seventh chapt. — Byantara terus menghela napasnya kala seorang wanita yang seumuran dengan ibunya disampingnya ini terus bergumam jengkel,

Wanita itu menghela napasnya, “Pantas aja adeknya kelakuannya preman gitu kakaknya aja penampilannya gini, orang tuanya gak bener banget sih ngajarin anaknya,”

Final. Kata-kata terakhir memuakkan yang berhasil Byantara dengar, “Anda kalau tidak tau apa-apa tolong diam saja, anda tidak berhak menghakimi seseorang hanya karena penampilannya,”

“Cih angkuh sekali, kamu itu masih muda, tau apa kamu? Awas aja saya suruh suami saya untuk mengeluarkan adik kamu itu,” ucap wanita yang memakai blouse kuning pudar dengan tas dengan tulisan brand ternama dan beberapa aksesoris yang ia pakai,

“Bu Jihan tolong tenang ya, biar kan ini diselesaikan dengan kepala dingin,”

“Gak bisa! Anak ini dan adiknya sudah kurang ajar. Dia bisa-bisanya ngelawan perkataan saya. Apalagi adiknya itu hih so jagoan disini, apa dia tidak tau kalau suami saya ini pemilik sekaligus ketua yayasan sekolah ini?”

“Tidak saya dan adik saya tidak tau siapa anda dan suami anda,” ucap seseorang berperawakan wajah yang tegas dan mata yang tajam seraya masuk kedalam ruangan konseling sekolah Neo Jaya School itu, “Selamat siang, maaf saya terlambat walaupun sudah diwakilkan, tapi saya wali sahnya Edhan Samudera, saya Ramadella Ananta,” ucap Rama menjabat tangan seorang guru yang berada ditengah antara Byantara dan seorang wanita bernama Jihan ini,

“Kalau anda tidak keberatan, silahkan panggil suami terhormat anda kesini, ibu?” Ramadella menoleh dengan wajah bertanyanya,

“Jihan.”

“Ya, ibu Jihan, silahkan,”

Guru yang sedang memperhatikan mereka merasa salah tingkah dan bingung harus seperti apa, “Ah pak Rama, saya rasa tidak perlu sampai memanggil bapak Budi sampai kesini,”

“Ah tidak apa, bu Yani, saya tidak keberatan untuk menunggu lagi,” Ramadella menyolek bahu Byantara untuk menyuruhnya menunggu diluar ruangan, “Kamu keluar aja,” yang ditunjukpun segera mengangguk dan keluar ruangan, setelah sebelumnya berpamitan,

Tak lama berselang seorang pria berpakaian formal masuk kedalam ruangan, “Ada apa ini mah? Sampai menelfon papah?” ucapnya kepada seorang wanita yang duduk disamping Ramadella,

Guru yang disanapun hanya bisa diam saja tidak bisa berkata-kata, “Ini pah, hih males banget mamah, ini kakak dari anak yang buat Reza babak belur sampai 2 kali itu, mereka sok mau ketemu papah,”

Pria itu lalu melihat kearah Ramadella, dan melihatnya dari atas sampai kebawah, “Sudah merasa jagoan anda ingin bertemu saya? Apa anda ingin adik anda dikeluarkan dari sekolah ini?” ucap pria yang masih berdiri itu menatap Ramadella,

Ramadella mendengus lalu terkekeh, “Halo pak? Budi, ya halo pak Budi, ah tapi sebaiknya kita berbincang menunggu seseorang lagi ya. Bagaimana bu Yani?”

“Halah bertele-tele kamu, sudah bu Yani keluarkan saja anak itu, tidak perlu berdiskusi,”

Tiba tiba seseorang berperawakan yang sangat dikenali oleh Ramadellapun muncul dibelakang pria yang sedang memencak Ramadella, “Ah ini dia orang yang saya tunggu,” seseorang yang Ramadella maksudpun langsung menunduk, dan ucapan Ramadella berhasil membuat ketiga orang yang lainnya ikut menengok kearah pandangan Ramadella,

“Loh? Pak Putra? Ada apa bapak kemari?” ucap sopan pria yang tadi sangat aktif memarahi Ramadella, Budi. Ia langsung menghampiri Putra yang masih berada diambang pintu dan menunduk dengan sopan,

“Loh? Anda kenal dengan mas Putra? Wah kebetulan sekali ya,” ucap Ramadella dengan seringai mengejeknya.

Ketiga orang itu menampakkan wajah yang cukup terlihat bingung,

“Maaf pak Rama, biarkan saya yang menyelesaikan” ucap Putra sambil menunduk memberi hormat kepada Ramadella,

Ramadella menjulurkan tangannya kepada Budi yang berada disebelahnya, “Ramadella Ananta Kentara, pemegang Kentara Group Company, atau bisa dibilang saya bos dari bos anda? Karena secara susunan yayasan anda berada dibawah K+ Foundation, dan K+ berada dibawah Kentara Group, betul begitu mas Putra?” Ramadella mengalihkan pandangannya kepada Putra,

“Betul pak,” ucap Putra kepada Ramadella,

“Saya ingin anaknya keluar, dan cabut dia dari jabatannya sekarang, kita punya 75% hak disinikan?” Ramadella mengalihkan pandangan tajamnya kepada Budi dan istrinya, “Ingat Putra, there is no second chance for anyone who messing up with my family,” ucap Ramadella lalu berlalu meninggalkan ruangan tersebut.

“Telfon mas Kayvan, gausah kesini,” ucap Ramadella kepada Byantara yang memang masih menunggu diluar, dan berlalu bersamaan meninggalkan sekolah itu.