOTOR,”

“EDHAN AH ITU PUNYA GUE JANGAN DIMAKAN!!”

“PELIT PELIT BANGET!!”

suara teriakan heboh yang berasal dari seorang Aydan, lalu disambung oleh Affandra dan Edhan menyambut Dayana yang sedang berjalan turun dari lantai atas rumah ini,

“MASIH PAGI BISA GAK SIH GAUSAH TERIAK TERIAK?!”

“MAS CIA INI ADEKNYA NIH NGAMBIL MAKANAN GUE MULU,”

“MAS AYI! IH ITU ANESH UDAH NUNGGUIN DARI TADI TELORNYA AMBIL SENDIRI KENAPA,”

Dan lagi, Dayana hanya bisa menggelengkan kepalanya, seorang Affandra dan Avanesh yang dulu ia kenal sangat dingin dan pendiam sampai dirinya sendiripun sempat takut dibuatnya sekarang imagenya berubah menjadi seseorang yang berisik dan bisa dibilang protektif, kini sikap mereka berdua tidak jauh dari seorang Basudeo dan Ailesh,

Oh! Apakah kalian penasaran dengan kehidupan mereka selama ini? Kalau iya, oke, sedikit rekap di 2 tahun kebelakang ini, dimulai dari seorang Ramadella, ia masih sama seperti sebelumnya, sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mengenal waktu tentunya, bahkan diumurnya yang saat ini ingin menginjak 33 tahun ia masih sangat sibuk dan akan selalu seperti itu, soal kekasih? Hanya ia dan tuhan yang tau akan hal itu,

lalu Davendra, seperti yang diketahui khalayak ramai, ia menjadi CEO agensi hiburan saat ini, tapi masih menggeluti profesinya sebagai seorang model dan sekarang merembet ke aktor film,

sedangkan Kayvan kini dirinya dan kekasihnya Alana telah merubah status mereka menjadi bertunangan, semenjak setahun lalu, hubungan mereka masih dirahasiakan dimata publik sebab Kayvan masih merasa masih sangat riskan untuk Alana diketahui oleh publik, apalagi juga karir Alana sedang naik kepuncak karena perannya bersama Davendra difilmnya kemarin sukses besar, urusan bisnis? Masih sama seperti kemarin, hanya saja kini Botulinum dipegang olehnya dan Aidan,

Byantara dan Kegan masih sama seperti sebelumnya mereka masih menjadi atlit balap yang semakin sukses didunia mereka, hanya saja mereka kini sedang memikirkan untuk pensiun dini akibat sudah merasa lelah dan bosan akan pekerjaan mereka saat ini, Byantara sedang memikirkan untuk membuat sebuah klinik rehabilitasi mental dan seorang Kegan akhirnya kini tengah memikirkan membuka kantor konsuler arsitektur, masih seperti dahulu, keduanya sama-sama tidak mau kalah, lihat saja rencana mereka, hampir sama kan?

Untuk kembar tiga yang tidak kembar, Arvel, Domicia dan Aidan, Arvel dan Domicia telah menyelesaikan studi S1nya, dan sudah mendapatkan gelar double degree juga untuk S1nya, kini keduanya sedang disibukkan kegiatan S2nya yang memang mereka ambil dengan kelas online, karena selain S2 kini keduanya memiliki bisnis mereka sendiri, Arvel yang tentu saja telah membuka coffeeshopnya yang kini telah ada beberapa cabang dibeberapa daerah, sedangkan Domicia? Kini ia sedang merancang sebuah perusahaan startup yang bergerak dibidang makanan dan minuman untuk menjadi kepala dari bisnis yang dilakukan saudara kembarnya, sedangkan Aidan, selain akan menjadi pemimpin dibotulinum nantinya, ia juga menjadi seorang pembuat aplikasi dari pembelajaran online dan aplikasi penunjang bisnis startup dari kedua saudara kembarnya, Arvel dan Domicia, sampai kapanpun mereka bertiga masih akan terus bersama,

Keempat kembar bersaudara, Basudeo, Affandra, Edhan dan Aydan, keempatnya masih berada didalam lingkungan perkuliahan yang sama dengan Dayana, Ailesh dan Avanesh. Seorang Basudeo berada dijurusan yang sangat tidak ia prediksikan yaitu teknik sipil, sedangkan Aydan berada dilingkup jurusan yang sama oleh Dayana, yaitu ilmu Komunikasi, sedangkan Edhan berada dilingkup yang sama dengan Ailesh, public relation (ps. jangan tanyakan mengapa ia ada disana, sebab itu karena sifat keposesifannya terhadap adik-adiknya), sedangkan Affandra seperti yang kalian tau, ia sekarang berada dijurusan kedokteran, yang membuat waktunya tersita cukup banyak,

Tepukan dipundaknya menghamburkan lamunannya kala ia melihat kearah satu persatu para saudaranya itu, 12 saudara laki-lakinya minus seorang Byantara dan Kegan sebab keduanya kini tengah mengurus balapan terakhirnya sebelum mereka pensiun dari aktifitasnya itu, “Udah selesai neng ngelamunnya?” ucap Aidan yang segera dibalas gelengan kepala oleh Dayana,

“Ayo cepet mas yang anterin, si Anesh sama Alesh tadi mau kemana dulu gitu, kamu katanya ada kuliah dosen kiler kan?” Dayana menganggukkan kepalanya dan segera mengambil totebag dan memakai sepatunya itu,

Pagi ini, menjadi seperti pagi yang seperti biasanya, lagi-lagi seorang Dayana melamunkan kenangan yang 2 tahun kebelakang ini ia rasakan, bersyukur? pastinya, tapi perasaannya lebih dari itu.

forty-seventh chapt. -

Berpakain serba putih, para Kentara bersaudara kembali lagi kearea pemakaman mewah ini, seseorang laki-laki berahang tajam keluar dari dalam mobilnya, diikuti dengan seseorang laki-laki dengan mata berbentuk bulan sabit kala tersenyum itu dibelakangnya seraya menunggu, lalu melindungi kepala seorang perempuan berpakaian terusan serba putih yang akan keluar juga dari kursi penumpang belakang mobil bentley continental berwarna hitam milik Affandra,

“Pake, panas soalnya,” ucap Kegan kala telah berada disamping perempuan yang memang saat ini tengah berada disamping para saudaranya yang berpakaian tak jauh berbeda dengan dirinya,

“Yuk?” Ailesh dan Avanesh merangkul secara bersamaan Dayana pada pinggang dan pundaknya, lalu berjalan bersama mendekati makam para orangtua mereka,

Langkah yang tadinya ringan, semakin mendekat semakin terasa berat, satu persatu dari masnya ketika Dayana perhatikan semakin menundukkan kepalanya satu persatu,

Domicia tersenyum dengan lebar seraya menepuk pundak kembarannya berkali-kali yang sedang menunduk seraya mengusap matanya yang mungkin hendak mengeluarkan air matanya itu, pundak Arvel semakin berat kala satu orang berkaos putih dengan kacamata hitam yang bertengger diatas hidungnya tersenyum lebar pula, “Senyum bray senyum,”

Masing-masing dari mereka terdiam, beberapa orang ada yang memejamkan matanya, dan beberapa lainnya mengarahkan pandangannya kearah langit yang sedang cerah siang ini,

Dayana tertunduk, dalam diam, matanya kini tengah menahan genangan air mata yang berada memenuhi pelupuk matanya setelah melihat batu nisan bertuliskan, nama kedua orang tuanya, Kevin Hendra Kentara dan Irene Cassandra Mouviar, iapun langsung membelokkan badannya melihat kearah belakangnya, dan bertemu netra seorang Byantara dan Kegan yang saat ini telah menghadap kedepan dengan tersenyum, Ailesh yang merasakan perubahan mood dari Dayana langsung memeluknya diikuti oleh Avanesh yang langsung mengusap puncak surai hitam milik Dayana itu, ketika Kegan dan Byantara telah berada didepannya, Byantara langsung mencium puncak kepala dari perempuan satu-satunya diantara mereka, menyalurkan aliran kasih sayang yang ingin ia beritahukan kepada adik perempuannya itu, diikuti oleh Kegan melakukan hal yang sama,

Semakin lama Ailesh Reka merasakan bahunya telah basah, iapun mengeratkan cengkramannya dipinggang Dayana, seraya mencium dengan perlahan bahu yang berada didepan dadanya saat ini, “Sst its okay,”

Suara isakan semakin terdengar dari arah Ailesh membuat semua masnya langsung mengalihkan pandangannya kearah satu titik itu, Ailesh yang menerima tatapan para masnya langsung mengagukkan kepalanya tanda ia bisa menghandle perempuan yang berada dipelukannya itu, “Hey, mau ngobrol gak?” ucap Alesh membuat Dayana mengalihkan pandangannya kearah sampingnya, matanya langsung bertemu wajah Ailesh Reka yang tersenyum dan seraya mengagukkan kepalanya itu,

Dayanapun menggigit bibir bagian bawahnya, menunduk sebentar lalu setelahnya menghapus jejak air mata yang memang tadi sempat ia luapkan,

Ramadella menghampirinya lalu mengecup puncak kepalanya dengan sayang, diikuti oleh Davendra dan Kayvan lalu Domicia, Arvel dan Aidan yang memeluk seraya mengusap punggung dari adik perempuannya itu,

Merekapun satu persatu menjauh, meninggalkan Dayana yang masih ingin berbicara dengan pusara kedua orang tuanya itu, mereka memberi waktu perempuan cantik itu, berkenalan dengan kedua orang tuanya, yang telah lama tidak ia ketahui,

Dayana menghela napasnya, tak lama dorongan dari dirinya kembali mengakibatkan dirinya menahan air matanya lagi yang hendak lolos dari pelupuk matanya, “Maafin Day, Maafin Dayana yang baru ngenalin kalian, maafin Day yang baru bisa kesini ketemu kalian, maaf, mah pah, maafin Dayana,” Dayana semakin menundukkan kepalanya semakin dalam, isakan tangisnya semakin keras, pilu yang keluar bersamaan dengan suara tangis dan air mata itu terdengar sampai ketempat para masnya, satu persatu para masnya itu membalikkan badannya, membelakangi tempat dimana Dayana sedang berbincang dengan kedua orang tuanya yang memang pusaranya bersebelahan, beberapa dari mereka tak sadar air mata merekapun lolos kala melihat perempuan yang menjadi pusat semesta mereka semakin menundukkan kepalanya dengan bahu yang semakin bergerak bergetar dan suara isakan yang kian terdengar jelas,


Netra hitamnya menangkap kedua sosok perempuan yang sangat ia kenali, dengan masih berada didalam rangkulan Byantara dan Kegan disampingnya yang tidak berhenti mengusap punggungnya, ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ailesh yang berada dibelakangnya, Byantara melihat sikap dari Dayana tersebut lalu mengalihkan pandangan kearah yang Dayana tatap sebelumnya, ia juga mengenali kedua orang itu,

“Tante,” ucap beberapa suara bariton menyapa perempuan cantik didepannya,

“Day,” suara panggilan itu sangat ia kenali, bagaimana tidak suara itu adalah suara dari seseorang yang telah menemaninya disaat-saat tersulitnya dahulu,

Domicia menghampiri Dayana, menundukkan dirinya sehingga pandangan netranya bisa tepat kearah netra hitam didepannya itu, menilisik kearah netra hitam perempuan itu lalu tersenyum, “Hei, its okay,” kala mendengar kalimat yang keluar dari suara Domicia, Byantara langsung mengusap lembut pinggang Dayana,

Dayana merasa saat ini dirinya lebih dari yang biasanya, merasa lebih kuat dan tenang dari sebelumnya, ia menatap kearah netra kecoklatan milik perempuan cantik didepannya, “Mami,” Dayana tersenyum kala menyapa perempuan didepannya, ia sangat tahu bahwa sahabatnya yang saat ini didepannya lah yang memberitahukan ibunya ini dimana ia berada sekarang, karena memang pasalnya tadi malam ia bertelepon dengan orang itu sampai larut malam, menceritakan apa yang ia alami kemarin malam.

Dan hari itupun menjadi hari dimana hubungan kedua perempuan yang sempat bersitegang itu kembali berubah lebih baik,


“Lega?” ucapan Basudeo langsung dibalas anggukkan dan senyuman oleh Dayana dan langsung dihadiahi dengan usapan lembut dipuncak kepalanya, “Pinter,”

forty-sixth chapt. -

Waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, dan tepat sebulan sudah waktu berjalan setelah pembukaan agensi hiburan milik Davendra Argha,

Dayana yang sedang berkutat dengan tugasnya itu langsung terbangun kala melihat kearah jam yang ada dimeja belajarnya dan segera menguncir tinggi surai hitam miliknya, malam ini ia hendak menyiapkan makan malam bersama dengan kedua masnya itu, Aydan dan Byantara,

Kala ia membuka pintu dari kamarnya, ia merasakan hawa yang cukup asing didalam rumah ini, biasanya ketika waktu sudah menujukkan pukul 7 malam semua masnya itu sudah ribut berada dilantai bawah karena bersiap untuk makan malam, tetapi malam ini berbeda ia tidak mendengar suara apapun dari bagian bawah rumah ini, ruangan yang terdapat televisi, yang biasanya telah dinyalakan dan terdapat beberapa masnya didepannya itu masih dibiarkan mati dan tidak terdapat satupun masnya yang ada didepan televisi tersebut,

Ia segera berlalu memasukki dapur dimana tempat biasanya para masnya itu menyiapkan masakannya, dilihatnya kedalam dapur tersebut, hanya terdapat beberapa pekerja wanita yang sedang menyiapkan masakannya, tidak terlihat kedua masnya yang biasanya ikut membantu mereka, “Eh non, kok keluar?”

“Eh iya bi, kan mau bantuin,” ucapan Dayana hanya dibalas anggukkan oleh bi Darmi, selaku kepala pekerja wanita yang berada dirumah ini, “Bi, para mas kemana ya?”

“Eh aih non teh gak tau?” Dayana segera membalas ucapan bi Darmi itu dengan menggelengkan kepalanya, membuat bi Darmi tersenyum pelan, “Ini kan udah tanggal 31 non, biasanya mah kalo tanggal 31 november para aden sama tuan teh selalu ngurung diri dikamarnya masing-masing,”

Dayana tampak terkejut mendengar penyataan dari bi Darmi, ia sangat tidak tahu akan hal tersebut, pasalnya kedua saudaranya yang dekat sekali dengannya tidak memberitahukannya tentang ini, “Emang ada apa bi?”

Bi Darmi tampak bepikir sebentar sebelum setelahnya menghela napasnya dengan pelan, “Besok, tanggal 1 Desemberkan peringatan kematian para tuan dan nyonya besar,”

Napas Dayana tiba-tiba tercekat, ia benar-benar tidak tahu akan masalah sepenting ini,

“Da biasanya mah non, suara tangisan pedih pisan kedengeran sampe keluar, biasanya mah dari kamar den Kegan, den Alesh, den Anesh sama den Aydan,”

“Tapi biasanya juga henin kaya gini, tapi ya besoknya mah biasa lagi, mereka siap-siap ke makam biasanya mah,”

Dayanapun masih terdiam mendengarkan kala seseorang pemuda berpakaian sangat santai masuk dengan membawa beberapa bahan masakan, ia langsung keluar guna mengambil beberapa udara segar sebab terlalu terkejut mendengar fakta yang baru saja ia dengarkan.

Dayana berjalan berpas-pasan dengan beberapa orang yang sudah membawa beberapa bucket bunga besar, Dayana memperhatikan bunga-bunga tersebut, dan menghela napasnya, mengapa hal sepenting ini tidak Ailesh dan Avanesh beritahukan kepadanya,

Ia berjalan tanpa sadar sampai kearah area kolam renang dari rumah tersebut, disana ia melihat sosok laki-laki berpakaian santai dengan celana basketnya dan seraya mengapit sebatang rokok dan mengebulkan asapnya kearah sembarangan, ketika netra hitamnya berpasan dengan netra laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung tersenyum lembut seraya mematikan sebatang rokoknya, dan menggerser tubuhnya, memberi ruang agar Dayana bisa duduk disampingnya itu,

Aidan Zavier, langsung tertunduk kala Dayana sudah berhasil duduk disampingnya, “Abis dari mana?”

“Dari dapur mas,”

Aidan pun tersenyum kala mendengar jawaban dari adik perempuannya itu, ia pasti tau jika adik perempuannya itu sudah mengetahui semuanya, “Maaf ya,”

“Maaf kenapa mas?” Dayana mengalihkan pandangannya kearah masnya itu dengan wajah bertanyanya,

“Maaf para masnya gak ngasih tau kamu kalau ada yang kaya gini, maaf juga kalo para mas jadi keliatan lemah,”

Dayana tersenyum lembut seraya mengaluhkan pandangannya kedepan, “Gapapa mas, mas kan semua juga manusia, wajarlah kalau ngerasa sedih,”

Aidan tersenyum, dan mengusap lembut surai hitam disampingnya itu, seraya mengecup lembut puncak kepala milik adik perempuannya, “Pinter, cantik mas pinter,” ucapnya, “Mas bingung sebenernya, kaya mas mikir seharusnya kan kita semua gak boleh terlarut sedih sedih terus, soalnya pasti mereka semua diatas sana juga ikutan sedih, tapi mas juga gak bisa ngapa-ngapain, coping mechanism setiap orang berbeda, kita kan gak bisa maksain apa yang kita suka dan apa yang kita mau ke orang lain, soalnya ya belum tentu kan apa yang kita anggap baik buat orang itu, dianggap baik juga sama orang itu,”

Dayanapun menganggukkan kepalanya, satu hal lagi yang ia pelajari dari salah satu masnya ini, selama beberapa bulan ia mengenal para masnya, banyak hal yang ia pelajari dari sikap dan sifat dari para masnya serta obrolan-obrolan singkat bersama para masnya.

Ia kembali menaikkan pandangannya kearah langit malam yang saat ini tengah ramai bertabur bintang, “Mamah? Papah? Ah aku gak tau mau nyebut apa, akhirnya besok kita ketemu ya,” ucapnya didalam hati dan pikirannya, ya, akhirnya besok ia bertemu dengan kedua orang tuanya itu.

forty-fifth chapt. -

Ramadella melihat tajam kearah tiga orang laki-laki dihadapannya, kini mereka berempat sedang berada diruangan Ramadella yang didominasi warna khas kayu itu, Ramadella menghela napasnya, “Mas makasih banget sama respon kalian yang cepet kaya tadi, tapi gak mengorbankan pendidikan kalian juga, paham gak? Arvel kuis buat tambah nilai uas, Aidan ujian praktikum buat uas, terus Deo juga mau pre-test mingguan kan? Kan ada Cia, ada Aydan sama Edhan juga, percaya sama mereka, mereka bisa jagain Dayana juga.” Ramadella menatap kearah ketiganya bergantian, sedangkan yang ditatap hanya bisa melihat kearah kaki mereka yang sudah terasa dingin akibat paparan dari angin air conditioner yang memang tidak tau mengapa sangat terasa dinginnya saat ini,

“Jangan lagi, Arvel kan udah mau ngambil double degree, Aidan juga mau test double degree kan? Deo dikit lagi juga test masuk universitas, kalian lagi di masa-masa penting kalian,”

Ketiga orang itupun menganggukkan kepalanya, tanpa mengucapkan sepatah katapun, setelah Ramadella menyuruh mereka keluar, merekapun langsung menghela napasnya yang sedari tadi ditahan oleh mereka,

Pintu kayu terbuka disana, menampilkan ketiga laki-laki yang tadi mengkhawatirkan seorang perempuan yang kini menatap mereka dengan merasa bersalah, “Mas, maaf...” ucapnya dengan lemah, yang langsung membuat ketiganya menghampirinya dan mengusap surai hitam milik perempuan itu secara bergantian,

“Gapapa santai, udah sana kamu masuk,” ucap Arvel, laki-laki yang memang paling tua diantara ketiganya dengan senyuman lesung pipinya membuat Dayana juga tidak sadar menampilkan senyumnya,

Dayana menghela napasnya sebelum memasukki ruangan tersebut, sumpah ia merasakan seperti akan diadili dipengadilan dengan tuntutan gantung mati, “Mas?” ucapnya dengan suara pelan, berhati-hati, netranya langsung bertemu dengan sepasang netra kecoklatan yang tajam,

“Mas, Dayana minta maaf udah buat khawatir...”

Ramadella menghela napasnya, ia sebenarnya tidak tega menghadapi adik perempuan satu-satunya ini dengan suasana yang tidak mengenakkan, “Mas boleh tau alesannya pre-test Dayana disobek kenapa?”

Dayanapun langsung menatap netra kecoklatan itu kala ia langsung mengingat peraturan yang pernah diucapkan oleh Ailesh tempo hari, Kalau ngomong sama mas Rama, mas Daven, mas Kayvan tatap matanya,

“Pre-test Dayana sama mas, sama Hana, temen sekelas Dayana, tapi sumpah padahal Dayana ngerjain itu sendiri bahkan barengan sama Alesh sama Anesh juga, tapi gak tau kenapa pas ngumpulin eh sama...”

“Dayana ngumpulinnya kapan?”

“Setelah istirahat makan siang, soalnya kan pelajarannya abis itu juga,”

Ramadella menghela napasnya, ia mengerti apa yang sebenarnya terjadi, adik perempuannya ini menjadi korban kecurangan temannya, ia paham betul bagaimana temannya itu melakukan hal curang seperti yang Dayana ceritakan,

“Yaudah Dayana keluar sekarang,”

Dayana langsung mengalihkan pandangannya kearah Ramadella yang langsung berhadapan dengan senyum ramah dan anggukkan kepala seorang Ramadella membuatnya langsung menuruti apa yang Ramadella katakan,

Ramadella mengangkat handphonenya setelah mengetik sebuah nama dan mendialnya menuju panggilan telepon, “Cari tau tentang Hana teman sekelas Ailesh dan Avanesh, kalau udah keluarin sekarang, dan cari tau tentang guru yang namanya mrs. Murni juga. Kasih bukti kecurangan yang tadi saya udah kirim voice recordnya.”