sixth chapt (½). —

Gadis dengan pakaian kaos hitam bergambar beruang kecil, lalu dipadu dengan skinny jeans itu, akhirnya menginjakkan kakinya ke lantai permukaan kamar kosnya,

Tubuhnya langsung luruh kepermukaan lantai kala dirinya telah tersadar ketika merasakan hawa dingin permukaan lantai kamarnya, tatapannya masih kosong, dirinya masih mencoba memproses semua hal yang baru saja terjadi padanya,

Seketika tubuhnya bergetar, kepalanya menunduk masuk kesela kakinya yang sudah ia tekuk, Alsava, Alsava Dayana menangis seraya menahan rasa sakit yang ia peroleh dibagian lengan atasnya ketika obat bius yang tadi disuntikkan oleh dokter dirumah sakit perlahan menghilang, “Bunda.... Bunda kenapa harus ninggalin Day sendirian? Kenapa Bunda gak ngajak Day aja?” Dayana menggumamkan ucapannya dengan suara terisak dan bergetarnya.

Apa yang mereka mau dari gadis miskin kaya gue sih, ucap batinnya dengan nada kesal disela isakan tangisnya.


Seorang laki-laki dengan perawakan wajah yang tampan dan tegas dengan tinggi yang tidak terlalu menjulang, berjalan dengan santai seraya menyampirkan jas putih kebanggaannya dilengan sebelah tangannya,

Kepalanya menggeleng pelan kala ia melihat sosok yang sangat dikenalinya telah berada didepan ruangannya seraya memainkan smartphonenya, kala langkah kakinya telah hampir mendekati sosok tersebut, sosok yang dihampirinya langsung menolehkan kepalanya kearah dirinya, “Lama banget sih lu operasi,” ucap sosok yang sudah berada didepannya itu, Kayvan, Kayvan Tian.

“Ya lagian bisa besok anjir. Kenapa sih lo semangat banget,” Dion merogoh saku jas putihnya guna mencari kunci untuk membuka pintu kayu yang kini sudah didepannya,

Kayvan mendengus, “Lo kaya gak tau mas Rama aja sih,”

Dion terkekeh, ia telah hapal bagaimana karakter kakak tertua dari sahabatnya itu, “Lagian ya, si Daven kan masih di milan, ga mungkin kan lo gak nungguin dia.”

Kayvan hanya mengedikkan bahunya saja, “Nih,” Kayvan menyerahkan sapu tangan biru dongkernya yang sudah ada didalam plastik ziplok, “Buat sample satunya besok gue langsung anterin ke lab lo aja ya?”

Dion memperhatikan sapu tangan yang dibalut plastik ziplok yang berada ditangannya tersebut, “Lo gak lakuin hal konyol kan buat ngedapetin ini?”

Kayvan hanya tersenyum memperlihatkan seluruh deretan giginya kepada Dion, “Udah ya cabut gue, udah mau jam setengah 2 ini, Lo bawa mobil?”

Dion menggelengkan kepalanya, “Gue bawa motor bang Karel, tadi agak buru-buru soalnya,”

Kayvan menganggukkan kepalanya, “Oke deh, cabut ya. Besok gue anterin sample satunya lagi, sekalian cerita, maybe” ucap Kayvan seraya berlalu keluar dari ruangan Dion.