sixth chapt (2/2). — Baru saja ia ingin melemparkan tubuhnya yang lelah keatas tempat tidurnya, handphonenya berdering, menunjukan ada panggilan masuk dihandphonenya, Dayana menghela napasnya dengan perlahan kala melihat nama yang tertera dilayar handphonenya tersebut, pasalnya ia masih bingung harus menceritakannya atau tidak.
Iya, sahabatnya itu, yang sedang menelponnya terus menerus ini telah mengetahui bahwa dirinya terluka karena tadi ketika ia sedang menangis, Kayana tiba-tiba saja menelponnya, alhasil Dayana tidak bisa mengelak apapun itu.
“Day?” ucap seorang Kayana dengan lembut,
Dayana hanya bisa membalasnya dengan gumaman tidak jelasnya,
Suara helaan napas disana terdengar jelas, “Ayo cerita, gue mau tau gimana,” ucap suara disebrang telfon dengan masih menggunakan nadanya yang lembut, pasalnya Kayana tau bahwa sahabatnya ini dikala sedang tidak enak pada dirinya atau sedang ada masalah, seorang Kayana tidak bisa memposisikan dirinya menjadi sebuah api yang menggebu.
Dayana mengehela napasnya perlahan, seraya dirinya mengucapkan doa didalam batinnya agar dapat selamat dari amukan kejam sahabatnya ini, “Jadi gini, tadi kan awalnya kita janjian tuh mau masak masak, tapi gak jadi karena lo mau nemenin mamih kan, yaudahlah akhirnya tadi gue kebablasan sampe closing yang bener-bener tutup cafe, itu sekitar setengah 11 or jam 11 ya, lupa deh pokoknya, long story short pulang kan gue, sampe depan gang, ya you know gang menuju kosan gue sempit gelap gitu kan, yaudahlah tuh gue jalan sampe akhirnya ternyata ada yang ngikutin,” ucapan Dayana terhenti sebentar, ia mengambil napasnya perlahan, lalu menghela napasnya lagi dengan perlahan pula,
Dayana mengelap sudut bibirnya, “Day?Halloww Dayanaa, Lo masih disitu kan?” suara Kayana terdengar dari handphonenya,
Dayana pun melanjutkan perbincangannya “Hmm iya gue masih disini, gue lanjut ya ndorooo, pokoknya alhasil ya gue makin cepet lah ya, terus tiba-tiba mereka nangkep tas gue, sambil ngacungin pisau lipat gitu, ya gue gak terima lah ya tas gue isi barang berharga diambil, sampe akhirnya pas mereka mau kaya ngeraih tubuh gue eh tiba tiba ada cowo dateng, nolongin gitu lah, cuman kaya tiba-tiba tuh rampok agresif gitu loh kaya mau banget nyentuh badan gue, alhasil pas gue menghindar kena goresan pisau lipat, blabla akhirnya yaudah ditolongin sama itu cowo, luka gue sementara dibalut sama sapu tangannya dia terus dibawa ke rumah sakit, tapi anehnya tuh, pas gue udah selesai itu cowo udah gak ada, dan biaya rumah sakit gue udah dibayar,” ucap Dayana langsung menghela napasnya kasar dan meneguk air mineral yang ia buru-buru ambil setelah menyelesaikan ceritanya,
Kayana menghela napasnya diusung teleponnya, “Ganteng gak?” suara kekehan terdengar setelah pertanyaan Kayana diujung sana,
Dayana ikut terkekeh ketika mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu, “Lebih penting muka si cowonya daripada sahabat lo yang luka ini?”
“Yaa enggak sih, cuman gue kepo aja gitu, kaya cerita prince charming di dongeng gitu gak sih?” ucap Kayana yang diakhiri dengan tawanya pula
Dayana hanya ikut tertawa dan ikut larut bercerita selanjutnya tentang apa yang terjadi setelah kejadian itu, dengan Kayana yang masih setia mendengarkan celotehan cerita dari sahabatnya pula.