chapt. twenty-eight -

Kedua orang gadis dengan pakaian berbeda duduk berhadapan dipinggir ruangan cafe tersebut, keduanya terlihat sedikit gugup, seperkian menit diantara mereka belum ada yang memulai percakapan,

“Day..” ucap gadis dengan dress berwarna putih dengan surai coklatnya terdengar sedikit lemah oleh Dayana, membuatnya mengalihkan tatapan matanya kearah netra kecoklatan didepannya juga,

“Gue...” sedikit jeda dibiarkan oleh gadis itu, ekspresi ragu terlihat jelas tercetak diwajah gadis dengan netra kecoklatan didepan Dayana, “Gue mau minta maaf Day,” ucapnya lagi setelah menggelengkan kepalanya guna menghilangkan keraguan dalam dirinya, “Gue minta maaf, maaf kemarin gue keterlaluan banget sama lo, dan maaf juga gue gak ngertiin dari sisi lo, seharusnya gue sebagai sahabat ngertiin lo juga kan Day? Gue emang bego banget kemakan sama emosi, padahal lo udah sering banget bilang kalo gue gak boleh gitu, tapi ujungnya tetep aja,” ucap gadis berpakaian putih itu, Kayana.

Kayana menghela napasnya, “Gue minta maaf ya, gak seharusnya gue ngatur kehidupan lo. Kaya yang lo pernah bilang, hidup kita, kita yang jalanin, kita yang nentuin, kita juga yang mutusin akan seperti apa, iya kan?” ucapan Kayana diakhiri dengan senyuman keraguan diwajahnya, pasalnya ia takut permintaan maafnya tidak diterima oleh sahabatnya ini,

Dayana tersenyum, “Gue juga salah kok Kay, terlalu kebawa perasaan banget, dan gue juga harusnya ngerti kalau gue ada diposisi lo gimana, gue harusnya ngerti kalo dimasalah dan keadaan ini bukan gue doang yang jadi korbannya, bukan gue doang yang menderita,” ucapan Dayana langsung dibalas gelengan kepala oleh Kayana,

“Enggak lo gak salah, lo berhak merasa sakit Day,”

“Enggak, gue juga salah,”

Keduanya pun langsung tertawa karena merasa hal tersebut lucu untuk keduanya, persahabatan merekapun kembali menyala setelah sebelumnya redup,

“Tapi lo bahagia kan sekarang?”

Dayana menganggukkan kepalanya seraya tersenyum, “I guess,” ucapnya sedikit ragu,

Well that's good for you,tapi mohon maaf nih Day, sekarang lo kemana-mana jadinya bawa bodyguard gitu?” ucap Kayana seraya mengarahkan dagunya kearah meja disebrangnya yang berisikan keempat laki-laki yang terus-terusan menengok kearah mereka,

Dayana tertawa sedikit, tanpa ia menengokkan kepalanya, ia mengerti siapa yang Kayana maksudkan, “Tadi ada sedikit masalah gitu lah, makanya ya gini,”

Kayana menatap Dayana dengan tatapan bertanyanya dengan alisnya yang sedikit ia angkat, menampakkan ekspresi penasarannya, “Cerita.” tegasnya kepada gadis bernetra hitam legam, dengan kaos putih yang dipakainya,

Dayana pun tersenyum, lalu mulai sedikit demi sedikit bercerita akan kejadian yang ia alami bersama dengan para saudaranya tadi,

Kayana tidak bisa menyembunyikan wajah terkejut sekaligus khawatirnya, ia langsung mengenggam tangan didepannya, “Lo gapapa kan tapi? Beneran gapapa kan?” ucapnya dengan tergesa,

Dayana tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, “Gapapa, gue gapapa kok, untungnya ada mereka bertiga sih, jujur gue bersyukur banget Kay,” akhirnya Dayana menyampaikan rasa bersyukurnya kepada sahabat didepannya, “Gue bener-bener bersyukur banget ada mereka,” Dayana tersenyum, “Bersyukur punya mereka sekarang,”

ucapan Dayana membuat kedua sahabat itu tersenyum, Kayana mengerti sekarang bagaimana sahabatnya ini bisa menerima sekumpulan laki-laki yang baru dikenalnya dengan mudah, ia juga merasa bersyukur karena sekarang sahabatnya ini tidak sendiri, dan ia juga bersyukur sahabatnya ini ada yang lebih bisa menjaganya.