[⚠️⚠️⚠️ Warning! it might be sensitive content for some of you so please please be careful ! Kalo kamu punya anxiety atau panick attack/yg berhubungan dengan semacamnya. Please jangan dibaca ya. Jangan ngeyel!!⚠️⚠️⚠️]

[mention of panick attack, etc]


twentieth chapt. -

Buggg! Bugg!! Buggg!!!

Suara tinjuan keras mengakhiri semuanya, Davendra memeluk samsak tinju hitam yang berada dipojok kamarnya, peluh keringat membasahi tubuhnya dengan nafasnya juga yang kian terengah,

Davendra memejamkan matanya, dan menghela napasnya, tubuhnya terjatuh terduduk dilantai marmer kamar bernuansa hitam dan coklat kayu itu,

Tubuh Davendra bergetar, diikuti suara isakannya yang tersedu, dan lagi, detak jantungnya memburu seperti biasanya, kala dirinya dikerubungi dengan perasaan panik menggebu,

“Dav? Gue masuk ya,” ucap seseorang dibalik pintu kamarnya, Davendra tau orang yang berada dibalik pintu itu pasti sudah tau keadaannya sekarang,

“Hey?” Orang itu langsung menghampiri dirinya yang sedang tertunduk, dilihatnya jari jari kaki panjang yang berada didepan Davendra saat ini, tak lama tubuhnya dirangkum oleh kedua lengan panjang, membuat tangisannya tersedu semakin keras,

“Ven, its okay, lo gak perlu panik,”

“Gu-gue le-mah banget ya mas, padahal gini do-ang,” Davendra mengucapkannya secara terbata dan tersedu-sedu,

“Yang lemah disini bukan cuman lo doang kok,” ucap mas tertua dari Kentara bersaudara itu, Ramadella, meletakan kepalanya diatas kepala adiknya itu, “Kita semua lemah, kita semua sakit, tapi kita semua juga berusaha buat nyembuhin semuanya kan, Ven? 10 tahun, lo pikir gue gak tau apa yang kalian semua alamin. Lo dan Kayvan yang masih berusaha buat nyembuhin diri sendiri dari panic attack dan trauma sama pesawat, Byant yang ngerasa bersalah karena dihari itu gak bisa nemenin Kegan dan akhirnya Kegan yang jadi lebih tertutup setelahnya sama dia, Aidan yang masih pura pura kuat buat Cia sama Arvel, dan para adik-adik kembar lo itu, Cia, Arvel, Deo, Affand, Ed, Ay dan 2 kembar bocil yang sama-sama neken egois mereka, buat satu sama lain, karena punya pikiran kalo yang mereka punya saat ini sampe nanti ya cuman satu sama lain, padahal gak gitu, kan?” Setetes air mata Rama berhasil lolos kala ia menyelesaikan kalimat panjangnya,

“Sampai saat ini, kita masih berusaha buat bangkit ya mas, padahal itu udah lama banget. Pasti kalo seandainya nih kita ketemu sama mereka, kita diomelin abis-abisan,”

Rama terkekeh mendengarnya, “Makanya kalo gakmau diomelin kita harus kuat, Ven.”

“Kuat lah, ya kali enggak,”

ucapan Daven berhasil membuat keduanya tertawa dengan masih saling memeluk satu sama lainnya.