chapt. twenty-four -

Ailesh membuka pintu besi yang sedikit sudah berkarat didepannya, menunggu kedua orang dibelakangnya masuk,

Disana telah tertata meja dan 3 bangku, keduanya memang telah disiapkan oleh Ailesh dan Avanesh tadi pagi setelah sesampainya mereka disekolah, tadi pagi sebelum mereka masuk kedalam kelasnya, mereka menuju ke rooftop bagian timur gedung sekolah mereka terlebih dahulu,

“Kalian nyiapin ini?” ucapan Dayana segera dibalas dengan anggukan oleh Ailesh dengan bangganya,

“Tadi pagi gue sama Anesh kesini dulu,”

Dayana memberikan tepuk tangan untuk kedua saudaranya itu,


Setelah mereka menghabiskan makan siang yang dibawa oleh Ailesh tadi, Avanesh segera mengeluarkan mesin pencetak foto yang telah dibawanya tadi,

“Tara!! Ini hadiahnya, gue bakalan bantuin lo buat lebih kenal dan hafal sama para mas, tapi lo nyatetnya coret coret dulu aja baru nanti lo salin lagi biar rapih gitu loh,” Ailesh menjelaskannya kepada Dayana, dan ucapannya itu hanya dibalas anggukan oleh Dayana,

Dayana sebenarnya bingung harus bereaksi apa selain setuju dengan ucapan Ailesh, pasalnya didalam dirinya masih berkecamuk akankah dia tinggal bersama mereka atau tidak,

“Tadi gue udah mikirin, karena para mas banyak, jadinya nanti Anesh yang nyetakin fotonya, terus ditulis nomornya gitu dipolaroidnya, nah nanti lo nulisnya dikasih keterangan nomor juga, paham gak?”

“Paham paham,” ucap Dayana menyetujui ucapan Alesh

Dan akhirnya sisa waktu istirahat merekapun dipakai untuk mendengarkan dongeng panjang tentang para Kentara bersaudara dari seorang Ailesh Reka Kentara.

Alesh bahagia banget ya punya para masnya, apa gue bakal gitu juga, batin Dayana setelah melihat bagaimana mata Ailesh yang terlihat berbinar sepanjang ceritanya.

“Btw Day, lo kenapa bisa berantem sama Kayana?” ucapan Ailesh sukses membuat Dayana yang tadinya sedang menuliskan kalimat terakhir berhenti seketika,

Avanesh yang menyadari itu langsung menyubit pinggang Ailesh disampingnya, “Ah sorry sorry Day, gak maksud ikut campur, cuman kali aja kita bisa bantuin,”

Dayanapun menghela napasnya kasar, menaruh pulpen hitam digenggamannya lalu mengalihkan pandangannya ke arah 2 orang saudaranya itu,

Untaian-untaian kalimat kesal dan bingung sukses keluar dari mulut Dayana, seraya dengan perubahan beberapa ekspresi Dayana yang mendukung seluruh kalimat cerita yang ia ingin sampaikan kepada kedua laki-laki didepannya,

“Kalau dia emang sahabat lo, dia pasti ngerti gimana ada diposisi lo, tapi kalopun dia gak ngerti, well at least dia ngehargain setiap keputusan lo, maksudnya ya hidup lo ya lo yang mutusin lah bukan orang lain,” Avanesh yang sedari tadi diam mengeluarkan kalimat panjangnya, membuat Dayana sedikit terkejut olehnya,

Ailesh mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan ia setuju oleh ucapan dari saudara kembarnya itu, “Bener sih kata Anesh, maksudnya ya dia kan disini jatoh ya hanya orang lain dari cerita lo gitu, walaupun mungkin dia gak tega ngeliat nyokapnya sendiri sedih atau apalah tapi tetep aja dia gak ada hak untuk itu. Setiap orang kan punya batasan buat ikut campur dikehidupan orang lain,”

“Kalau gak berkepentingan mah gak usah ikut campur lah,” ucap Avanesh seraya meneguk minumannya,

Dayanapun berpikir cukup lama, mengalihkan pandangannya kearah gedung-gedung yang berada disamping sekolahnya itu, mencerna setiap kalimat yang keluar dari kedua saudaranya itu,


“Oiya Day, nanti para mas mau main ke kosan lo boleh? Soalnya mas Cia kayanya moodnya lagi gak bagus gitu, bukan main sih, belajar disana,” ucapan Ailesh sukses menghentikan Dayana yang sedang menuruni tangga itu, membuat Avanesh yang dibelakangnya juga ikut terhenti,

“Sekarang?”

“Ya enggak lah, paling jam 7an, soalnya kita ada private les dulu kan, boleh kan?” Ailesh mengucapkannya seraya membalikkan badannya menatap Dayana,

Dayana yang diberikan tatapan manis seperti yang Ailesh tengah lakukan ini hanya bisa menghela napasnya lalu menganggukkan kepalanya dengan pasrah,

“ASIKKKK!!!” ucap Ailesh berteriak dengan girang, sedangkan Avanesh yang hanya memperhatikan mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya.