⚠️chapt. thirty-fifth tw// car accident -

Degup jantungnya semakin cepat memicu, pikirannya kini dipaksa bergerak dengan cepat untuk berpikir, banyak kalimat yang diawali dengan seharusnya yang terus berlarian pada saat ini didalam pikirannya,

“Day, kamu percaya sama mas kan?” ucapnya kepada wanita bersurai hitam disampingnya yang sedang memainkan handphonenya,

“Hah? Apa sih mas? Percayalah,”

ucapan terakhir Dayana sukses membuat pikirannya merasa yakin, Basudeo yang mengemudi mobil porsche taycan berwana hitam miliknya dengan Affandra, kini sedikit menambah kecepatannya,

“Mas? Mas kenapa sih?”

“Pegangan kuat, percayakan sama mas?” Basudeo mendapat anggukan kepala dari Dayana, yang langsung membuatnya tersenyum,

Nanti. Nanti ia harus berterimakasih oleh seorang Byantara yang pernah melaksanakan pembelajaran balap selama 3 bulan untuknya dan para saudaranya itu,

Setir kemudi yang ia kendarai ia banting ke arah kanan hingga menukik, untungnya jalanan yang ia lintasi kini telah sepi dan lenggang, membuat dirinya leluasa akan setir kemudinya, Basudeo melihat kearah penunjuk bensinnya, baru kali ini ia harus bersyukur kepada kebiasaan Edhan yang selalu melupakan mengisi bensin setiap memakai mobil ini,

Pedal gasnya ia injak sedikit, seraya menekan tombol dial telepon yang berada dilayar mobilnya, setir mobil yang ia kemudikan, ia banting habis kearah kanan,

Hantaman keras tidak terhindarkan antara body mengkilap mobil porsche taycan warna hitam yang dibawanya dengan tembok kokoh berwarna abu-abu milik pintu masuk sebuah pabrik yang sudah lumayan lama kosong, untuk kedua kalinya ia harus berterimakasih kepada seorang Edhan Samudera, karena telah memberitahukan lokasi ini kepadanya,

Tubuhnya kaku, rasa ngilu dan sakit yang ada kini tidak bisa ia bedakan mana yang paling sakit, dalam rasa kesakitannya ia tersenyum sedikit, Papih, liat kan? Deo udah jadi jagoan sekarang, batinnya, kesadarannya hampir hilang, hingga suara isakan terdengar dari arah kungkungan yang ia ciptakan,

Dayana masih memejamkan matanya, ia tidak berani untuk melebarkan matanya, fokusnya terpusat pada gerakan tubuhnya, ia berusaha keras untuk tidak bergerak sedikitpun, karena takut menjadi lebih bencana bagi orang yang berada diatas tubuhnya, isakan tangisnya tak bisa ia tahan, tapi ia berusaha untuk tidak terdengar,

“Sstt.. It's okay, I'm here,” suara bariton lemah terdengar masuk kedalam pendengarannya, membuatnya semakin ingin terisak, tapi tenaganya juga kian lama kian berkurang, dan kegelapanpun menguasai pandangannya.


Sosok tinggi, tegap, dengan setelan formal berwarna biru tua berjalan tergesa, dengan isi kepala yang sangat penuh dan berisik, merapalkan seluruh mantra yang ia harap bisa menyelamatkan kedua adik kecilnya yang ia yakini sedang terbaring ntah diruangan mana,

Netra kecoklatan menangkap sosok yang tetap berusaha kokoh berjalan mendekat kearahnya, menyusuri lorong bercat putih dengan penerangan sedikit meredup,

Domicia menahan sosok yang hampir saja terjatuh ketika bertemu netranya, “Mereka sekarang dimana? Mereka kenapa? Kok bisa kaya giniii” rentetan pertanyaan itu terucap begitu cepat tanpa sadar, dengan suara yang lemah dan bergetar

“Mereka udah diruang tindakan mas, mas Rama tenang dulu ya, mas Daven sama mas Kegan baru aja masuk mau cek buat tranfusi darah, soalnya tadi Dayana sama Deo kekurangan darah, mas Byant lagi ngurus administrasi, Edhan sama Aydan lagi beli makan soalnya kita semua baru mau makan sama ngambil beberapa barang dirumah,” jelas Domicia kepada Ramadella tanpa terlebih dulu ditanya,

“Kayvan?” tanya Ramadella dengan cepat, namun setelahnya ia langsung menghela napasnya, sadar akan keberadaan Kayvan,

Domicia tersenyum menenangkan mas tertuanya itu, “Mas Kayvan tadi sempet kesini sebentar, terus pergi lagi sama anak-anak botulinumnya,”

Rama menganggukkan kepalanya dengan cepat, mengusap wajahnya kasar dengan matanya yang hampir menangis tertahan dipelupuk, jangan tanyakan bagaimana keadaan perasaannya, karena iapun cukup rumit untuk menjelaskannya,

Netra kecoklatan Rama menangkap sosok Arvel dengan baju basketnya, berjongkok dengan tangan yang menahan kedua kepalan dari seseorang yang berada didepannya, dengan tubuh yang jauh lebih besar dan berotot dari Arvel, baju hitam dan celana pendek olahraganya melengkapi penampilannya saat ini, ia menundukkan kepalanya, rahangnya yang mengeras terlihat samar didalam netra Ramadella, dengan seseorang yang jauh lebih kecil dengan pakaian sekolah berwarna abunya yang sudah tidak karuan, ikut tertunduk disampingnya, dengan tangan yang ia kalungkan dibelakang lehernya,

Ramadella menghela napasnya lagi dengan frustasi, selain dirinya ia sangat paham ada banyak sosok yang lebih terpukul dan jatuh kala mereka bersaudara terkena musibah, ya, sosok sosok itu adalah Kayvan beserta para adiknya, karena pasalnya sudah sedari orang tua mereka, tepatnya anak ketiga dari keturunan Kentara, Mario Tirta Kentara, mengemban tanggung jawab besar secara tidak langsung untuk melindungi seluruh anggota Kentara tidak terkecuali, sehingga jika ada hal seperti ini, mereka lah yang akan secara sukarela untuk mengorbankan dirinya.

Ramadella berjongkok disamping Domicia, lalu menundukkan kepalanya, dalam batinnya juga mengulang kalimat yang sama, Jika memang harus mengambil salah satu dari mereka, biar kan ia yang menggantikan posisi itu batinnya, dengan tanpa sadar air mata yang tertahan dipelupuknya lolos hingga jatuh keatas pipinya.